Dari Kudus Hingga Al-Quds
Karya: Maulana Achmad Zaenal
Lima abad lampau
Napas kedamaian berembus dari tanah para Nabi.
Dari Al-Quds, berangkatlah Sunan Ngundung dan anaknya.
Memenuhi panggilan mulia, sebarkan ajaran damai.
Berlayar menerjang berbagai samudera.
Menghantam berbagai ombak dan dera.
Bersama para wali, cahaya Islam menyebar ke penjuru Jawa.
Mengetuk dinding keraton Majapahit.
Mewujudkan sejahtera lahir batin pada kehidupan Nusantara.
Hingga berdirilah keraton islami pertama di tanah Jawa.
Tepat di atas bumi Demak Bintoro.
Demikian ajaran damai bermula, menyebar ke seluruh Nusantara.
Dari Tajug, tak jauh dari pusat keraton.
Ja’far Shadiq menunaikan dakwahnya.
Dalam kedamaian, ajaran rahmat menyulap kota kecil ini menjelma pusat keilmuan Kesultanan Demak.
Dipimpin oleh wali yang kenyang akan ilmu agama dan falsafah hidup.
Dakwah Ja’far Shadiq banyak mengetuk sanubari masyarakat Tajug.
Sapi Kebo Gumarang jadi saksi kesejukan dakwahnya.
Puncak Menara Kudus tersenyum menyimak para masyarakat Tajug berbondong-bondong memeluk Islam.
Masjid Menara Kudus terinspirasi dari sejuk damai Al-Quds.
Lekuk tubuh serupa pura-pura Hindu.
Tempat bersuci serupa falsafah Budha dan pengimaman yang di atasnya terpatri prasasti dari batu hitam asli Baitul Maqdis.
Batu hitam yang menginspirasi berubahnya Tajug jadi Al-Quds atau Kudus dalam lisan orang Jawa.
Bermula dari batu hitam dinamai masjid itu dengan Masjidil Aqsa.
Berharap damainya setara Masjidil Aqsa di Palestina yang ramah menyambut beragam perbedaan.
Gunung Muria di sebelah utara tempat Raden Umar Said menyebarkan Islam
konon terinspirasi pula dari Gunung Moria di Baitul Maqdis yang sarat keberkahan para Nabi.
Menjadi saksi banyaknya peristiwa penting yang para nabi alami.
Kota mungil ini bak Yerusalem-nya Jawa tatkala berbagai perbedaan menyatu dalam damai dan sejahtera.
Kondisi berubah paska perang dunia kedua surut.
Tanah lahir Sunan Kudus diganggu damainya.
Datang meminta suaka dan belas kasih justru dibalas pelor dan rudal bertubi-tubi.
Tanpa hirau ribuan bayi menjadi martir.
Berapa banyak anak meregang nyawa?
Berapa banyak anak jadi yatim piatu seketika?
Sekolah dibom. Rumah sakit dibom. Gereja dan masjid dibom. Pemukiman diratakan dengan tanah.
Ini pasti bermula dari mimpi basah Herzl dan Rothschild saban malam.
Memimpikan tanah air Yahudi dengan klaim tanah perjanjian Tuhan.
Logika macam apa ini?
Apa jadinya jika Sunan Kudus mendengar kabar ini?
Kampung halaman yang selama ini dirindukan, dirudapaksa penjajah tanpa ampun.
Lantas mengapa masyarakat Kudus seolah melupakan tanah air gurunya?
Sedang sepi doa melesat tuk keselamatan Palestina persemayaman Sang Sunan.
Salam dari Sunan Kudus yang sedang merindukan kedamaian kembali ke Palestina.
Biarlah doa-doa berlayar pulang dari Kudus hingga Al-Quds.
Kudus, 9 Rejeb Jimawal 1957