2023: Jangan Menyerah Gapai Impian
Karya: Amelia Ayu Permata
Di Februari 2023, impian seorang anak perempuan ini adalah menggapai cita citanya dan tentunya ingin membahagiakan orangtua. Tapi jika keduanya terhambat karena perekonomian, lantas bagaimana itu tergapai. Anak perempuan itu adalah Kejora, siswa kelas 12 yang bingung dengan masa depannya. Dia sadar akan perekonomian orangtua tapi disisi lain dia juga ingin meraih impiannya menjadi seorang guru. Sedangkan untuk menjadi guru, minimal harus berkuliah S1.
“Ra, nanti kamu kalau udah lulus mau kuliah dimana?” tanya Tika, sahabat Kejora.
Kejora hanya terdiam & melamun tanpa memperdulikan Tika yang tadinya bertanya.
“Ra, kok malah ngelamun,sih?” ucap Tika sambil menarik tangan Kejora.
“Ehhh iya, Tik, kenapa?” sahut Kejora bingung melihat Tika yang menatapnya tajam.
“Kamu ya, Ra, dari tadi diajak ngomong gak nyambung. Mikirin apa sih, Ra. Kaya orang kebanyakan utang mikir cicilan aja,” ceplos Tika.
“Gapapa kok, Tik. Ehh aku pulang dulu, ya, mau bantuin ibu. Daaa…” Kejora yang beranjak dari tempat duduknya lalu pergi begitu saja meninggalkan Tika.
Kejora berjalan memasuki rumah, melihat ibunya yang duduk manis di meja makan. “ Ibu kok tumben udah pulang dari sawah? Padahal kan Kejora baru mau nyusul, Bu ” ucap Kejora pada ibunya yang bernama Siti.
“Udah, Nak, udah selesai kerjaannya. Kamu nggak usah mikirin ibu, itu udah tugasnya orangtua buat kerja. Kamu fokus aja sama sekolah, kan bentar lagi mau lulus, Nak,” ujar Siti, Kejora hanya tersenyum menatap ibunya. “Ohhh, iya, Nak, nanti kalau udah lulus rencana kerja dimana?”
Deggg… Raut wajah Kejora berubah, pertanyaan seperti itu membuatnya bingung karena dia ingin sekali lanjut berkuliah. Menata impiannya dan membanggakan orangtua dengan masa depannya yang cerah.
“Buk, Kejora pengen banget lanjut kuliah. Kejora masih pengen belajar.” Kejora yang mencoba memberanikan diri untuk berbicara pada ibunya. Kejora merasa bersalah baru berbicara tentang keinginannya itu. Kejora tak tega jika harus terus terang seperti ini. Benar saja, raut wajah Siti seketika berubah sedih. Kejora merasa bersalah, hal ini lah yang membuat Kejora takut, menambah kesedihan orangtua.
“Maaf,ya, Bu, Kejora gatau diri ya minta sekolah tinggi tinggi. Maafin Kejora, Bu. Yaudah, Kejora ke kamar,ya,” ucap Kejora. Sebelum melangkahkan kakinya, dia ingat dan mengambil sesuatu di dalam tas nya. “Ini surat dari sekolah, Bu. Aku lolos siswa eligible dan bisa pilih buat masuk PTN lewat prestasi. Tapi ibu gausah khawatir, tanda tangan ga setuju gapapa kok, Bu. Ibu jangan sedih, ya. Kejora ke kamar dulu,” tambah Kejora dengan senyum yang menyimpan kesedihan di matanya.
Kejora terdiam menatap plafon di kamarnya, memikirkan masa depannya, impiannya, dan cita citanya yang mungkin tak bisa digapai. Kejora tak menyerah begitu saja, tiba tiba ada rasa muncul keinginan mencari tau info tentang beasiswa. Siapa tau dengan itu bisa membantunya lanjut di dunia perkulihaan. Kejora meraih handphone nya lalu scroll sosmed untuk mencari berbagai info info tentang kuliah. Dia sangat bertekad untuk menggampai impiannya itu.
“1 desa 2 sarjana?” ucap Kejora setelah membaca sebuah poster di handphone-nya. “Jika aku mendaftar apakah aku bisa lanjut kuliah, ya, “ tambahnya. 1 desa 2 sarjana salah satu program beasiswa yang ada di kabupaten tempat tinggal Kejora, dimana anak yang memiliki prestasi dan pereknomiannya kurang bisa mendaftar.
“Aku coba aja deh siapa tau keterima.”
Kejora yang sekarang duduk manis di kelas, menatap lembaran buku yang tertumpuk di mejanya. Melamun sambil mengerjakan beberapa tugas yang diberikan. Sedangkan yang lain sudah beramburan keluar untuk pergi ke kantin karena jam istirahat udah tiba.
“Ra, kenapa kamu belum ngumpulin surat yang kemarin. Padahal teman-teman udah pada ngumpulin. Masih bingung ya, Ra, mau lanjut apa enggak?” Tanya Tika.
“Kata ibu kumpulin besok aja pas deadline,” jawab Kejora. “Mungkin ibu kasihan aja sama aku. Surat teman teman pada setuju, punya aku enggak. Padahal aku mah gak papa sih, Tik,” tambah Kejora sambil tersenyum. Senyum yang menyimpan kesedihan.
“Kamu gak coba cari beasiswa gitu. Jangan nyerah katanya mau jadi guru, Ra.”
Kejora hanya tersenyum menatap temannya, sedangkan yang di tatap tak tega melihat Kejora yang menyimpan kesedihan di matanya. Tika tau perekonomian keluarga Kejora seperti apa. Itu sebabnya dia juga tau penyebab kesedihan temannya itu.
Kejora membuka hp nya, tiba tiba muncul notif dia lolos untuk wawancara beasiswa yang dia daftarkan minggu lalu. Seketika senyumnya mengembang dan berdiri begitu saja menarik Tika dengan histeris. “Tik, aku dipanggil buat wawancara beasiswa.”
“Beneran? Kamu daftar beasiswa? Kamu lolos tahap selanjutnya? Kok bisa, sih? Kenapa gak bilang bilang?” cerocos Tika beruntun sambil tersenyum lebar. “ Tapi yaudah semoga nanti lolos, ya. Jangan lupa persiapan buat apa aja yang perlu disiapkan pas wawancara.”
“Okee, Tika, makasih banyak, ya.”
Kejora berlari menuju rumah dengan senyum yang begitu sumringah. Tak memperdulikan orang orang yang menatap aneh di sekitarnya. Tujuannya sekarang hanya ingin memberitahukan orantuanya bahwa dia lolos beasiswa.
“Assalamu’alikum, Bu.”
“Wa’alaikumussalam, kenapa kamu lari lari sambil senyum senyum kaya gini, Nak?” Tanya Siti heran.
“Aku tadi habis wawancara beasiswa dan aku lolos, Bu. Aku bisa ngelanjutin kuliah tanpa mikirin bayar uang UKT, Bu.”
“Serius kamu, Nak?” Kejora mengangguk. “ Alhamdulillah, Nak. Padahal ibu tadi mau nyerahin ini ke kamu. Ibu udah tandatangan setuju buat kamu lanjut kuliah. Ibu akan usahin buat kamu lanjut. Tapi ada takdir yang tak terduga, Nak.”
Kejora menatap ibunya berbinar, “ Maaf ya, Bu, Kejora mikir ibu gak akan bolehin aku buat kuliah. Padahal ibu rela ngelakuin itu karena aku. Maafin Kejora, ya, Bu.”
“Udah, kamu kan udah dapat rezeki dari Allah, udah gausah sedih lagi. Kamu fokus aja belajar semoga nanti bisa lolos di PTN yang Kejora impikan.”
“Aamiin, makasih, ya, Bu.”
Hujan deras yang mengguyur tubuh 2 anak perempuan sama sekali tak menganggu kesenangan keduanya. Kejora dan Tika berlari keluar gerbang sekolah, bergandengan tangan dan menikmati derasnya hujan.
“Alhamdulillah, kita lolos di PTN impian kita , Ra. Walau beda jurusan nanti kita harus tetap sama sama, ya.”
“Alhamdulillah. Semoga kita bisa gapai impian kita masing-masing.”
“Semoga kamu nanti bisa jadi perawat ya, Tik,” do’a Kejora.
“Dan semoga kamu nanti bisa jadi guru,” sahut Tika.
Keduanya masih berlari dan menyanyi di jalanan yang sepi. Derasnya hujan sama sekali tak menganggu keasikan keduanya. Ini bukan akhir dalam perjalanan mereka. Melainkan awal dari mereka dalam meraih impiannya. Awal dari mereka menjadi orang yang lebih bermanfaat. Dan awal dari mereka menghadapi tantangan baru.
Orangtua dan teman sangat mendukung cita cita Kejora. Kalau kata mereka, “Apapun cita citamu orangtua akan selalu mendukung.” Itulah yang membuat Kejora bertekad untuk bisa sukses. Agar mereka bangga dan menerima apa adanya. Mungkin sebelumnya mereka tak yakin dengan profesi guru yang sama sekali tak merdeka. Tapi semakin kesini mereka sadar bahwa bukan cuma uang yang harus didapat tapi kebermanfaatnya bagi orang lain.