Perjanjian Rahasia – Cerpen Syahidah Fauziah, S.Pd.I., S.Pd, Gr.

puisi guru

Perjanjian Rahasia
Karya: Syahidah Fauziah, S.Pd.I., S.Pd, Gr.


Namaku Syahidah Fauziah, Guru mata pelajaran Akidah Akhlak sekaligus wali kelas 8B di sebuah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Favorit di kotaku. Sudah 5 tahun aku mengajar di sini. Keinginanku menjadi seorang guru mungkin awalnya karena mengikuti pekerjaan ayahku sebagai guru SD di Desa Tamban, Barito Kuala, sedangkan ibuku sendiri sebagai pedagang sembako di rumah. Aku mempunyai dua kakak laki-laki yang lucunya juga mengikuti pekerjaan orang tua kami. Kakak pertama Abdul Syahid sebagai pedagang dan kakak keduaku Fauzan Abdi sebagai guru MTs. Sekarang kami terpisah jarak karena aku ngekos di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, tetapi itu tidak menghalangi kami untuk sering berkomunikasi.

Tahun 2023

“Baiklah Anak-anak sampai di sini pelajaran kita, jangan lupa dibaca kembali materi tentang Asmaul Husna, minggu depan kita akan belajar tentang perilaku yang bisa kita teladani dari Asmaul Husna dan jangan lupa untuk selalu melaksanakan Sholat juga berkata-kata baik, karena sholat mencegah kalian dari kemungkaran sedangkan berkata baik akan selalu memberikan energi positif di dalam kehidupan kita,” ucapku setiap kali selesai pelajaran, pasti kuingatkan semua siswa untuk melaksanakan sholat dan berkata baik.

“Baik bu!” sahut seluruh siswa dan siswi, kami pun berdo’a sebelum pulang.

Aku memasukkan buku Akidah Akhlak ke dalam tas dan menuju kantor sekedar duduk dan makan cemilan yang disediakan untuk para Guru. Bunyi WhatApp dari nomor yang kukenal baik yaitu siswa alumni 3 tahun silam di madrasah ini membuatku tersenyum karena selama ini aku selalu berkomunikasi dengannya.

Zidan
Alhamdulillah, Bu. Saya menjadi juara 1 nasional lomba bercerita dan menulis puisi di Jakarta, mungkin jurinya mulai lelah ya bu hehe

Demikian canda Zidan, kubalas pesan Zidan dengan tulisan singkatku.

Aku
Selamat ya, Nak. Ibu bangga padamu.

Aku teringat buku perjanjian rahasiaku dengan siswa yang satu ini, kucari buku tersebut di dalam laci meja, buku tebal yang sudah diisi dengan tulisan siswa unik yang pernah kutemui. Zidan, siswa yang dulunya termasuk siswa yang “ter” di kalangan guru-guru, predikat terusil dan terunik disematkan padanya.

*******

Tahun 2020
“Bu saya mau melaporkan, Zidan hari ini mencoret 2 buku siswi di kelas 8B, mereka yakin itu tulisan Zidan karena ada yang melihat dia menulis,” lapor Adiba, ketua kelas 8B sambil menyerahkan buku keusilan coretan Zidan.

Aku sebagai wali kelas mereka tentu menjadi tempat mengadu setiap kali ada permasalahan di dalam kelas. Kulihat isi tulisannya sambil mengerutkan dahi, ‘Bagaimana membuat nasi kuning yang enak sesuai kesukaan Zidan?’.

“Apalagi alasan dia kali ini?” batinku menarik nafas panjang.

Ya Zidan adalah salah satu siswa di kelasku. Ayahnya sudah lama meninggal, dia tinggal berdua dengan ibunya yang berjualan nasi kuning khas Kalimantan Selatan. Anaknya aktif dan ceria tetapi terkadang usil bahkan bicaranya juga di atas imajinasi teman-temannya. Pernah suatu hari dia datang terlambat ke madrasah di saat aku mengajar, sambil meminta maaf dia bilang baru saja membantu penguburan. Aku mengizinkan dia masuk sambil mengucapkan bela sungkawa. Kutanya siapa yangmeninggal, katanya keluarga dekat, aku heran kenapa dia masih bisa santai ke madrasah padahal dia bisa saja izin tidak masuk hari ini. Istirahat madrasah aku menelpon ibunya menanyakan siapa yang meninggal, ibunya bingung dan menjelaskan yang dilihatnya pagi tadi hanya Zidan yang sibuk mengubur 3 tikus mati “korban” perangkap yang dipasangnya tadi malam.

“Maaf ya, Bu. Anak saya jadi terlambat gara-gara sibuk mengubur tikus, katanya tadi akan minta izin ke ibu,” ucap ibunya meminta maaf bercampur malu.

Ya ampun anak ini ada-ada saja.

Pernah juga Zidan mencoret-coret meja teman sekelasnya Afandi, kupanggil dia dan jawabannya di luar perkiraaanku.

“Ada tulisan yang kurang bagus di situ, Bu. Daripada menambah dosa yang melihat, lebih baik saya ganti dengan tulisan lain,” jawabnya santai.

Dan tulisan di meja temannya diganti dengan ‘bila kamu memaki meja ini, dia akan meminta pertanggungjawabanmu kelak di akherat’. Unik sekali anak ini pikirku. Zidan tidak kumarahi tetapi kuingatkan dia untuk tidak bertindak sendiri dan melaporkan dulu kepadaku, karena itu termasuk properti madrasah.

Sekarang Zidan duduk bersamaku di kantor, berdua saja yang mana seluruh guru dan siswa sudah pulang. Kukasih dia kue bingka sisa makanan di kantor. Kutanyakan keusilannya hari ini, dia sambil memakai kue bingka menjawab….

“Ibu pernah tidak dulu sewaktu madrasah, buku pelajaran Matematika ibu tidak ada catatan sedikit pun?” tanyanya menatapku.

“Ya tidaklah, pasti kita mempunyai catatan di setiap mata pelajaran apalagi Matematika,” bingungku.

“Nah itu Bu alasan saya, Dini dan Selvi itu setiap kali pelajaran Matematika tidak pernah mencatat apa pun, Bu. Bagaimana dia bisa pahamkan ya? Daripada kosong lebih baik saya isi sama resep masakan bu?” jawabnya, membuatku tersenyum sambil geleng-geleng kepala mendengar jawabannya kesekian kali yang unik.

“Zidan, dengarkan ibu baik-baik. Apa yang kamu lakukan ini sebenarnya mempunyai niat baik, tetapi tetap ibu tidak membenarkan kamu menulis buku yang bukan milik kamu tanpa izin. Kamu anak yang pintar, Zidan. Sayangnya itu tertutupi oleh keusilanmu. Ibu punya tantangan untuk kamu. Bagaimana kalau setiap kali kamu ingin mengusili teman atau sekedar ingin menegur teman yang salah, kamu tulis di buku ini, terserah kamu mau tulis apa, setelah selesai taroh di atas meja ibu kembali. Ibu akan memberikan nilai bahkan mungkin kue bingka bila tulisanmu menarik hati ibu. Anggap saja ini perjanjian rahasia kita karena ibu tidak akan memperlihatkan kepada orang lain,”

Kuberikan dia penawaran sambil menyerahkan buku tebal yang masih kosong, kulirik kue bingka di meja sudah ludes, pasti Zidan menyukainya pikirku.

Mata Zidan berbinar sambil tersenyum, dia mengangguk tanda setuju.

“Siap, Bu. Akan Zidan terima tantangan Ibu dan jangan lupa kue bingkanya ya, Bu…hehe,” jawabnya dengan mantap.

Kami bersalaman tanda kesepakatan sudah dimulai, anak itu pun pulang mengayuh sepedanya dengan semangat.

Sejak adanya kesepakatan itu, Zidan tidak pernah menjahili temannya lagi dan perjanjian rahasia kami tetap berjalan dengan baik, ya Zidan menuangkan segala keinginannya untuk usil di buku yang sudah kuberikan. Terkadang dia menulis puisi, pantun atau cerita luapan isi hatinya, bahkan terkadang Zidan ingin membacakan langsung di depanku.

Anak ini mempunyai bakat menulis dan membaca puisi. Apabila ada lomba menulis dan membaca puisi pasti Zidan selalu kuikutkan. Zidan sering menyabet juara 1 dan 2. Syukurlah Zidan bisa kuarahkan 2 tahun di madrasah ini. Sampai akhirnya dia lulus dengan predikat siswa teladan.

*******

Kubaca kembali tulisan Zidan sampai di halaman terakhir, sebuah puisi yang diperuntukkan kepadaku di hari pengukuhan kelas IX berjudul Perjanjian Rahasia.

Perjanjian Rahasia
Perjanjian itu sebentar lagi akan usai
Di telan waktu dan menit
Tak terasa 2 tahun berjalan begitu singkat
Awalnya aku berfikir buat apa ini?
Ternyata menumbuhkan semangatku dan mengasah bakatku yang terpendam
Aku senang menuliskan isi hatiku di buku ini
Karena beliau mengajariku berlatih menemukan bakatku
Stttttts…tapi ini hanya boleh diketahui aku dan guruku
Terimakasih Bu, aku akan selalu membanggakanmu

Zidan

*******

Zidan adalah satu dari sekian banyak siswa unik yang mungkin akan kutemukan lagi dan lagi. Bertemu dia mengajarkanku untuk tak mudah menyerah menyerah dalam membimbing anak didik, ikhlaskan hati atas kekurangan dan carilah selalu kelebihan mereka.

Sebagai guru, aku pun punya impian. Kuingin mengubah yang orang lain anggap sebagai kekurangan anak didik menjadi kelebihan. Zidan adalah bagian dari impianku dan di tahun 2023 ini masih banyak Zidan lainnya menungguku.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *