Aku, Tetap Seorang Guru
Karya: Alviyatun Ni’mah, S.Pd.
Matahari mulai nampak meski malu-malu. Kupanggul tas abu berisi laptop dan buku-buku mengajar. Bergegas kupakailah helm Cargloss berwarna krem dan melajulah aku dengan sepeda motor kesayanganku. “Huaftttt, kenapa hari ini aku mengantuk sekali ?” Kataku sembari tetap melaju pelan dengan kecepatan 40 km/jam. Sekolah tempatku mengabdi berjarak 15 km dari rumahku. Sudah hampir 4 tahun aku mengabdikan diri sebagai guru matematika honorer SK Kepala Sekolah di sana. “Selamat pagi, Bu !” sapa seorang siswa di gerbang sekolah. “Selamat pagi mbak !” Balasku. Kubergegas menuntun sepeda motorku memasuki gerbang sekolah dan memarkirkan sepeda motor di parkir guru. Sekolah tempatku bekerja memang membiasakan siswanya untuk menuntun sepeda motor ketika memasuki gerbang sebagai wujud sopan santun. Begitu juga sebagai guru, tentu harus bisa menjadi teladan meski sesederhana ikut menuntun motor. “Selamat pagi, Bu !” Sapaku pada seorang guru yang sudah berdiri piket menjaga gerbang pagi. Hari ini adalah piketku juga. Menyapa dan mendisiplinkan siswa sebelum memasuki kelas.
“Mari Bu !” Sapa seorang siswa laki-laki sembari menuntun sepeda hitamnya yang terlihat lusuh. “Ya Alloh masih ada ya siswa yang mau memakai sepeda ke sekolahnya di antara semua rekannya yang semuanya menggunakan sepeda motor. Aku yakin kelak akan jadi seorang anak yang berhasil” Batinku dalam hati. Jam dinding menunjukkan pukul 07.00. Gerbang ditutup dan berjalanlah aku menuju ruang guru untuk mengambil tasku. Jam pertama ini aku sedikit repot, membawa laptop hingga speaker karena mengajar sejarah. Ya, tahun ini aku diminta untuk membantu mengajar sejarah dikarenakan jam matematika berkurang dengan pemberlakuan kurikulum merdeka. Aku mengajar 21 jam matematika dan membantu 4 jam sejarah. Sebenarnya sedikit berat. Bagaimana tidak ? Selama aku sekolah, sejarah adalah mata pelajaran yang paling tidak kusuka. Namun, di sini aku adalah seorang guru. Kewajibanku adalah terus belajar. Sebelum jam pelajaran sejarah tiba, kupersiapkan diriku dengan benar agar dapat menjadi selayaknya guru sejarah yang siswa butuhkan. Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, aku menjadi guru sejarah. Begitulah perjalanan, kuniatkan mengabdi di sekolah ini. Meski dengan status guru yang tidak jelas. Meski setiap tahun selalu miris bersiap untuk tergeser guru abdi negara.
Kreekkk…. Kubuka pintu kelas, dan kusapa siswaku dengan penuh semangat. Walau sebenarnya, aku sedang tidak percaya diri mengampu sejarah. “Selamat pagi semuanya!” Sapaku. “Pagi juga Bu Alvi.” Jawab semua murid bersamaan yang membangunkan ruan bahagia di hatiku. “Nanti saat Bu alvi melakukan presensi, kalian ucapkan kabar kalian satu per satu ya.” Ucapku sembari membuka lembar presensi. Aku selalu menyedikan waktu saat presensi untuk menanyai setiap siswa tentang kabar mereka, hobi mereka, perasaan mereka, atau mengecek kerapian baju mereka. Sebenarnya hanya ingin mengungkapkan rasa perhatian dan cara mendekatkan diri dengan mereka. Kulanjutkan pembelajaran sejarah yang sudah kurencanakan. Kebetulan kelas yang kuampu pagi ini adalah kelas dengan mayoritas siswa yang suka ramai. Dulu saat pertama kali mengenal kelas ini, aku pernah marah dengan sangat marah hingga menangis. “Hahaha !” Tawaku dalam hati setiap mengingat kejadian menangis di kelas saat itu. Aku memang guru yang berkepribadian suka menangis jika sangat marah. Karena kekuranganku itu, aku selalu berusaha bahagia dan menularkan kebahagiaan saat bersama siswa. Semenjak kejadian marah-marahku hingga menangis kala itu, kelas ini sekarang begitu manis. Meski ramai, aku sudah mulai memahaminya, mengenalnya, dan tentu mempelajari bagaimana menyesuaikan diri saat bersama mereka. Tentu tidak bisa kusamakan dengan kelas yang lain.
Jangan dulu lelah, yakin semua indah. Ponselku berdering, Bu Era menelponku. “Assalamualaikum Bu, ada apa ya Bu ?” Tanyaku. “Bu, tadi saya ke ruang kepala sekolah untuk meminta tanda tangan, kemudian Pak Kepsek meminta saya untuk memanggil Bu Alvi menemui beliau.” Jawab Bu Era. “Ada apa ya Bu kira-kira ?” Tanyaku. “Kurang tau ya. Bu Alvi langsung menemui saja sekarang.” Jawab Bu Era. “Baik Bu, terima kasih informasinya ya.” Jawabku. Kumatikan ponsel, kemudian kusampaikan kepentingan ini kepada siswaku. Kuakhiri pembelajaran kali ini dengan salam karena kebetulan waktu untuk sejarah sudah selesai. Kulangkahkan kakiku menuju ruang kepala sekolah dengan hati merasa tidak enak. “Ada apa ya, tumben Pak Kepsek memanggilku.”Tanyaku dalam hati.
“Begini Bu Alvi, saya ingin menyampaikan beberapa hal terkait status Bu Alvi di sekolah ini. Dari saya pribadi saya bingung harus memberikan solusi seperti apa karena memang belum ada regulasi untuk masuk dapodik sampai saat ini. Dari saya pribadi pun merasa memiliki beban moral kepada Bu Alvi karena sudah mengabdi namun, kami belum bisa memberikan status yang jelas. Jika memang Bu Alvi menginginkan status yang jelas atau dengan kata lain masuk dapodik, solusi dari saya adalah mencari sekolah swasta. Akan saya bantu mencarikan jika Bu Alvi berkenan untuk itu. Namun, jika memang Bu Alvi masih ingin mengabdi di sekolah ini, tentu saya persilahkan Bu. Namun kami belum bias menjamin atas status Bu Alvi.” Ucap beliau. Jika membahas mengenai statusku di sekolah memang aku merasa sangat tidak percaya diri berada di posisi ini. Menjadi guru honorer yang belum bias masuk di dapodik. Tahun lalu aku sudah mencoba mencari jalan dengan mendaftar PPG Prajab dan aku dinyatakan lolos untuk PPG di salah satu kampus yaitu Universitas PGRI Semarang. Namun, apadaya saat itu masa-masa yang sangat sulit, mertuaku kritis dan orangtuaku juga sakit. Tentu aku memilih dengan sangat berat untuk melepas kesempatan itu. Banyak yang menyayangkan keputusanku saat itu melihat nasibku yang tidak jelas. Namun aku yakin, Allah akan memberikan jalan lain untukku.
“Terima kasih Pak atas informasinya. Saya akan mempertimbangkannya untuk pindah atau tetap mengabdi di sekolah ini.” Jawabku dengan pelan. Kemudian aku pamit untuk kembali ke ruang guru. Tanganku gemetar, hatiku kembali tak karuan. “Ya Allah keputusan apa yang harus aku pilih. Apakah memang aku harus menyerah dan pindah di sekolah lain ? Ataukah aku tetap mengabdi di sini meski dengan status yang selalu dipertanyakan semua orang. Ya Allah, aku hanya ingin menjadi guru yang bermanfaat ilmuku.” Ucapku dalam hati. Satu tahun terakhir ini, aku merasa banyak yang memandangku dengan rasa prihatin dan kasihan karena nasibku yang belum jelas. Walaupun sebenarnya aku baik-baik saja karena memang niatku adalah mengabdi. Pikiranku sungguh berkecamuk kali ini, bukan karena statusku yang belum jelas. Namun, aku merasa menjadi beban untuk sekolah ini. Dua minggu berlalu. Aku mulai menerima bahwa aku memang akan mengabdi di sekolah ini sampai jasaku tidak dibutuhkan lagi. Sampai Allah meminta aku untuk mengabdi di sekolah yang lain. Niatku menjadi seorang guru, bukankah status itu nomor sekian jauh dari niat sebuah pengabdian. Aku memang berjuang menjadi guru dengan status yang jelas, namun selagi aku masih dibutuhkan di tempat ini. Aku juga akan berjuang untuk mengabdi dengan sesungguhnya pengabdian.
“Seleksi CASN 2023 sudah pengumuman formasi, coba kamu cek formasi Dek!”Ucap suamiku. Kubuka ponselku dan kusimak satu demi satu formasi yang bisa kuikuti dengan posisi tanpa sertifikat pendidik dan belum masuk dapodik. Kutemukan satu formasi yang sesuai dengan jurusanku dan bisa kuikuti dengan statusku. “PPPK Teknis Formasi Umum Guru Matematika Kanwil Kemenag Jawa Tengah ada 8 formasi umum mas !”Ucapku sumringah. “Ikuti saja, siapa itu itu adalah rezekimu!”Jawab suamiku. Semenjak pengumuman itu kupersiapkan dengan sungguh-sungguh kesempatan mengikuti PPPK yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Pendaftaran administrasi selesai kulakukan. Tinggal menunggu pengumuman apakah aku bisa lolos administrasi dengan statusku. Setiap hari kujalani seperti biasa, mengajar dengan bahagia. Bertemu dengan siswa dengan bahagia. Aku tidak ingin menyesal dengan melewatkan kesempatan membahagiakan siswa-siswaku selama aku masih mengabdi di sini. Entah nanti aku akan berpindah dari sekolah ini atau tetap mengabdi di sini. Aku tidak ingin melewatkan ksempatan untuk membahagiakan siswaku. Bagiku yang terpenting, dimanapun kakiku diberi kesempatan untuk berpijak. Di situlah aku harus melakukan dengan sebaik-baiknya. Baik itu mendapat penghargaan atau tidak, baik itu memiliki jabatan atau tidak.
ANDA DINYATAKAN LOLOS ADMINISTRASI. “Alhamdulillah satu kesempatan yang belum pernah aku dapat akhirnya dimulai. Aku akan berusaha semampuku untuk kesempatan ini.”Batinku dalam hati. Setiap hari kupelajari materi yang harus dipersiapkan untuk seleksi kompetensi teknis CASN Kemenag. Berhasil atau tidaknya nanti itu rezeki. Namun usaha itu
kewajiban. Jika dikumpulkan, coretanku sudah hampir satu buku. Aku benar-benar merasa harus berjuang untuk kesempatan ini. Demi diriku sendiri, demi sekolahku agar tidak terbebani moral dengan adanya diriku. Satu-satunya guru yang belum masuk dapodik.
Seleksi kompetensi teknis sudah tiba. Saat itu, aku mendapat tempat di Graha Jendral Ahmad Yani satu tempat dengan Bandara Ahmad Yani Semarang. Hari Selasa tepatnya, aku diantar suamiku untuk berjuang. Pesan ayahku, sebelum mengerjakan usahakan berwudhu, dan bacalah sholawat sebanyak-banyaknya di setiap ingat saat mengerjakan. Seleksi berjalan selama 120 menit dan aku sudah berjuang. Terpampang di layar monitor skor kompetensi teknis 280, kompetensi manajerial dan sosiokultural 166, wawancara 31 dengan total seluruhnya 477. La haula wala quwwata illa billah. Setelah tes ini ada tes kedua yaitu SKTT (Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan) moderasi beragama khusus untuk CASN Kemenag. Kembali menunggu jadwal pengumuman untuk kesempatan mengikuti SKTT moderasi beragama sembari tetap belajar mempersiapkan tes tersebut. Alhamdulillah, aku punya kesempatan untuk mengikuti SKTT Kemenag. Tesnya dilaksanakan di Kementrian Agaman terdekat dari domisili. Waktu itu kupilih Kantor Kementrian Agama Kabupaten Rembang. Kurang begitu memuaskan hasilnya, skorku 123 sedangkan skor sempurna 180. Namun, aku sudah berusaha semaksimal yang aku mampu. Urusan hasil jika memang rezeki, pasti aku akan lolos. Jika memang belum pasti aka nada kesempatan yang lain lagi. Sebenarnya ini hanya kata-kata menenangkan diri sendiri. Hehe.
“Bu Alvi sudah mau pindah ke Kemenag ya Bu ?” Tanya salah satu rekanku. “Belum, Pak pengumumannya masih minggu depan. Mohon doanya saja ya pak.”Jawabku. Kabar tentangku begitu cepat menyebar di sekolahan. Tapi biarkanlah bukankah itu baik, semakin banyak yang mendoakan. Meski mentalku yang terkadang sedikit tidak enak. Pengumuman tiba, aku tidak berani membacanya sungguh. Kubiarkan suamiku membuka link casn dan membuka akunku. Alhamdulillah.
ANDA DINYATAKAN TIDAK LOLOS. Suamiku memelukku, sembari mengucapkan “Yang sabar ya dek, pasti ada rezeki yang lain.” Aku benar-benar tidak kecewa sedikitpun saat itu karena aku sudah berusaha maksimal jadi tidak ada yang mengecewakan bagiku. Kubuka lampiran pengumuman. Formasi umum guru matematika yang kuikuti memiliki peserta 601, dengan 8 yang diambil aku peringkat ke 30. Masuk kateori P namun ya memang tidak penempatan. Bismillah, kuniatkan diriku untuk mengabdi di sekolahku hingga jasaku tidak lagi dibutuhkan di sana dan dibutuhkan di tempat lain atau Allah memberikan kesempatan untukku PPG Prajab kembali atau ada kesempatan kembali untuk mengikuti seleksi. Bukankah aku tetap seorang guru yang menularkan ilmu di mata siswaku.
Pagi ini, matahari cerah sekali. Hari Jumat, waktunya untuk kerja bakti bersama anak waliku serta pembinaan wali kelas. Kulangkahkan kakiku menyapa mereka. “Assalamualaikum.” Salamku. “Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Bu Alvi. Selamat ulang tahun ya Bu. Kami menyayangimu. Terima kasih sudah dengan sabar mendampingi kami. Terus damping kami ya Bu. Jangan pindah hingga kami lulus ya Bu. Semoga Bu alvi sehat selalu.” Ucap segerombolan siswa sembari menyodorkan sebuah kue untukku. “Ya Allah kurang bersyukur apa diriku, memiliki siswa yang sangat menyayangiku dan mengharapkan kehadiranku. Apa lagi yang harus kukeluhkan ? Bukankah ini lebih dari cukup untuk menjadi alasanku terus mengabdi ?” Ucapku dalam hati.
KH. Maimun Zubair berkata “Yang paling hebat dari seorang guru adalah mendidik dan rekreasi yang paling indah adalah mengajar. Ketika melihat murid-murid yang menjengkelkan dan melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya, namun hadirkanlah gambaran bahwa diantara satu dari mereka kelak akan menarik tangan kita menuju surga.”
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dan aku adalah guru tanpa tanda. Menjadi guru adalah sebuah pengabdian baik diakui atau belum diakui. Guru adalah pendidik yang kehadirannya sangat berpengaruh untuk generasi bangsa. Rasa cinta dan tulus ikhasnya menjadi modal terbesar kebahagiaan serta kesuksesan seorang siswa. Saya bangga menjadi guru meski seorang guru tanpa tanda.
satu Respon
Terima kasih atas inspirasinya Bu. Memang menjadi guru yang terpenting adalah niat kita.