Antara Mimpi dan Cita-Cita – Cerpen Misnawaty, S.E.

puisi guru

Antara Mimpi dan Cita-Cita
Karya: Misnawaty, S.E.


Hai, aku seorang pendidik yang menurutku tersesat di jalan yang benar, iya tersesat di jalan yang benar. Bagaimana tidak seperti itu, dengan latar belakang pendidikan sarjana ekonomi, harapanku dulu, ya bekerja di perusahaan dengan posisi menjadi paling tidak, ya seorang administasi kantoran atau yang muluk-muluk seorang akunting. Ya, sebenarnya hampir saja ku raih hal tersebut sebelum aku menikah, aku sudah bekerja selama sembilan tahun di sebuah showroom dengan menjejaki karier awalnya dari seorang SPG, kemudian menjadi kasir, lalu kepala kasir, dan beberapa bulan di bagian administrasi. Namun, setelah menikah semuanya harus kutinggalkan untuk mengikuti suamiku merantau di sebuah pulau yang mungkin tidak pernah ku impikan sebelumnya.

Menghayal enggak apalagi ku impikan, namun ternyata disinilah tempat di mana semua mimpi yang hampir sering sekali menjadi bunga tidurku dulu terwujud. Ya dulu ketika aku masih berada di kota kelahiran ku dan bekerja di tempat yang lama, sering sekali aku bermimpi ke sekolah dan terus sekolah, seolah aku tak pernah menamatkan pendidikanku, eh ternyata memang benar hingga saat ini, aku berangkat ke sekolah setiap hari, kecuali hari libur tentunya ya. Namun bukan sebagai siswa juga tentunya, tepatnya sebagai seorang guru.

Awalnya aku hanya ingin tetap bekerja untuk membantu suamiku, dan juga agar tetap bermanfaat sehingga perjuanganku dulu selama kuliah sambil bekerja tidak menjadi sia-sia, dan sekaligus agar tetap dapat membantu orang tuaku di kampung, walaupun hanya bisa mengirim ala kadarnya, namun rasanya tetap bangga dan senang jika tetap bisa membantu, apalagi aku cukup jauh dari kampung dan tergolong anak yang terbiasa tidak manja, bahkan terkesan sedikit cuek dan tidak baper seperti anak perempuan pada umumnya yang tidak biasa jauh dari orang tuanya.

“Abok yakin ayuk bisa mandiri ya, karena memang selama ini sudah terlihat dari tamat sekolah sering kerja yang lumayan lama jauh dari rumah kan yuk”

“Iya bok, inshaAllah”

Itu ungkapan hati ibuku yang ku panggil abok, dan ayuk adalah panggilan sayang dari orang tua dan saudara-saudaraku, walaupun sebetulnya setelah mengantar kepergianku bersama suami ke bandara kedua mata ibu dan ayahku tak dapat menyembunyikan rasa sedih karena harus berpisah dengan anak perempuan tertua yang selama ini selalu ada saat dibutuhkan bantuannya, walau kadang sedikit terkesan sekuat batu karang. Dan bahkan sampai saat ini setiap mengantarku kembali ke bandara ketika aku selesai berlibur di kampung, ibuku ya, hanya ibu ku kini yang tertinggal karena ayahku berpulang kepada sang Khalik sekitar tujuh tahun setelah aku merantau di sini. Raut muka ibuku tetap sedih dan seakan tidak rela ku tinggalkan.

Aduh, sudah cukup jauh nech kisahku ini menjauh dari hal pokok yang seharusnya ku ceritakan, memang kebiasaanku seperti ini, sering ngelantur jika sudah menulis atau pun berbicara, ya, sama halnya ketika aku mengajar, sering sekali aku sangat bahagia jika hari itu aku mendapatkan tiga jam pelajaran di salah satu kelas, karena aku sangat puas menghabiskan waktu satu jam pelajaran untuk bercerita dengan murid-muridku.

Walaupun kadang jadi sedikit mengurangi waktu belajar, namun senang rasanya ketika mereka memberikan respon.

“Ya, belajar…jangan dulu bu, cerita lagi aja….baru mau seru nech ceritanya,,heheh”

Lagi…lagi…

Rasanya aku menjadi seperti artis sesungguhnya yang berada dipanggung dengan gemerlap lampu penyorot dan seluruh penonton berteriak…lagi..lagi…
Belum puas dengan penampilan yang diberikan…hehehe

Awalnya dulu aku hanya iseng melamar pekerjaan menjadi seorang guru matematika di sebuah sekolah dasar, karena sudah beberapa kali melamar pekerjaan di kantor dan bank, namun lamaranku ditolak karena aku sudah menikah, alasan mereka kalau sudah menikah, nanti hamil dan repot mau cuti hamil dan melahirkan.

“Mohon maaf bu, karena lowongan disini hanya untuk yang belum menikah”

“Baiklah pak, terima kasih”

Kalimat seperti itu yang selalu kudapatkan selama melawar pekerjaan.

Akhirnya secara tidak sengaja kulihat lowongan pekerjaan di sebuah surat kabar, iya dulu masih banyak surat kabar tidak seperti saat ini, berita rata-rata dengan mudah kita akses melalui media sosial jadi surat kabar sudah banyak ditinggalkan. Iya lowongan sebagai guru matematika. Ku beranikan diri mencoba dan akhirnya aku diterima. Namun tak lama mengajar aku hamil, dan karena kehamilan pertama biasanya cukup sulit dan butuh penyesuaian akhirnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan menjadi guru dan fokus pada kehamilan hingga melahirkan anakku.

Setelah melahirkan putra pertama ku, mimpi ke sekolah dan terus berada di sekolah semakin sering menjadi bunga tidurku. Hingga akhirnya setelah putraku ku rasa dapat kutinggalkan dan kutitipkan pada orang yang mau menjaganya dan kupercaya, ku putuskan menjadikan hal yang nyata bunga
mimpiku tersebut. Dan hingga saat ini aku sudah menjadi guru selama enam belas tahun, hampir seusia putra pertamaku.

Iya tahun 2023 ini adalah tahun ke enam belas aku menjadi seorang guru, dan mimpi-mimpiku ke sekolah sudah tak pernah lagi menjadi bunga tidurku, kini aku sangat sering sekali menularkan semangat untuk murid-muridku untuk mewujudkan apa yang menjadi impiannya. Dan memotivasi mereka untuk jangan takut bermimpi, karena dari sebuah mimpi kadangkala cita-cita itu dapat tercapai.

“Jadi ibu dulu punya banyak cita-cita ya bu?”

Bertanya salah satu muridku ketika aku menceritakan betapa dulu sebenarnya cita-citaku bukan menjadi guru.

“Iya nak, dulu sebenarnya cita-cita ibu mau menjadi perawat”

“Waw…mantap ya bu, ibu punya cita-cita merawat orang sakit ya”

Senyum manis ku kembangkan untuk menyenangkan anak didikku, karena hari ini tepatnya di akhir 2023 ketika ku tanya apa cita-cita mereka, ternyata masih ada yang belum punya cita-cita, sedih rasanya. Maka ku putuskan untuk menceritakan kisahku kepada mereka pada hari itu.

“Namun, cita-cita ibu tidak tercapai menjadi perawat, karena kurang pada syarat tinggi badan”

Tertawa salah satu muridku yang paling mungil diantara yang lain.

“Kemudian setelah tamat sekolah menengah atas ibu melanjutkan kuliah di universitas swasta di jurusan ekonomi namun sambil bekerja karena ingin menjadi seorang akunting”

“Ohhhhh” suara murid-muridku seirama selayaknya paduan suara yang sudah mempersiapkan latihan olah vocal berkali-kali.

“Setelah merantau ke sini, ibu malahan memutuskan menjadi seorang guru, dan hingga saat ini ibu ada dihadapan kalian menjadi salah satu guru yang mendidik kalian nak”

“Oh, jadi kita harus punya banyak cita-cita ya bu, walaupun nanti kita akan jadi apapun, yang terpenting kita harus punya cita-cita ya bu”

Kalimat penutup yang sangat keren keluar dari bibir salah seorang murid terpintar di kelas enam Mus’ab, sudah mewakili apa yang akan ku sampaikan.

Iya, mungkin sebagai seorang guru aku belum sempurna untuk para murid-murid ku, namun harapanku, aku akan terus menjadi salah satu guru yang mereka ingat ketika kelak mereka sudah mencapai cita-citanya, entah dimanapun kelak mereka berada.

Tagar:

Bagikan postingan

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *