Komunitas Belajar Mengubah Paradigma
Karya: Heriyansah
Suatu pagi yang cerah, kusambut dengan wajah berseri-seri, seperti biasa hari ini adalah hari senin, hari yang cukup ditakuti oleh banyak orang, tidak dengan ku. Hari senin adalah hari dimana sebuah awalan, pada kesempatan itulah kita harus bersemangat menjalani pekerjaan. Seperti aku yang sangat mencintai profesi ku sebagai guru. Kupanaskan motor matik Mio ku, yang sudah menemani ku selama 9 tahun lamannya. Sering ngadat si, haha. Tapi dia adalah sahat sejati ku, menemani kala suka dan duka ku diperjalan, tidak sebagus motor Nmax sih, tapi aku selalu bersyukur tuhan selalu memudahkan jalanku bersama si motor tua ini.
“Reza, ini mamah bawakan bekal untuk makan siang ya nak.”
Sapa ibu ku sambil membawakan kotak makan bertuliskan merek terkenal, yang kalau hilang bisa benjol kepala ku dibuatnya.
“Terimakasih mamah ku yang cantik, doakan anakmu ya, supaya lancar pekerjaannya.”.
“Aminn, mamah selalu doakan Reza selalu, yang penting jujur dan mau bekerja keras ya nak.”.
“Siap bu bos”. Jawabku sambil menyalakan stater motor.
“Asalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Perjalanan ku mulai dengan gelapnya dan dinginnya pagi pukul 05.00, waktu inilah yang selalu aku tempu menuju kesekolah tempat ku mengajar, aku membutuhkan waktu sekitar 2 jam setengah lamanya dengan medan yang tidak kalah exstreme seperti jalur mobil *offroad. Sekolahku berada dikaki gunung salak, tepatnya di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, sedangkan rumahku sendiri berbeda kecamatan, aku memilih untuk pulang-pergi, mengingat Ibuku tinggal sendiri dirumah, adik ku pun bekerja diluar kota dan memilik kost disana, karena kekhawatiran ku akan keadaan orang tua, maka aku lebih memilih untuk pulang-pergi.
Aku mendapatkan tugas mengajar di SDN Banarajaya, sekolah terujung di Kabupaten Bogor, hal ini ku jalani karena Surat Tugas PNS ku ditempatkan disekolah tersebut, sebagai Pegawai aku harus menjalani tugas sebaik mungkin sebagai bentuk komitmen ku untuk mencerdaskan anak bangsa dimanapun aku berada. Sekolahku ini terdapat diatas bukit, jadi jangan berharap ya bisa streaming youtube disekolah ku, haha. Bahkan untuk absen online pegawai pun, kita harus turun kebawah hingga mendapatkan signal.
Teng..Teng..Teng.. Lonceng pun berbunyi, menandakan pembelajaran akan segera dimulai, lonceng tersebut hanyalah sebuah besi roda sepeda yang dipukul menggunakan sapu lantai. Seperti biasa aku pasti guru yang hadir selalu terlambat, semua sudah paham bahwa jarak rumahku sangatlah jauh.
“Baru sampai pak Reza, macet sekali ya seperti di jakarta hingga telat begini.”
“Iya macet sama sapi dan kambing yang buang hajat dijalan ya pak.”
Jawabku sambil tertawa bersama pak Yadi.
Pak Yadi merupakan penjaga sekolah ditempatku mengajar, beliau puluhan tahun bekerja disekolah ini, bahkan sebelum aku ditempatkan disekolah ini untuk mengajar beliau sudah ada. Beliau orang yang sangat ramah. Bergegaslah aku menuju kelas ku untuk memulai pembelajaran.
“Asalamualaikum, pagi anak-anak ku yang *kasep jeung gareulis.”
“Pagi pa guruuuu”.
“Baik anak-anak siapa yang hari ini sudah membaca”
“Saya pa guru”, jawab salah satu anak dengan mengangkat tangannya.
“Boleh Lia, apa yang sudah kamu baca? “
“Kemarin saya membaca buku tentang Sang Kancil pak guru, dalam cerita tersebut diceritakanlah se ekor Kancil yang mengelabui buaya yang kelaparan, suatu ketika Sang Kancil ingin menyebrangi sungai, namun sungai tersebut dipenuhi dengan Buaya, Sang Kancil pun berfikir keras, bagaimana caranya dia bisa melewati sungai yang penuh Buaya yang kelaparan. Dan Sang Kancil pun menemukan cara yang cukup cerdik. Hay buaya, apakah kamu sedang kelaparan?”.
“Tentu saja aku sangat lapar, tadi pagi ibu ku hanya menyiapkan singkong rebus, jadi aku tidak napsu untuk memakannya, haha”. Timpal lah jawaban seorang anak yang cukup nakal yaitu Badru.
“Apa sih kamu, akukan sedang bercerita”
“Ah cerita mu membosankan Lia, bagaimana kalau kamu cerita mengenai hantu pohon pete depan rumah pa RT, haha”, anak-anak satu kelas pun tertawa terbahak-bahak.
“Sudah- sudah anak-anak!”
“Badru, kamu tidak boleh berbicara seperti itu, itu sama saja tidak menghargai teman mu yang sedang berbicara didepan kelas, itu prilaku tidak baik loh.” Aku menjelaskan sambil mengusap bahu Badru.
“Baik pa guru”.
“Ya sudah jangan diulangi lagi ya”. Jawab ku sambil meninggalkan Badru yang terdiam karena malu.
“Baik Lia, cerita mu sangat bagus, bisakah kamu melanjutkannya”.
“Baik, pak guru. Kemudian Sang Kancil berbicara kepada Buaya, jika kalian lapar makanlah aku, aku memiliki daging yang banyak, yang pastinya bisa mengenyangkan perut kalian yang kelaparan itu, namun ada persyaratan yang harus kalian penuhi, buaya pun bertanya. Apa syaratnya?. Sang Kancil menyampaikan jika kalian ingin daging ku yang lezat ini, maka berbarislah kalian menjadi sebuah jembatan untuk aku menyebrang, jika sudah sampai di tepian silahkan makanlah daging ku ini, buayapun percaya dan melakukan perintah Sang Kancil, ketika Sang Kancil sampai ditepian sungai, sang kancil pun langsung melompat dan pergi meninggalkan buaya, buaya pun merasa geram dan kesal kepada Sang Kancil karena merasa ditipu, sekian”. Semua murid pun memberikan tepuk tangan kepada Lia atas cerita yang dia bacakan.
“Bagus sekali cerita yang kamu sampaikan Lia, apakah ada yang mau menyimpulkan cerita yang disampaikan Lia tadi?”.
“Saya, pak guru”. Jawab Rizal anak yang cukup cerdas dikelas.
“Silahkan Rizal”.
“Jadi cerita tersebut mengajarkan bahwa kecerdikan dapat membantu kita dalam bertahan menjalani kehidupan, namun yang mau saya tanyakan apakah sikap Sang Kancil dibenarkan dengan mengelabui buaya Pak Guru?”. Tanya Rizal dengan penuh penasaran.
“Baik, ada yang bisa membantu menjawab pertanyaan Rizal?
“Saya pak guru”. Zaki pun tidak mau kalau untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan. Zaki anak yang cukup kompetitif dikelas, dia merasa saingan terberat dalam meraih nilai terbaik adalah Rizal.
“Baik, silahkan zaki”.
“Menurut saya salah pak guru, karena Sang Kancil dengan sengaja memanfaatkan kelemahan buaya dengan tipu daya yang dia lakukan”
“Baik, terimakasih atas jawabannya dan pertanyaan dari Rizal dan Zaki, betul sekali yang disampaikan oleh Zaki mengenai kita sebagai manusia haruslah dapat bertahan hidup, namun caranya haruslah dengan cara yang baik, apakah cara Sang Kancil betul? Tentu tidak, Sang Kancil mencerminkan sikap egois, dengan kecerdikan yang dia miliki, dia mampu menipu buaya tanpa memikirkan sebab dan akibat apa yang akan muncul”
“Pa guru, bisa saja kan Sang Kancil suatu saat ingin meminta bantuan buaya, karena buaya karena sudah pernah dikelabui, maka buaya tidak akan percaya lagi dengan kata-kata Sang Kancil”. Jawab Rizal.
“Betul Rizal, kita adalah mahluk sosial yang akan selalu membutuhkan orang lain untuk melakukan sesuatu, maka kita harus bersikap baik dengan berkata jujur dan tidak mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang lain”
Teng…Teng.. Jam pulang sekolah pun berbunyi. Menandakan kegiatan pembelajaran harus berakhir.
“Baik anak-anak, silahkan dirapihkan bukunya dan kita bersiap untuk pulang ya”.
