Melangkah untuk Berubah – Cerpen Putri Lestari

puisi resolusi

Melangkah untuk Berubah
Karya: Putri Lestari

Malam telah tiba. Adzan Isya’ pun rupanya telah berkumandang. Di perjalanan pulang, Putri melihat sekelompok orang berbondong-bondong ke masjid untuk menunaikan sholat Isya’. Matanya tampak sayup dan tubuhnya sangat lelah. Seharian ini dia belum juga istirahat sebab hari ini mata kuliahnya full dari jam pertama sampai jam terakhir. Setelah kuliah, disusul dengan ngajar les sampai malam ini.

Sesampainya di rumah ia bergegas untuk mandi, sholat dan juga makan. Sejenak kemudian ia merehatkan badannya di atas kasur. Baru saja ia memejamkan matanya, tiba-tiba notif handphone berbunyi.

“dreett drett….(bunyi notifikasi whatsapp masuk di handphone).”

“Duh…siapa ya? (Putri mengambil hp di sampingnya, kemudian melihat notifikasi yang masuk).”

“Wah…ada notif dari Bu Ulya di grub whatsapp nih (Putri berkata dalam hatinya, kemudian ia bergegas untuk membuka notifikasi tersebut).”

Setelah ia buka, ternyata pemberitahuan pendaftaran beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dan Tahfidz dari pihak kampus. Putri pun terkejut, senyumnya tampak mengembang dibibirnya sebab ini merupakan beasiswa yang ia tunggu-tunggu sebab salah satu syarat untuk mendaftar beasiswa ini minimal semester tiga dan tahun lalu ia baru semester satu.

“Wah…info pendaftaran beasiswa nih…ini yang kutunggu-tunggu.”

Setelah membuka notifikasinya kemudian Putri bergegas untuk mengklik link cara pendaftaran yang telah dikirim di grup whatsapp tersebut. Akan tetapi, ia tampak menghela napas panjang dan raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir keras.

“Eh.. tunggu-tunggu. Ini kok tenggat pengumpulan karya tulis ilmiahnya cepat banget ya 25 Oktober-6 November, aku takut enggak bisa. Tugas matkul lagi banyak-banyaknya nih.”

“Haduhh gimana ya?” (ia berkata dalam hatinya).

“Ah…tapi insyaallah bisa lah… kesempatan ini hanya datang satu tahun sekali, masalah nanti lolos atau engga pasrah deh, penting udah mencoba, bismillah…(gumam Putri dalam hatinya lagi).”

Ia mencoba untuk memikirkan tentang apa yang harus ia tulis di karya tulis ilmiahnya dengan tema moderasi beragama. Tapi, di tengah-tengah memikirkan hal tersebut ia ingat bahwa ada tugas yang harus diselesaikan malam ini juga sebab besok dikumpulkan.

“Oh..iya, tugasku belum aku selesaiin, mana besok dikumpulkan, ehh tapi kurang sedikit kok tinggal ngoreksi sama ngerapiin aja.”

Putri bangkit dari tempat tidurnya dan beranjak membuka laptop yang terdapat di meja kecil sebelah tempat tidurnya. Ia kemudian lanjut menyelesaikan tugasnya.

~~~

Beberapa hari telah Putri habiskan untuk membuat judul dan rumusan masalah serta mencari beberapa referensi terkait tema yang ditentukan. Kemudian Putri mulai menulis karya ilmiahnya pada bab pertama.

“Bismillah mulai nulis…semoga dapat selesai dengan baik dan tepat waktu, aamiin.”

Jari-jari tanganya mulai lincah mengetik huruf demi huruf pada keyboard untuk menghasilkan sebuah kalimat yang apik dan padu. Meski sesekali ia mengeluh sebab beberapa bahasan sulit untuk dicari referensinya.

“Haduhhh….mana sih dari tadi ngga ketemu-ketemu referensinya.”

Hari itu, pendahuluan telah ia selesaikan. Hari berikutnya ia menyelesaikan tinjauan pustaka. Hari selanjutnya ia menyelesaikan medote penelitian. Tulisannya sempat terhenti beberapa hari sebab menumpuknya tugas kuliah saat itu. Putri mencoba menyelesaikan karya tulis ilmiahnya H-2 sebelum penutupan pendaftaran beasiswa namun karena giginya kambuh ia khawatir jika karya tulis ilmiahnya tidak bisa selesai sesuai deadline.

“Nyeri banget nih gigiku, pasti kumat lagi, gimana ya dengan tugas-tugasku ini, mana karya tulis ilmiahnya dah mepet deadline”.

Putri tidak jadi melanjutkan karya tulis ilmiahnya sebab sakit gigi yang diderita tak kunjung reda. Putri memang telah lama menderita penyakit ini. Sedikit cerita, sejak dari SD sampai kuliah pun masih demikian. Sejak lama ia juga ingin pergi cek ke dokter gigi namun sebab biaya yang belum mumpuni ia hampir tidak pernah ke dokter gigi. Pernah dulu satu kali, saat itu memang kondisinya sudah sangat parah. Sakit gigi yang dideritanya sangatlah tidak bisa di tahan lagi. Segala obat dari warung sampai apotik pun tak mempan untuk mengatasi sakit giignya. Alhasil dengan terpaksa ia pergi ke dokter gigi dengan uang yang cukup pas passan kala itu.

Kala itu dia menambalkan gigi geraham belakang bawah dan juga gigi depannya. Ia berharap bahwa giginya itu bisa cukup tahan lama, tapi ternyata hanya bertahan sekitar tiga tahunan. Sejak itulah ia berani tampil dengan gaya yang berbeda. Tampilan barunya dengan gigi depan yang telah tanggal dua ini membuatnya terkadang tidak percaya diri jika tampil di depan orang-orang ataupun berkomunikasi. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, ia terbiasa dengan penampilannya yang demikian. Awalnya ia sempat sedih berhari-hari. Namun setelah ia pikir hal ini memang tidak ada gunanya jika ditangisi, meski terkadang ia juga putus asa akan hal itu.

Kondisi ekonomi keluarga Putri satu dasawarsa terakhir ini memang tidak stabil. Kondisi yang demikian ini dulunya membuat Putri tidak ingin melanjutkan studinya ke jenjang kuliah. Tekadnya kala itu sudah bulat memang. Seolah ia tidak ada harapan lagi untuk ia bisa menuntut ilmu sampai perguruan tinggi. Namun takdir berkata lain, Allah mempunyai rencana yang begitu indah buatnya. Meski akhirnya ia tidak kuliah ke universitas di luar kota seperti yang ia impikan tapi ia bisa kuliah di kotanya sendiri yaitu IAIN Kudus. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari dukungan orang-orang terdekatnya, terutama support dari kedua orang tuanya yang berjuang mati-matian agar Putri bisa sekolah ke perguruan tinggi.

~~~

Pagi itu, Putri tampak masih kesakitan sebab sakit gigi yang dideritanya dari beberapa hari kemarin belum juga reda meski sudah di minumi berbagai obat. Akan tetapi sakit gigi yang diderita tak menyurutkan semangatnya untuk berangkat kuliah. Saat satu mata kuliah telah usai ia ditanyai salah satu temannya perihal pembuatan karya tulis ilmiah untuk beasiswa PPA yang sebenarnya hari itu juga adalah deadline pengumpulan karya tulis ilmiah dan berkas-berkas lainnya.

“Putri, ajari buat karya tulis ilmiah dong, kamu kan yang sering bikin,” kata Sephiya sambil menghampiri Putri.

“Karya tulis ilmiah buat apa sep, lomba?,” tanya balik Putri kepada Sephiya.

“Itu buat beasiswa PPA, kamu ikut kan put?.”

“Awalnya pengin ikut sep, tapi gegara aku mikir buat karya tulis ilmiah gigiku malah kambuh, sampai sekarang malah belum reda. Aku ngga kuat kalau mau ngelanjutin. Deadlinenya hari ini kan?,” kata Putri pada Sephiya dengan sesekali menghela napas.

“Lo…kok ga jadi ikut, sayang lo put karya tulis ilmiahmu udah setengah masa kamu ngga nglanjutin?,” bujuk Sephiya kepada Putri.

“Engga ah sep nggak kuat aku, lagian kan deadlinenya kan hari ini, masih ada tahun depan untuk bisa coba lagi,” kata Putri dengan nada pasrah.

“Ya udah deh kalau gitu, tapi saranku mending kamu ikut aja, nih ajarin aku buat karya tulis ilmiahnya, strukturnya apa aja?.”

“Iya, makasih sarannya, tapi aku nggak ikut sep. Struktur karya tulis ilmiahnya itu terdiri dari lima bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran.”

Putri pun menjelaskan perihal struktur karya tulis ilmiah kepada Sephiya, sampai diskusi juga hingga jam makan siang telah datang mereka pun mengakhiri diskusinya.

~~~

Siang itu Putri belum mengetahui kalau pendaftaran beasiswanya diperpanjang dua hari lagi. Namun malamnya Putri mendapatkan notifikasi di handphonenya mengenai perpanjangan pendaftaran beasiswa tersebut. Putri tampak terkejut, tapi setelah ia pikir-pikir kembali dia memang tidak jadi ikut sebab giginya masih sakit dan dia sudah disibukkan dengan segala tugas dan pekerjaannya. Ia berusaha ikhlas untuk tidak mengikuti beasiswa itu. Namun satu hari kemudian saat ia sedang ngajar les ia mendapati chat whatsapp dihandphonenya dari Bu Ulya Fawaida yang merupakan salah satu dosen tadris IPA.

“Assalamu’alaikum, mbak sudah dapat beasiswa?,” tanya Bu Ulya kepada Putri lewat chat whatsApp.

“Wa’alaikumussalam, belum bu,” jawab Putri dengan perasaan agak khawatir.

“Ikut beasiswa PPA ya?.”

Putri kaget seketika ia bingung mau jawab apa.

“Iya bu, sebenarnya kemarin mau ikut tapi karena gigi saya kambuh karya tulis ilmiahnya belum sempat saya selesaikan, tapi saya usahakan saya ikut beasiswanya,” jawab Putri dengan perasaan khawatir dan sedikit curhat.

“Ok,” jawab Bu Ulya singkat.

Keputusannya tadi membuat hati Putri gundah. Ia rasa omongannya kemarin kepada Sephiya disampaikan kepada Bu Ulya, soalnya Sephiya memang memiliki kedekatan dengan Bu Ulya. Ia ragu jika ia bisa menyelesaikan setengah karya tulis ilmiahnya hanya dengan satu malam, sedangkan posisi Putri masih di tempat les dan pulangnya sekitar jam tujuh malam. Setelah berpikir panjang sesampainya ia di rumah, akhirnya Putri melanjutkan karya tulis ilmiahnya dan bersedia menerima segala konsekuensi ketika ia memaksakan dirinya untuk melanjutkan karya tulis ilmiah tersebut. Ia tahu bahwa jika ia melanjutkan karya tulis ilmiah maka giginya akan semakin kambuh, tapi bagaimana lagi Putri harus tetap memperjuangkan impiannya itu.

Apalagi Putri itu tipikal orang yang tidak mau menolak permintaan gurunya. Entah mengapa, ini sudah diterapkannya dari mulai ia duduk dibangku MTs. Putri menganggap bahwa apa yang diperintahkan oleh orang tua maupuan guru tidak tidak boleh ia ditolak kecuali memang sudah benar-benar tidak sanggup atau termasuk tindakan negatif yang diperintahkan. Ia berprasangka bahwa apa yang diperintahkan oleh orang tua dan guru pasti ada barokahnya tersendiri.

Malam itu Putri benar-benar melanjutkan karya tulis ilmiahnya meski giginya masih kambuh. Ia berusaha sekuat tenaga dan mencurahkan segala idenya untuk menyelesaikan tugasnya itu. Malam itu Putri benar-benar begadang sampai nyaris tidak tidur. Ia mulai mengerjakan karya tulis ilmiah dari jam setengah delapan malam hingga jam tiga pagi. Bagi Putri ini adalah rekor bagi dirinya bisa menyelesaikan setengah karya tulis ilmiah hanya dengan semalaman. Ia berterima kasih kepada Allah yang telah menguatkan dirinya sampai bisa menyelesaikan karya tulis ilmiahnya ini. Atas anugerah Allah lah dia bisa menyelesaikannya.

~~~

Pagi itu, Putri kembali mengecek karya tulis ilmiahnya apakah ada yang perlu diperbaiki atau tidak. Sembari mengecek ia juga melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan sebagai persyaratan mengikuti beasiswa tersebut. Kebetulan hari itu dia berangkat kuliah siang jadi dia agak santai. Akan tetapi, ia tidak bisa sesantai yang dibayangkan. Meski ia berangkat kuliah siang namun tugasnya begitu banyak sebab dosen yang mengajar kelasnya hari itu kebanyakan berhalangan hadir sehingga diberikan tugas sebagai gantinya.

Permasalahan tidak sampai situ saja, setelah ia berhasil menyelesaikan karya tulis ilmiahnya Putri diuji dengan dia tidak bisa login ke PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) untuk mendapatkan surat keterangan tidak menerima beasiswa sebab pasword yang ia masukkan salah padahal ia yakin betul bahwa paswordnya itu. Hal tersebut juga sempat membuatnya pusing tujuh keliling karena hari itu adalah hari terakhir pengumpulan berkas-berkasnya. Putri juga sampai meminta temannya untuk login ke PTSP.

“Mba Dia boleh minta tolong?,” kata Putri ke salah satu temannya di kampus.
“Apa put?.”

“Ini mbak, aku kan ngga bisa login PTSP, nah minta tolong Mbak Dia login apakah bisa?.”

“Oalah…mau urus apa kamu?,” tanya terheran-heran kepada Putri.

“Mau urus surat keterangan tidak menerima beasiswa mbak.”

“Oalah….oke, bentar tak cobak e.”

“Oke.”

“Kalau pakai nim dan paswordku bisa login, tapi kalau pakai nim dan paswordmu nggak bisa login.”

“Yah…kok bisa begitu ya…masa paswordku salah si, kan sudah tak coba semuanya,” kata Putri dengan rasa agak kecewa.

“Coba ke PTSP aja put, tanyain, kenapa kok ga bisa login,” saran Mbak Dia kepada Putri.

“Oke, nanti sekalian temenin ya mbak, hehehe.”

“Iya, boleh. Nanti selepas kuliah kan?.”

“Iya mbak, terima kasih ya.”

“Iya, sama-sama.”

Jam telah menunjukkan pukul tiga sore. Setelah kuliah selesai, Putri ingin bergegas ke PTSP untuk tanya mengenai pasword yang terus-terusan salah sehingga tidak bisa login sekalian ia mengumpulkan karya tulis ilmiahnya dalam bentuk hardcopy. Akan tetapi, hal tak terduga terjadi, teman Putri Mbak Dia tiba-tiba ada urusan mendadak. Putri yang melihat situasi demikian tentu saja tidak enak kalau harus minta menemaninya ke PTSP.

“Duh…bagaimana ya…Mbak Dia udah ada urusan sendiri, masa aku ngrepotin terus sih… yaudahlah urus sendiri aja deh. Ingat put ini dunia perkuliahan,” gumam Putri dalam hatinya seraya memberanikan dirinya untuk ke PTSP sendirian.

Putri memang seorang pemalu dan bisa dibilang dia introvert. Ia selalu khawatir jika bertemu dengan orang-orang baru. Namun, sudah sejak lama ia mencoba menghilangkan rasa demikian tapi masih tetap saja begitu. Akhirnya Putri berusaha memberanikan dirinya untuk mengumpulkan karya tulis ilmiahnya sendirian karena memang waktu yang tersisa hanya tingga hitungan jam saja. Ia ke PTSP dan mengumpulkan karya tulis ilmiahnya serta menanyakan perihal pasword yang tidak bisa digunakan untuk login.

Alhamdulillahnya hari itu juga ia bisa login ke web PTSP dan mencoba untuk melengkapi berkas-berkasnya. Namun baru saja tenang, tiba-tiba web PTSP nya tidak bisa di buka lagi sesampainya di rumah. Entahlah ia kembali bingung karena persyaratannya kurang surat keterangan tidak menerima beasiswa, akhirnya ia pun pasrah.

“Padahal kurang surat keterangan tidak menerima beasiswa saja, tapi kok ya web PTSP nya nggak bisa diakses, emm mungkin karena sudah mendekati jam pulang kerja kali ya”.

Keesokan harinya akhirnya ia mencoba login kembali tapi masih saja tidak bisa dan akhirnya ia coba siangnya alhamdulillah bisa dan ia akhirnya segera menyelesaikannya. Setelah Putri mendapatkan surat keterangan tidak menerima beasiswa akhirnya ia melengkapi berkasnya dan kemudian submit dengan perasaan pasrah sebab pengumpulan berkas-berkasnya terlewat dari jadwalnya. Ia hanya bisa banyak-banyak berdo’a supaya bisa lolos seleksi. Ia sudah siap menerima segala konsekuensinya.

~~~

Siang itu, Putri baru mengerjakan tugas kuliahnya, di semester tiga ini ia memang sangat disibukkan dengan tugas berupa project yang membutuhkan ide dan juga usaha ekstra untuk mengerjakannya. Saat ia sedang fokus mengerjakan tugas tiba-tiba notif handphonenya berbunyi. Notif itu sangat mengagetkan dirinya.

“dreet drettt (suara notif whatsapp berbunyi). Putt, lolos Putt, Alhamdulillah.”

“Apanya yang lolos Sep?,” Putri sangat terheran-heran atas kabar yang dibawa oleh temannya ini.

“Beasiswa.”

“Siapa? Sudah diumumkan kah?,” Putri masih bingung tentang berita yang dibawa temannya.

“Kita,” Sephiya juga melampirkan file berupa data mahasiswa yang lolos seleksi beasiswa.

Putri membuka file pengumuman dengan hati yang berdegup kencang.

“Alhamdulillah……,” kata yang sontak terlintas dipikiran Putri, Ia sempat tak bisa berkata-kata apa pun, air matanya seketika tumpah.

Putri tak menyangka bahwa ia akan lolos beasiswa ini mengingat karya tulis ilmiah yang dibuat pasti masih jauh dari kata sempurna sebab setengah dari pengerjaannya hanya semalaman. Apalagi telatnya pengiriman berkas pendaftaran kemarin membuat Putri hanya bisa pasrah apa yang akan terjadi. Namun takdir berkata lain, Allah menyiapkan takdir yang begitu indah buatnya. Kejadian yang tidak ia sangka-sangka. Keinginan yang selama ini ia impikan tercapai. Meski beasiswa ini hanya dapat satu kali saja namun, hal tersebut tetap membuat ia dan kedua orang tuanya bangga. Allah memang Maha Baik, tiba-tiba aku ingat arti surat Al Insyiroh ayat 5 yang memiliki arti “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Setiap kesulitan yang dialami manusia pasti ada jalan kemudahan yang akan didapatkan asalkan kita mau berusaha dan berdoa.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *