SIMFONI HENING DARI RERUNTUHAN
Di atas tanah yang retak dan kering
Ribuan jiwa bersitatap dengan takdir
Tak ada senyum
Hanya tangis dan darah yang berceceran di sela-sela sunyi
Langkah-langkah pincang berganti arah
Ku pandangi perempuan renta
Hijab lusuh menutupi rambutnya
yang tinggal harapan
Anak-anak memungut serpihan mainan
Seolah memungut sisa-sisa kehidupan
Suara-suara menggema tanpa jeda
Bersahutan antara meriam dan tangisan
Mereka berpelukan di jalan tanpa bentuk
berlindung di rumah tanpa atap
Aku
Berlindung di balik puing yang tak bernama
Menggenggam bendera kecil penuh debu
Di sinilah kami
Saudara tanpa darah
Berjuang bersama demi yang tersisa dari kebenaran
Mereka mengambil hak kami
Mereka mengambil nyawa kami
Mereka merenggut jiwa-jiwa tak berdosa
Dalam cengkeraman kekuasaan yang buta
Hewan-hewan kehilangan kaki dan mata
Anak-anak kehilangan pangkuan ibunya
Kami kehilangan segalanya
tapi tidak keberanian
Dan ketika tubuhku perlahan melebur
Dalam cahaya bintang dan bulan
Kutinggalkan mereka yang kucinta
kembali pada mereka yang kurindu
Kutitip salam
Melalui celah kecil di dinding reruntuhan
Untuk mereka yang masih bertahan di sana
Aku telah sampai
Di tempat tanpa tembakan dan tangisan
Hanya keheningan
Dan harapan yang tak lagi sembunyi








5 Responses
Puisi ini seperti menghantarkan kita ke seseorang yang bercerita dalam akhir hidupnya. Persaudaraan dan kedamaian benar-benar nyata dalam pembelaan dan juga perjuangan serta kediaman datang setelah kepulangan. Dari judulnya saja mampu membuat saya tertarik untuk membacanya.
Penulis bisa menceritakan penderitaan yang terjadi. Tanpa menyebutkan Gaza sekalipun kita sadar bahwa sebesar apa penderitaan yang terjadi disana.
Saya suka judulnya, membuat saya penasaran untuk membacanya.
Keren, emosi benar-benar bisa masuk dan sampai di dalam puisinya.
Puisi ini mempunyai kekuatan yang sangat besar dari penulisnya.