Satu bulan yang lalu, anak-anak dikelas ku adalah anak-anak yang pasif dalam belajar, tidak memiliki rasa semangat dan jiwa kompetitif dalam memperoleh nilai yang tinggi, mereka hanya senang bercanda dan mengobrol dikelas, bahkan ketika ada guru sekalipun, jarang bersekolah, bahkan mengerjakan tugas pun mereka enggan lakukan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari fasilitas sekolah yang kurang memadai dan kompetensi mengajar guru yang cukup rendah, tak jarang murid sering ditinggal dikelas hanya dengan menitipkan tugas mencatat pada buku paket kedalam buku tulis. Karena pekerjaan sampingan pengajar disekolah ku adalah bertani.
Kebiasaan ini lah yang terus menerus terjadi disekolah ini, dan sudah membudaya. Maka aku bertekat untuk merubah kebiasaan kurang baik ini menjadi kebiasaan yang positif dan dapat memberikan manfaat bagi anak-anak untuk melihat dunia bukan hanya dari buku teks, namun pengalaman langsung yang dapat mengajarkan mereka mengenai arti kehidupan sesungguhnya.
Setibanya aku diruang guru. Terjadilah percakapan yang cukup menarik.
“Pak Reza, hebat sekali dapat membuat anak-anak bertanya dan saling menjawab seperti itu, bagaimana caranya pak” Tanya pak Agus,
Pak Agus merupakan guru paling senior disekolah dan sekaligus guru yang paling jarang sekali masuk kedalam kelas untuk memberikan pelajaran kepada anak-anak. Tak jaarang aku yang kelasnya bersebelahan dengan beliau selalu menggantikan beliau mengawasi anak-anak dikelas.
“Ah biasa saja Pak Agus, hanya memberikan kesempatan anak-anak untuk mengungkapkan ide pikirannya saja kok”
“Tapi betul loh Pak, semenjak Pak Reza mengajar disini, anak-anak sangat bersemangat, tanya deh Pak Eka , betul gak Pak?
“Betul Pak Reza, anak-anak selalu bertanya mengenai hal yang belum dipahami, hingga terkadang saya kualahan menjawabnya, padahal sebelumnya anak-anak dikelas pak Reza sangat pasif dan sering bercanda dikelas” Jawab Pak Eka.
Pak Eka merupakan guru Bidang Study Pendidikan Agama Islam, beliau guru yang sangat senang belajar hal baru, namun beliau sering terlihat kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya, sehingga kemampuannya tidak berkembang.
“Begini bapak dan ibu, anak-anak butuh ruang untuk dapat diperhatikan kemaunnya seperti apa, butuh di dengar ide dan gagasannya, maka kita sebagai guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, anak bisa belajar dari mana saja, sekarang kita sebagai guru hanyalah salah satu sumber belajar yang harus mampu memfasilitasi pembelajaran anak-anak, begitulah amanat yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Tehnologi RI kita, Mas Menteri Nadiem Makarim dalam Kurikulum Merdeka yang diusungnya”.
“Kurikulum Merdeka? Saya pernah mendengarnya pak, bahwa akan segera diterapkan ditiap sekolah, pasti sulit ya pak?” Jawab Bu Ayu.
Bu Ayu merupakan guru muda yang terbiasa mengajar dikelas rendah, beliau tidak pernah mau ditempatkan mengajar dikelas tinggi, beliau hanya mau mengajar dikelas satu, alasannya karena materi pembelajaran tidak rumit.
“Betul Bu Ayu , Kurikulum Merdeka di desain dengan Pembelajaran yang dapat dimaknai murid secara langsung melalui Project yang berdasarkan pada Profil Pelajar Pancasila, dimana butur-butir pancasila tersebutlah yang diharapkan dapat diterapkan kepada anak-anak agar menjadi generasi muda yang unggul”
“Pak, bagaimana kalau kita adakan kelompok belajar saja untuk guru-guru”
“Karena jujur saja, kita belum begitu paham mengenai esensi dari kurikulum merdeka sendiri”
“Betul pak Reza, kita sangat butuh ruang untuk belajar dan berdiskusi”
“Karena cepat atau lambat kita harus siap untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan di zaman globalisasi seperti ini, bukan begitu bapak dan ibu?”. Sahut pak Eka .
“Ide bagus, bagaimana pak Reza ?” Tanya Pak Agus.
“Boleh saja bapak dan ibu sekalian, kita bisa bentuk Komunitas Belajar yang terdiri dari kita sebagai guru dan orang tua sebagai peninjau program kita.” Jawab ku.
“Baik Pak, kapan bisa kita mulai?”
“Saya sudah penasaran ingin menjadikan murid dikelas saya aktif bertanya seperti kelasnya pak Reza”. Sahut pak Eka sambil menyeruput kopi yang sedari tadi tidak kunjung diminum karna obrolan seru ini.
“Baik, saya akan berdiskusi dan menyusun program ini bersama Kepala Sekolah, ketika rapat bulanan besok, saya akan sampaikan hasil diskusi saya”.
Dan kitapun mengakhiri pembicaraan pada siang hari ini, untuk segera bergegas pulang kerumah masing-masing.
Kesok harinya aku menyempatkan diri bertemu kepala sekolah untuk membicarakan ide dan gagasan guru-guru mengenai Komunitas Belajar.
“Pagi Pak.”
“Pagi Pak Reza, masuk.”
“Baik Pak, terimakasih.”
“Ada apa Pak Reza, ada yang bisa saya bantu?.”
“Begini Pak, kemarin kami guru-guru mengobrol santai mengenai perubahan sikap anak-anak dikelas saya, yang dulunya aktifitas anak-anak pasif dan senang bercanda dan mengobrol, bulan ini berangsur membaik dan menjadi kritis dalam berfikir, guru-guru melihat hal tersebut dan menginginkan saya untuk berbagi mengenai pendekatan-pendekatan yang saya lakukan sehingga anak-anak mampu menemukan jati dirinya.”
“Memang yang saya perhatikan ketika melakukan Supervisi Kelas, anak-anak dikelas Pak Reza sangat kritis dan itu jarang sekali saya temui disekolah kecil seperti kita Pak, lalu menurut Pak Reza bagaimana cara agar guru-guru dapat meniru praktik baik yang Pak Reza terapkan dikelas?”
“Kami berencana membentuk sebuah Komunitas Belajar Pak.”
“Apa itu Pak Reza?”
“Komunitas Belajar adalah wadah dimana guru dapat berbagi pengalaman dengan berdiskusi, mempersipakan rencana pembelajaran, hingga menerapkan model dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi.”
“Wah, bagus sekali idenya Pak Reza, silahkan dilaksanakan, saya sangat mendukung atas ide dan semangat guru-guru, apa yang bisa saya bantu Pak?”
“Ini ada Rencana Program jangka panjang yang sudah saya rancang, mohon berkenan untuk dapat dilihat Pak, agar dapat kita sampaikan tehnisnya ketika rapat bulanan besok.”
“Baik.”
Aku dan Kepala Sekolah pun berdiskusi mengenai Rencana, Tujuan dan jadwal Komunitas Belajar, kami saling memperhitungkan capaian yang nantinya tercapai dan biaya apa yang diperlukan hingga mengorganisisr fasilitas penujang apa yang dapat dipergunakan agar Komunitas Belajar ini berkembang dan berkelanjutan, agar manfaat yang dirasakan mampu dimaknai guru dalam meningkatkan kompetensinya dalam mengajar.
Ke esok harinya, rapat bulanan pun dimulai dengan dihadiri oleh Kepala Sekolah, guru dan orang tua perwakilan.
“Baik Bapak dan Ibu sekalian, kemarin saya berdiskusi bersama Pak Reza mengenai ide bapak dan ibu untuk membentuk sebuah Komunitas Belajar. Maka dari itu silahkan Pak Reza untuk dijelaskan tehnis pelaksanaannya.”
“Baik, terimakasih Pak atas kesempatannya, begini bapak dan ibu, hasil obrolan kita tempo hari mengenai keresahan kita terhadap ekosistem pendidikan disekolah kita yang cukup mengkhwatirkan, maka sesuai kesepakatan dengan Kepala Sekolah, Komunitas Belajar yang kita Rencanakan akan dilaksanakan mulai minggu depan pada hari kamis pukul 13.00 selepas kegiatan pembelajaran.”
“Baik Pak Reza.”
Guru-guru pun menyepakati mengenai hasil rapat bulanan hari ini dan mulai mempersiapkan diri dalam mempelajari tehnis pelaksanaan pertemuan Komunitas Belajar dan materi capaian apa yang perlu dipelajari.
Pada hari pertama pertemuan Komunitas Belajar, materi yang aku sajikan adalah “Peningkatan Daya Berfikir Kritis Murid melalui Metode Critical Thingking dengan Model Pembelajaran Problem Basic Learning.” Dalam materi ini disajikan cara meningkatkan daya berfikir kritis murid melalui permasalahan yang dialamin sehari-hari melalui pemecahan permasalahan yang berasal dari dirinya sendiri.
“Baik, bagaimana bapak dan ibu, apakah sudah paham mengenai materi ini?”
“Pak Reza, apa langkah awal yang perlu kita lakukan untuk memancing daya pikir anak?” Pak Agus bertanya dengan penuh antusias.
“Dari pengalaman yang dialami murid sehari-hari pak, mulai dari kegiatan atau aktifitas fisik yang dijalani baik dirumah maupun disekolah, kita gali informasi yang terdapat disana kemudian buatlah sebuah topik permasalahan dari sana.”
“Begitu ya Pak.
“Pak Reza, apakah kita boleh mengkaitkan media pembelajaran dalam menerapkan strategi pembelajaran tersebut.” Sahut bu Ayu.
“Tentu saja boleh bu, selama media yang digunakan sesuai dengan materi pembelajaran yang kita sampaikan.”
“Baik Pak Reza.”
“Bagaimana bapak dan ibu, apakah masih ada pertanyaan? Jika tidak ada kita tutup pertemuan kita pada hari ini, dan kita punya waktu satu bulan kedepan untuk menerapkan strategi pembelajaran ini, untuk aksi nyata silahkan bapak dan ibu siapkan berdasarkan ide dan kemampuan bapak dan ibu sekalian.
“Baik Pak Reza.”
Pertemuan pun ditutup, ada rasa penasaran dilubuk hati ku mengenai aksi nyata apa yang akan ditampilkan guru-guru.
Satu bulan pun berlalu, kepala sekolah memberikan ide tambahan mengenai kegiatan Komunitas Belajar dengan membuat sebuah pameran kecil-kecilan dengan dihadiri oleh Pengawas Sekolah dan Camat Pamijahan. Semua persiapan diserahkan kepada orang tua, hari ini akan menjadi begitu spesial, aku akan menyaksikan perubahan baru yang muncul dari guru-guru yang selama ini terpendam karena ruang mereka yang terbatas akan paradigma mengenai sekolah kecil tidak mampu berkembang dan menciptakan pembelajaran yang bermakna.
Kegiatan dibuka dengan sambutan kepala sekolah.
“Pada hari ini, setelah satu bulan berlalu Komunitas Belajar sekolah SD Negeri Banarajaya ini dibentuk, saya melihat betapa bersemangatnya guru-guru untuk menunjukan praktik baiknya dikelas, maka dari itu mari kita bersama menyaksikan aksi nyata yang telah dipersiapkab guru-guru SD Negeri Banarajaya.”
Semua yang menghadiri acara tersebut bertepuk tangan, aku begitu takjub dengan persiapan yang ada pada hari ini, orang tua bahu membahu mempersiapkan acara hari ini, mulai dari mendekorasi panggung hingga tampilan anak-anak sebagai pengisi acara. Aku berfikir sejenak merenungi diri, ternyata aku mampu mengubah paradigma tersebut, sekolah tempatku mengajar yang bahkan akses intenet saja sulit, tapi kami bisa mengatasi hal tersebut dengan saling berkolaborasi, bertukar pikiran ide dan gagasan dan saling menguatkan satu sama lain.
Aku menyaksikan betapa kreatifnya guru menyajikan hasil praktik baiknya pada stand-stand yang hanya terdiri dari meja dan kursi murid, mereka menyulap menjadi sebuah stand yang menarik perhatian dengan kreatifitas mereka. Anak-anak berlarian sana sini, menarik orang tuanya untuk menyinggahi stand yang sudah mereka persiapkan bersama gurunya. Aku begitu bahagia dengan situasi yang terjadi pada hari ini.
Pada kesempatan ini aku ingin menyampaikan kepada orang-orang diluaran sana yang tidak percaya akan kemampuan diri dan terjebak dengan paradigma yang tidak mendasar bahwa kita bisa mengatasi keterbatasan tersebut asalkan kita mau belajar, mau bersemangat, dan mau berusaha merubah keadaan yang terjadi. Sehingga bukan hal yang tidak mungkin perubahan itu terjadi. Dunia Pendidikan haruslah berubah, harus mampu mengembangkan kemampuan murid dalam berfikir kritis, berikan kesempatan kepada mereka untuk menemukan sendiri apa yang murid mau, apa yang murid anggap benar dan sesuai dengan kemampuannya. Sehingga murid mampu menemukan jalan terbaik mana yang mereka pilih.