Asa di Ujung Senja – Cerpen Fery Mulyadi, S.H.I

puisi guru

Asa di Ujung Senja
Karya: Fery Mulyadi, S.H.I


Teeet…, teeeet….teeeet…., terdengar suara dari getaran telepon genggam yang tergeletak di atas meja kerjaku. Kedua mataku langsung tertuju pada tombol hijau yang bergerak di layarnya. “Maasya Allah…. Pak Ahmad, Direktur Pendidikan Yayasan Al-Marwa Pekanbaru. Dia pimpinan yang sangat disegani di sekolahku, tempat ku mengabdi sebagi seorang pendidik. Kedudukannya setingkat di bawah pengurus Yayasan.

“Kenapa Pak direktur menelponku pagi ini?”, bisikku di dalam hati.

Tombol Hand phone langsung kutekan dan seketika terdengar suara lembut di ujung telepon sedanga menyapa telingaku. “Assalamualaikum, Pak Fery”, ujar suara yang sangat khas dan sudah kukenali sejak lama.

“Walaikum salam Pak, jawabku. “Maaf ya, Aku sudah menelpon pagi-pagi begini. Bagaimana khabar Pak Fery pagi ini? Dimana sekarang posisi Bapak?” tanya Pak Direktur yang juga guru paling senior dan di segani di Sekolahku.

“Alhamdulillah, Kondisiku sehat, Pak. Aku sedang di kelas saat ini, Pak. Seperti biasa, sedang memimpin kegiatan zikir pagi dan tadarus Al-Qur‟an bersama siswa”, jawabku lugas. Saat itu, Aku sebagai wali kelas memang sedang bertugas memimpin zikir pagi setiap hari di dalam Kelas X5.

“Apa yang bisa aku bantu, Pak?”, tanyaku balik penasaran. “ Apakah ada tugas yang mesti aku selesaikan, Pak?, tanyaku lagi. “Tidak ada tugas yang akan dilakukan hari ini, Pak. Aku hanya ingin Pak Fery menemuiku di Kantor Direktur har ini pukul delapan pagi. Tentu saja setelah zikir pagi bersama siswa. Apakah bisa, Pak?”, tanya Pak Direktur. “Baik Pak.Insya Allah, bisa Pak”, jawabku penuh semangat.

Setelah setengah jam berlalu, aku meninggalkan kelas dan segera berjalan menuju kantor Direktur Pendidikan yang berada tepat di lantai dua bangunan sekolahku. Sepanjang perjalanan aku bertanya pada diriku, “Kenapa diriku dipanggil Pak Direktur Pendidikan. Apa kesalahan yang telah aku lakukan? Atau apakah ada tugas yang terlalaikan dan tidak sesuai dengan target yang ditetapkan yayasn selama ini?”, tanyaku terus membatin.

Sekitar lima menit, akhirnya aku sampai di depan pintu kantor Direktur Pendidikan. Setengah gugup aku mulai mengetuk pintu dan mengucapkan salam. “Assalamu‟alaikum. Boleh aku masuk, Pak?”, ucapku degan suara agar terdengar bergetar. Jujur saja aku sedikit gugup berdiri di depan pintu.

“Walaikum salam, silahkan masuk, Pak Fery”, ujar seseorang di balik pintu. Suara dari Pak Ahmad, Direktur Pendidikan yang juga guru paling senior di sekolahku. “Silahhkan duduk, Pak”, kata Pak Direktur sembari menyalami tanganku dengan hangat. Beliau pun mengambil posisi di di Kursi yang posisinya tepat di depanku. Sekarang, kami sudah saling berhadapan.

“Pak Fery, Aku mohon maaf telah mengambil waktu Bapak pagi ini. Aku ingin bertanya dan mengkonfirmasi suatu laporan yang telah sampai kepadaku kemarin”, ujar Pak Direktur. “Oh ya.., laporan yang mana, ya Pak?‟ tanyaku dengan wajah penuh penasaran.

“Laporan penilaian akhir tahun kinerja guru dari Pak Burhan, Kepala SMA Islam As-Shofa yang juga pimpinan Pak Fery”, jawabnya lugas padaku. “Oh.. ya.. Pak. Apakah yang harus aku jelaskan?”, tanyaku lagi dengan nada santai

“Begini Pak. Sebagai Direktur Pendidikan, aku melihat kinerja Pak Fery tahun ajaran 2022 ini sangat bagus. Empat siswa sudah menjadi juara nasional di tangan bapak dalam lomba literasi tingkat nasional khususnya di bidang Karya Tulis Ilmiah (KTI)”, kata Pak Direktur.

“Seharusnya Pak Fery mendapatkan nilai A pada penilaian Kinerja akhir tahun sebagai guru di SMA Islam Al-Marwa. Akan tetapi, kenyataannya, kepala sekolah yng menjadi atasan Pak Fery hanya memberikan Pak Fery Nilai C. Apakah sebenarnya yang terjadi? Kenapa tidak ssesuai harapan dengan kenyatannya?”, tanya Pak Direktur.

Masya Allah, masalah nilai akhir tahun yang diberikan kepala sekolah untukku, ya Pak?”, ujarku sambil tersenyum. “ Iya, Pak Fery”, jawab Pak Direktur dengan cepat. “Apa yang bisa pak Fery jelaskan dalam masalah ini?”, tanyanya lagi.

“Baik, Pak. Mohon izin aku untuk menanggapinya. Aku tidak bermaksud untuk membela diri. Insya Allah, semua yang aku ucapkan ini berdasarkam fakta yang terjadi”, ujarku. Aku tidak bermaksud untuk membela diri atas semua kelemahannku, tetapi hanya untuk meluruskan pemberitaan yang sampai kepada Pak Direktur.

“Silahkan, Pak Fery. Ceritakanlah semua yang terjadi,‟ ujar Pak Direktur mencoba untuk meyakinkanku dengan semua yang diungkapkannya. “Begini, Pak. Aku menerima nilai C yang diberikan oleh Kepala SMA Islam Al-Marwa ini. Akan tetapi, aku senang dan bahagia. Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah, ujarku dengan nada yakin.

“Kok Begitu Pak?”, tanya Pak Direktur degan nada heran. “Iya, Pak. Kemarin, aku sudah bertemu dengan kepalas Sekolah. Dia memanggilku ke ruangan untuk menanyakan tanggapanku terhadap nilai C yang aku dapatkan”, jawabku dengan bahsa yang lembut.

“Apa tanggapan Pak Fery terhadap sikap Kepala Sekolah kepada Pak Fery”, tanya Pak Direktur Pendidikan ingin mengetahui perasaanku. Insya Allah, Aku selalu berpandangan positif dengn segala kondisi yang aku alami. Sebanarnya, Kepala SMA Islam Al-Marwa, Pak Burhan berkata padaku saat itu “Maaf Pak Fery. Nilai akhir dari kinerja Pak Fery tahun ini sangat tidak memuaskan. Kami hanya bisa memberikan maksimal nilai C untuk Pak Fery.”.

“Baik Pak, Jawabku. Alhamdulillah „ala kulli hal, Terima Kasih Pak”, jawabku.

Lalu, Pak Budi, terdiam. Dia lalu bertanya: “Apakah ada yang mau Pak Fery sampaikan perihal penilaian ini?” tanyanya dengan nada heran padaku. “Tidak Pak”, jawabku.

“Tidak ada yang akan aku tanyakan. Nilai C bagiku tidak masalah, Pak. Jika semua itu memang keputusan yang sangat bijaksana dari Pak Burhan sebagai Kepala Sekolah, aku terima semua itu dengan lapang dada?”, jawabku. Sami‟naa wa atha‟na. Kami dengar, kami taat, Pak”, tambahku dengan nada penuh keyakinan.

Pak Burhan terdiam sejenak, lalu berkata lagi: “Sekali lagi. Aku mohon maaf Pak Fery. Kami dari jajaran pimpinan sekolah harus memberikan nilai maksimal segini, sesuai dengan kinerja Pak Fery tahun ini”, tambahnya dengan wajah santun.

“Baik Pak tidak masalah, “Bapak mungkin lebih memahami, bahwa semua keputusan yang ambil oleh pimpinan akan dimintakan pertanggung jawabannya pada hari pembalasan di hadapan Tuhan Yang Maha Rahman”, ucapku datar. “Aku pun bertanggung jawab juga dengan kinerjaku di hadapan Allah Ta‟ala nantinya.

“Dia lalu berdiri dan berkata: “Pak Fery memiliki banyak kelebihan, tetapi Bapak juga memiliki kekurangan. Kami menilai bahwa Pak Fery tidak mengumpulkan administrasi pembelajaran untuk semester kedua ini. Jadi mohon maaf, inilah faktor yang sangat mengurangi nilai akhir untuk Pak Fery”.

“Maasya Allah, Tidak masalah, Pak. Alhamdulillah. Aku telah menerimanya, Pak, ungkapku pada Kepala Sekloah. Setelah itu, kami bersalaman dan aku mohon diri. Aku pun meninggalkan ruangan kepala sekolah dengan wajah penuh senyuman.

Setelah mendengarkan ceritaku, Pak Ahmad terheran-heran. “Apakah Pak Fery tidak kecewa dengan penilaian yang diberikan pihak sekolah ini”, tanya Pak Direktur dengan wajah penuh tanya.

“Alhamadulillah, Aku tidak kecewa, Pak. Bukankah penilaian manusia itu relatif, Pak? Sesungguhnya diriku hanya takut jika Allah Ta‟ala memberikanku rapor dengan nilai buruk karena aku gagal menjadi guru yang baik. Secara kasat mata, aku memang layak bernilai C, tetapi dari sisi pelayanan dan pengabdian untuk dunia pendidikan di sekolah kita, aku sesungguhnya layak mendapatkan nilai lebih dari ini”, jawabku dengan nada yang sedikit menyentuh rasa.

“Demi Allah, Aku tidak kecewa dengan semua penilai yang diberikan Kepala Sekolah kepadaku. Walaupun Nilai kinerjaku tahun ini berbeda dengan nilai tahun sebeumnya. Meskipun, selama dua belas tahun aku mengajar di SMA Islam As-Shofa, aku tidak pernah mendapatkan nilai C, etapi sebaliknya selalu dapat prediket A. Akan tetapi, terus terang, Pak. Sampai saat ini, sedikitpun aku tidak pernah kecewa.

“Jadi, Pak Fery menerima hasil penilaian kinerja ini?”, tanya Pak Direktur lagi. “Benar. Aku terima Pak”, jawabku. ” Jika Pak fery menerima nilai C ini, maka menurut peraturan di sekolah kita, kenaikan gaji Pak Fery sangat sedikit untuk tahun ini.

“Alhamdulillah, Pak. Tidak masalah. Menurutku, gaji itu hanyalah bagian kecil dari keseluruhan rezeki yang diberikan Allah Ta‟ala kepad manusia. Walaupun gajiku naiknya sedikit, tetapi aku tetap bersyukur karena mungkin dari akan rezki dari arah lain yang akan diberikan Allah Ta‟ala untukku, Insya Allah.”

“Pak Fery, Terus terang, aku penasaran dengan sikap Bapak ini. Biasanya, dimana saja orang bertugas, mereka minta dinaikan nilainya agar gajinya juga ditambah. Akan tetapi, Pak Fery malah menerima saja semua penilaian yang diberikan”, ujar Pak Direktur.

“Iya Pak, Aku terima. Aku menyadari dengan sepenuh hati bahwa memiliki kekurangan . Aku tidak mengumpulkan administrasi guru di semester ini, padahal ini kewajibanku”. Aku telah lalai, jawabku dengan lugas penuh kesadaran.

“Masya Allah. Pak Fery luar biasa. Pak Fery mau melakukan evaluasi terhadap diri sendiri dan mengakui segala kekurangannya. Aku salut pada Bapak, kata pak Direktur menanggapi. “Bukankah guru yang baik. Adalah mereka yang mau mengevaluasi dan mengakui kekurangan diriny, Paka?” tanyaku lagi sambil tersenyum . Pak direktur pun ikut tersenyum.

Oh ya, aku mamu bertanya lagi. Kenapa Pak Fery tidak mengumpulkan administrasi guru. Apakah alasannya? Apakah bapak tidak membuat administrasi pembelajaran tersebut? Atau Bapak terlambat mengumpulkannya?” tanya Pak Direktur lagi.“Alhamdulillah, sebagai seorang guru aku telah menyiapkan semua administrasi pembelajaran yang dibutuhkan. Akan tetapi, aku terlambat mengumpulkannya”, jawbku sambil menyimpan rasa malu

Maksud, Pak Fery?. tanya Pak direktur. “Aku tidak mengumpulkan Administrasi karena dua belan sebelum pengumpulan administrasi aku sangat sibuk untuk melatih dan mempersiapkan siswa yang akan tampil mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah di tingkat nasional. Jadi aku terlupa untuk mengumpulkannya. Setelah berlalu dua pekan, aku ingat bahwa adminstrasi tersebut belum dikumpulkan. Karena terlambat mengumpulkan, aku jadi malu dan mengambil keputusan untuk tidak mengumpulkannya.

“Oh, Begitu kisah sebenarnya. Keputusan Pak Fery untuk tidak mengumpulkan dengan alasan terlambat kurang tepat. Sehrusnya Pak Fery mengumpulkan, walaupun terlambat dari jadwalnya.

“Baik Pak, Insya Allah. Di masa depan, aku akan perbaiki semua kekurangan dan akan mengumpulkan administrasi tepat waktu, ujarku.

“Alhamdulillah, inilah maksud tujuanku menanyakan persoalanini langsung pada Pak Fery, agar nampak titik terangnya. Aku takutnya kalau Pak Fery akan patah semangat untuk mendidik siswa di sekolah ini atau mungkin tidak mau lagi membina prestasi siswa karena nilai kinerjanya di akhir tahun hanya dapat nilai C. Aku khawatir Pak Fery malah berpikir untuk mengundurkan diri sebagai guru dari sekolah ini karena merasa tidak diberikan nilai yang pantas”, ungkap Pak Direktur.

Aku langsung tersenyum mendengarkan pernyataan Pak Direktur. “Insya Allah, tidak Pak, Aku akan tetap semangat. Percayalah! Kita akan lihat pembuktiannya dalam enam bulan ini. Rentang waktu satu semester itu sudah cukup bagiku membuktikan kalau aku tetap semangat dan ingin terus memberikan dedikasi terbaikku untuk semua siswa dan kemajuan sekolah ini.
“Baik, Pak Fery. Aku tantang Pak Fery untuk membuktikan pernyataan ini, ujar Pak Direktur tegas. “Baik Pak. Insya Allah. Aku akan membuktikan kepada Bapak, karena bagiku, sebagai guru aku mengajar hanya karena Allah, bersama Allah, dan untuk Allah. Orang tuaku pernah berpesan kepadaku. Semua kebaikan yang sudah dimulai karena Allah, maka tidak akan dihentikan karena manusia‟ jawabku menanggapi tantangan Pak Direktur.

Pak Direktur tersenyum pun seketika tersenym mendengarkan perkataanku. Sambil memelukku. Dia kembali berbisik. Tetap semangat ya, Pak Fery. Mari buktikan semua yang sudah diungkapkan, ujarnya menutup pembicaraan. “Insya Allah Pak. Semoga Allah mudahkan semua yang telah kira rencanakan, jawabku. Setelah itu kami bersalaman dan, aku lalu minta izin untuk kembali bertugas karena memang dalam masa lima menit lagi aku harus berada di dalam kelas untuk mengajar mereka para siswa.

Percakapan pagi ini sungguh membuat jantungku berdebar-debar. Adrenalinku terpacu. Kenapa tidak? “Aku harus memberikan bukti bahwa aku memang guru yang bekerja hanya mengharapkan penilaian Allah Ta‟ala. Mungkin dalam administrasi, aku hanya berhak mendapatkan nilai C, tetapi dari usaha mendidik siswa di lapangan, membangkitkan semangat perjuangan, menggali kemampuan mereka, Insya Allah, aku berhak untuk mendapatkan nilai A.

Akan tetapi, tidak maslah. Semuanya sudah terjadi. Semua kekeliruan yang terjadi pada semester lalu tidak boleh lagi terjadi pada masa yang akan datang. Aku berjanji dengan diriku, bahwa aku akan menyelesaikan semua kewajiban administrasi pembelajaranku di awal waktu. Aku akan selalu mengingatnya. Aku juga bertekad di dalam hatiku untuk terus membina siswa dan menjadikan mereka berprestasi di bidang literasi dan menjadi juara nasional seperti tahun-tahun yang berlalu.

Aku terus mencoba berdamai dengan diriku. Aku mencoba untuk menangkan perasaanku agar aku bisa melihat terangnya cahaya dan bisa melangkah lebih cepat meraih semua yang aku impikan dan niatkandi masa depan.

Waktu terus berlalu, tepatnya di Bulan Agustus 2023, aku mulai menyusun langkah untuk memperbaiki kekurangankku di tahun sebelumnya. Administrassi pembelajaran selesaikan. Aku tulis dengan baik, dan benar, serta selanjutnya menyerahkan kepada pimpinan sekolah. Satu langkah sudah selesai dan aman. “Alhamdulilah, tahun ini administrasi pembelajaranku sudah kukumpulkan jauh hari sebelum batas akhir (deadline). Sekarang, Aku bisa fokus kembali dalam membina prestasi siswa dan ini adalah awal yang indah untuk melangkah bisikku.

Sepekan berikutnya aku mulai mencoba mwujudkan semua impianku.

“Bukankah aku tahun sudah berjanji dengan diriku untuk terus berkonstribusi dalam meningkatan prestasi listerasi para siswa di sekolah. Aku harus wujudkan semua harapan itu”, kembali aku berbisik dengan diriku sendiri.

“Lalu bAgaimana langkah berikutnya” tanyaku membatin. Bukankah siswa yang berprestasi tahun kemarin dalam bidang literasi di tingkat nasional sudah menamatkan pendidikannya dan sekarang telah menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi terbaik di negeri ini.”, ujarku lirih.

Sejenak, aku kembali terbang ke tahun yang berlalu mengenang siswa-siswa yang berhasil mewujudkan impiannya menjadi Sang Juara di ajang Lomba KTI Tingkat Nasional dan kompetisi literasi lainnya Berbekal pengalaaman dan prestasi yang rutin mereka dapatkan setiap bulan, mereka pun diterima di perguruan tinggi dengan jalur undang sebagai siswa beprestasi. Afdal diterima di IPB , Naqwa di Fakultas Kedokteran Gigi Unuversitas Andalas. Farel, lulus di ITS (Institut Sepuluh November Surabaya, dan Qayyis yang diterima di Universitas Riau Fakultas Hubungan Internasional. Mereka merupakan siswa-siswa hebat yang pernah aku bina dan berprestasi di bidang literasi.

“Alhamdulillah”, ucapku. Bibirku mengucap puji syukur kepada Allah Ta‟ala. Aku sudah mampu memberikan yang terbaik untuk mereka”, ujarku membatin. “Tetapi itu masa lalu, bagaimana untuk masa depan ini? Masih adakah kesempatan diberikan Allah kepadaku untuk membina siswa di bidang Karya Tulis Ilmiah (KTI), dan bdang literasi lainnya sehingga mereka bisa mendapatkan prestasi di tingkat Nasional, “ujarku dalam hati dikuti sedikit rasa gelisah dan rasa khawatir dengan masa depan.

“Insya Allah, akan ada siswa yang mau bergabung lagi di KTI seperti tahun yang lalu. Insya Allah jumlah siswa yang dibina pun akan lebih banyak lagi jumlahnya. Aku akan bergerak dalam diam, tetapi terus melahirkan prestasi yang membungkam”, tekadku.

Rasa gelisah dan kekhawatiran dalam diriku akhirnya dijawab oleh Allah Ta‟ala. Tepat pada Akhir Bulan Agustus 2023. Aku berhasil menemukan siswa-siswa yang menurutku bisa berprestasi nantinya di bidang literasi. Walaupun saat itu kemampuan mereka belum terasah dan terlihat dengan baik, serta muncul ke permukaan.

Alhamdulillah, Akhirnya ada sepuluh siswa mau bergabung di Klub KTI untuk belajar menulis karya ilmiah. Sepuluh orang itu dikenal dengan nama Rakha, Nurul ghea, Ace, Shahira, Risya, Nadin, Alya, obel, dan Nerisa.

Langkah perjuangan aku lanjutkan. Aku mulai berdikusi dengan siswa-siwa yang kupilih tersebut. Aku terus bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka tentang pentingnya pelatihan lliterasi untuk meraih prestasi. Diskusi biasanya kami laksanakan di ruang perpustakaan. Biasanya dimulai sesudah Shalat Ashar sekitar pukul 16.30 hingga pukul 18.30. Setelah itu, kami istirahat, melaksnakan Shalat Maghrib dan pulang ke rumah masing-masing.

Sepekan lamanya aku terus membujuk mereka tetap berada di perustakaan, tentu saja tetap setiap sore menjelang senja. Kami tidak hanya berbicara tentang literasi di sore itu, tetapi terkadang saling bercanda, bahkan saling berdiskusi dalam masalah pribadi. Setelah lima belas hari berlalu, kami sudah semakin akrab. Pustakapun telah berubah menjadi rumah kedua bagi para siswa. Mereka merasakan ada yang kurang dalam keseharian di sekolah jika tidak berada dan berkumpul di Perpustakaan.

Setelah hati kami semua menyatu, maka aku mulai mengarahkan sepuluh orang siswa ini agar bersedia untuk dilatih dua kali dalam sepekan, Waktunya setiap Selasa sore dan Sabtu pagi.

“Apakah ananda semua bersedia untuk dilatih dan dibina kemampuan dirinya dalam bidang Karya Tulis Ilmiah seperti yang juga telah dilakukan kepada para alumni SMA Islam Al-Marwa sebelumnya?

“Kami bersedia, Pak, ujar Rakha”, menjawab pertanyaanku dengan penuh semangat. “Tetapi kami belum belum tidak memiliki bakat dalam menulis”, katanya lagi dengan jujur. “Aku juga Pak”, kata Ghea. “Aku berasal dari daerah pelosok Riau. Selain tidak pandai menulis, aku juga belum pandai menggunakan perangkat komputer untuk menulis. Apakah aku bisa mengikuti pelatihan ini nantinya”, tanya Ghea dengan wajah sedikit ragu.

Aku terus memandangi sepuluh orang siswa yang ada di depanku sambil melemparkan senyum. Aku masih belum memberikan jawaban sedikit pun. Aku tetap diam dan memang sengaja memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyampaikan semua yang dirasakannnya.

“Aku bisa menulis dan desain grafis, tetapi aku tidak bisa bicara di depan umum, ujar Nurul, yang dikenal cukup aktif. “Kami juga ustadz, ujar Risa, Nerisa, Nadin, Alya, dan siswi lainnya Mereka tampaknya senada, serentak dan kompak. “Kami tidak berbakat dan tidak yakin bisa melakukan penelitian, menyusun laporannya, mempresentasikan, apalagi untuk berlomba dengan siswa dari sekolah lain, ujar Nobel seperti tampak kurang percaya diri.

Aku kembali tersenyum. “Masya Allah, kalian semua anak-anak hebat, shaleh, shalehah,. Kalian bukannya “tidak bisa menulis”, tetapi hanya belum bisa menulis”, ujarku mulai memberikan pendapat dan mencoba terus mendorong mereka agar mampu menggali kemampuan diri. “Kemampuan untuk melakukan penelitian, melakukan inovasi, menulis laporan karya tuluis ilmiah, menyusun presentasi, mempresentasikan, semua itu bukanlah bakat”, tegasku penuh semangat.

“Bagaimana maksud Pak Fery? Apakah mungkin orang yang tidak berbakat mampu melakukan semua rangkaian kegatan ilmiah yang banyak itu?”, tanya Nerisa penasaran. “Semua rangkaian kegiatan penulisan KTI tidak membutuhkan bakat, tetapi semua itu adalah keterampilan yang bisa diasah. Bukankah Allah Ta‟ala telah menciptakan akal, hati dan pancaindera yang sempurna untuk kita? Jika semua itu dimanfaatakan secara maksimal, maka kamu akan bisa menjadi para pejuang dan pemenang dalam bidang yang kamu tekuni”, jawabku.

“Apakah Pak Fery yakin, kalau kami akan mampu menyusun Karya Tulis Ilmiah, dan mampu bersing dengan sekolah lain dalam bidang ini. “Tentu saja, Aku percaya, Nak. Aku yakin kalian tidak hanya mampu melakukan penelitian, menyusun, dan menulis karya ilmiah. Akan tetapi, juga mampu untuk bersaing dengan siswa dari sekolah lain, serta dan menjadi pemenang di bidang tersebut Yakinlah, Setiap panggung kejuaran KTI yang kita ikuti, nantinya akan menjadi sejarah yang indah, yakni jejak hebat sang juara dan itu adalah Kita.

Pak Fery yakin kami bisa menjadi pemeanang nantinya?”, tanya Risya. “Sangat yakin Risya,jawabku lugas. “Lalu apakahyang harus kami lakukan untuk menggapai tujuan besar ini Pak?”, tanya Nadin?

Aku langsung memberikan tanggapan: “Kita akan melatih berbagai keterampilan dalam bidang literasi. Kalian harus menempa diri untuk mampu menganalisis masalah penelitian, memahami metode penelitian, cara pengambilan data penelitian, dan menyusun laporannya.”

“Lalu, apa lagi Pak”, tanya Aliya. Dia seakan-akan tidak sabar menunggu kelanjutan arahanku. “Berikutnya, kalian juga harus mampu untuk menyusun media presentasi, dan mampu mempresentasikan KTI di depan umum dengan cara yang bagus dan elegan. Selain itu kalian juga harus menguasai keterampialan komunikasi dan etika sosial”, jawabaku dengan uraian yang cukup panjang.

“Adakah kiat yang bisa kami lakukan untuk mendapatkan kemudahan melewati semua rangkaian kegiatan tersebut”, Pak”, tanya Ace penuh semangat. “Syaratnya, kamu harus memiliki niat yang ikhlas, mental juara, kelapangan jiwa, dan semangat dedikasi, serta rendah hati jika suatu saat nanti berhasil memperoleh prestasi”, jawabku penuh semangat pula. “Baik, Pak. Kami siap ditempa dengan cara yang luar biasa. Semoga Allah Ta‟ala memberikan kemudahan”, ujar mereka kompak.

Sejak itu aku mulai melatih mereka mengenai Karya Tulis Ilmiah dari dasar. Bimbingan dimulai dari menganalisa masalah penelitian, menyusun laporan, dan menyajikan hasil peneltiaan tersebut dengan baik di depan publik. Setiap selesai Shalat Ashar sampai Maghrib di sore hari, kami lewati dengan pelatihan yang luar biasa. Tentu saja, ada air mata, peluh keringat, ras letih, lelah, sedih, dan lain sebagainya.

Sebagian di antara mereka ada juga yang sampai menangis karena harus menemukan sisi terbaik dari potensi dirinya dan siap menghadapi semua tantangan pelatihan literasi yang aku berikan. Akhirnya, beberapa bentuk penelitain ilmiah pun mulai dilakukan, dari bidan sains, maupun humaniora,
Nobelita dan Nerisa meneliti bidang sains. Mereka berdua berupaya untuk meneliti inovasi teknologi Tas Siaga Bencana berbasisis tenaga surya. Nadin dan Alya meneliti bidang sosial mengenai solusi inovatif untuk mencegah dan menanggulangi kecurangan Pemilu di Indonesia. Sedangkan, Rakha, Ghea, dan Nurul melakukan penelitian dalam bidang Kimia, yakni menciptakan produk minyak goreng dari limbah biji karet, sedangkan Ace, Riysa, Shahira menciptakan sabun herbal dari campuran daun Bidara, jintan Hitam, dan Madu.

Alhamdulillah, Selama dua bulan dalam “kepompong” pelatihan. Akhirnya, sepuluh orang siswa yang tergabung dalam empat tim KTI ini berhasil mengadakan penelitian dan membuat laporan penelitiannya. Ternyatam mereka tidak hanya terbiasa mampu melakukan proses penelitian, tetapi mampu menyusun laporannya, membuat persentasi berbasis digital, serta menyampaikan hasil penelitannya di depan umum dengan rasa percaya diri dan mampu berkomunikasi dengan baik.

Selanjutnya, karya-karya hebat siswa-siswa dahsyat ini aku kirimkan ke berbagai ajang lomba Karya Tulis Ilmiah mulai dari tingkat provinsi hingga nasional. Tentu saja mereka harus mempersiapkan, berjuang siang dan malam untuk menggapai target tersebut.

Akhirnya, Alhamdulillah hasil yang didapatkan sangat luar biasa dan penuh kejutan. Nobel dan Nerisa mendapatkan medali perunggu pada ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yang diadakan Kementerian Pendidikan di Jakarta Bulan Novemer 2023. Sepulang dari Jakarta mereka disambut Gubernur Provinsi Riau dan mereka juga diberikan penghargaan khusus karena sudah berhasil mengharumkan nama Provinsi Riau di ajang LKTI tingkat nasional.

Ghea, Nurul, Rakha memperoleh dua penghargaan sekaligus yakni Juara II LKTI tingkat Provinsi Riau di Universitas Islam Riau dan Juara II Lomba Esai Tingkat Nasional di Universitas Negeri Padang. Selanjutnya Ace dan Syahira mendapatkan juaraII tingkat nasional lomba esai di Universitas Negeri Padang pada bulan yang sama. Sementara itu, Nadin dan Alya juga memperoleh presatasi yang luar bisasa. Mereka mendapatkan Juara II di ajang LKTI tingkat Sumatera di Pekan Konstitusi Universitas Andalas Padang. Tidak hanya itu, Nobelita secara pribadi juga mendapatkan Juara II Lomba Esai di Padeglang. Bahkan pada awal januari 2024, saat tulisan ini ditulis, Rakha, Ghea, dan Nurul juga memperoleh Juara III LKTI Kimia tingkat Nadional di Universitas Riau.

Setelah mengalami suka duka perjuangan,t epatnya di pertengahan Bulan Desember 2023, Aku dan sepuluh orang siswa kembali berkumpul di Perpsustakaan untuk mengevaluasi proses pelatiham KTI dan hasil yang di dapatkan.

“Anak-anak Bapak. Alhamdulilah, dengan izin allah Ta‟ala, kalian semua telah melewti fase pembinaan yang sangat ketat dan menguras tenaga, serta pikiran. Hasilnya, Alhamdulillah, kalian semua telah berhasil menjadi juara di bidangnya masiang-masing, baik di tingkat provinsi, regional Sumatera, maupun nasional. Terima kasih telah bergabung dan berjuang bersama di tim hebat ini untuk memajukan literasi di sekolah kita”, kataku membuka pertemuan.

“Alhamdulilah, impian kami untuk menjadi pemenang dalam bidang yang kami tekuni akhirnya terwujud. Terima kasih Pak atas, bantuan, dan dedikasinya dalam membina serta mendidik kami. Semoga Allah Ta‟ala memberikan ganti kebaikan atas semua pengorbanan Pak Fery”, ujar nurul. “Terima kasih Pak Fery”, ujar anak-anak yang lain dengan kompak dan penuh semangat.

“Alhamdulillah, semua itu atas karunia dari Allah Ta‟ala. Selain itu, Kita hendaknya bisa memahami, bahwa di sekolah ini, tidak ada yang namanya “Super Man. Akan tetapi, yang ada hanyalah “Super team”. Hasilnya, Masya Allah, luar biasa”, ujarku menasehati mereka. “Tetaplah rendah hati dan terus meraih perstasi, dan selalu berdedikasi”, tambahku.

“Baik Pak, Insya Allah”, jawab mereka kompak. Kami pun saling melemparkan pandangan dan tersenyum bahagia sambil kembali berbincang mengenai semua yang sudah dilewati bersama.

Hari-hari berlalu, akhirnya sampailah kisah ini pada satu titik yang tak akan terlupa. Ada rapat akhir semester guru dan di saat itulah dibagikan juga hasil penilaian kinerja guru. Hasil penlilaian kinerja guru setalah mereka berjuang selama enam bulan. Kepala sekolah memulai pembicaraan setelah ucapan salam.

“Yayasan, Direktur pendidikan, Kepala sekolah, dan pimpinan, mengucapkan ribuan terima kasih dan penghargaan setinggi-tinggi untuk Pak Fery yang sudah memberikan pengorbanan waktu dan tenaga untuk membina siswa kita di bidang literasi. Alhamdulillah, telah banyak pencapaian dari siswa kita dalam masa enam bulan ini”, ujar Pak Burhan sebagai Kepala SMA Al-Marwa. Pernyatannya diikuti tepuk tangan yang meriah dari semua majelis guru.

„Kami sudah bermusyawarah dengan Bapak Direktur, bahwa Insya Allah pada awal Bulan Januari 2024 Pak Fery akan melatih semua guru di Yayasan Al-Marwa ini dalam bidang literasi Karya Tulis Ilmiah (KTI) sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga nantinya akan berimbas kepada meningkatnya prestasi siswa. Bagaimana Pak? Pak Fery bersedia, khan?”, tanyanya Kepala Sekolah padaku.

“Insya Allah Pak, aku akan memberikan semua terbaik dari pengalamanku di bidang literasi. Akau akan berbagi pengalaman, dan melatih majelis guru di sekolah ini agar memiliki kemampuan dalam bidang literasi. Semoga Allah Ta‟ala memberikan kemudahan”, jawabku penuh semangat.

Setelah rapat berlalu, sore harinya, waktu Shalat Ashar, aku bertemu dengan Pak Direktur. Dia langsung menyalamiku dan berkata: “Selamat Pak, terima kasih. Luar biasa. Anak-anak kita telah menjadi para juara. Oh. Ya.. Khabarnya tidak hanya siswa yang berhasil menjadi juara, tetapi aku mendapatkan informasi bahwa Pak Fery juga mendapat banyak juara dalam lomba literasi di tingkat Nasional, benarkah informasi ini Pak?

“Alhamdulillah, Benar Pak. Aku juga mendapatkan empat prestasi di bidang literasi tahun ini untuk tingkat guru, di antaranya Juara I LKTI tingkat Guru Se Sumatera di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Juara II Lomba media pembelajaran di UNY, dan banyak lagi perstasi lainnya‟ jawabku dengan lembut.

“Selamat, ya Pak”, ujar Pak Direktur. “Terima kasih Pak, telah memberikan kesempatan untukku dalam membuktikan bahwa nilai dedikasi guru itu tidak bisa diwakil dengan angka A , B, atau C.

“Benar, Pak. Aku setuju. Keberhasilan seorang guru tidak hanya ditentukan dari nilai akhir kinerjanya. Apakah dia mendapatkan nilai A, B, atau C, tetapi seharusnya dilihat dari besarnya manfaat yang diberikan guru tersebut kepada siswa dan masyarakatnya.

“Selamat ya, dan jangan lupa untuk berbagi ilmunya dengan teman-teman di sekolah ini, ujar Pak Direktur menutup pembicaraan. “ Insya Allah, jawabku Pak penuh hormat.

Setelah berlalu tahun 2023, Alhamdulillah Awal Januari 2024, saat tulisan ini aku susun, aku baru saja selesai memberikan pelatihan Karya Tulis Ilmiah (KTI) untuk semua guru di sekolahku. Aku semakin memahami bahwa, semua yang suduah dimulai karena Allah, Ta‟aala tidak akan dihentikan karena manusia. Sesungguhnya guru akan mulia karena karya. Aku juga semakin yakin bahwa asa itu masih ada, walaupun di perjuangkan di akhir senja.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *