Buktikan!, Hari Ini Engkau Menang – Cerpen Abdul Hanan

puisi mencintai diri

Buktikan!, Hari Ini Engkau Menang
Karya: Abdul Hanan

Lihatlah mentari itu indah sekali bukan?, dia datang untuk menggantikan senja yang kemarin, sinarnya akan membangunkan setiap jiwa yang masih tidur lelap, sinarnya juga akan memberi sejuta manfaat untuk orang banyak. Mampukah aku seperti mentari di esok nanti sekalipun senja telah hilang dan tak bisa aku nikmati kembali, sedihku di penghujung tahun tidak mampu merubah bahagia di masa tahun yang akan datang. Cukuplah kemarin menjadi cerita kisah dan sekarang untuk diwujudkan menjadi indah.

Kring..kring..kring.., suara dering sepeda yang aku kayuh untuk menikmati setiap langkah menuju hidup yang lebih terarah. Memutar lagu melodi seakan aku adalah peran dari lagu yang aku dengarkan ketukan nada dan temponya indah sekali, di teduhkan lagi dengan suara halus dan lembut sang Idol Lyodra namanya. “hmmm….hmmm…hmmm’’. suaraku sambil mengikuti lagu sang Idol tanpa aku tahu liriknya. Begitulah aku salah satu kaum rebahan dari penduduk di muka bumi ini.

Cerita Ini adalah cerita tentang aku dan impianku di tahun-tahun sebelumnya yang selalu gagal aku wujudkan orang tua adalah inspirator terbaikku terutama ibu. Ibu menjadi sekolah pertama bagi setiap anak-anaknya, sedang ayah adalah kepala sekolah yang mengatur dan bertanggung jawab atasnya. sifat, karakter, budi pekerti yang mulia seorang anak tergantung didikan orang tua. Seorang ibu akan menjaga dengan sepenuh hati anaknya sampai dia sanggup bertahan dan mempertaruhkan nyawa demi kehidupan seorang anak untuk menikmati dunia yang hanya sebatas putaran roda yang terus berputar dan bergantian, yang di bawah menjadi yang di atas dan yang di atas akan berada di bawah begitu seterusnya. Dan ayah adalah roda kehidupan itu, kerja keras tanpa rasa lelah, berpeluh keringat di bawah sinar yang tidak tahu rasa kasihan.

Berlalu hari semakin cepat putaran waktu terasa singkat. Rasanya kemarin aku masih di timang-timang, hingga tidurpun aku harus di ceritakan kisah-kisah para sahabat Nabi, dengan kiranya aku bisa meneladani setiap karakter dan sifat-sifat yang mulia itu. Ini memang tidak berpengaruh kelihatannya, tapi di balik itu memori seorang anak lagi aktif-aktifnya sehingga apapun yang di dengar sepintas akan tersimpan di dalam otaknya. Didikan orang tua memang harus di utamakan sebelum ia tahu kehidupan di luar bagaimana, karena dampak lingkungan sangat berpengaruh besar bagi seorang anak di masa depannya bagaimana seorang anak akan mendapat resolusi yang baik kalau lingkungannya tidak mendukung, bagaimana mungkin anak di masa depan akan menjadi tolak ukur bagi generasi-generasi berikutnya kalau dia yang lebih dulu saja masih berputar pada porosnya sedangkan yang baru tidak akan melompati atau pura-pura tidak melihat keadaan sebelumnya.

20 tahun yang lalu aku menjalani hidup tanpa perubahan yang pasti. Dan setiap pergantian tahun selalu introveksi diri apakah sudah baik dari tahun sebelumnya atau belum. Kadang aku merasa bosan dan putus asa dengan kehidupan yang tuhan takdirkan untukku. Penyesalan terusku adu dalam setiap do’a dan sujudku. Semoga bisa dengan itu rahmat tuhan akan menyertai setiap langkahku. Resolusiku setiap tahun kurasa gagal dalam mewujudkannya, karena tak ada perubahan yang aku alami, baik dari diri sendiri atau yang berada di sekitarku. Apakah usahaku yang belum maksimal, sabarku yang belum optimal, ataukah memang takdir tuhan masih dangkal untuk aku harapkan. “Jo, BTW inikan sudah tahun 2024, kira-kira resolusimu apa, atau adakah pencapaian-pencapaian tahun lalu yang sudah engkau capai sekarang?”. Tanyaku iseng saja untuk menghidupkan suasana, kami sedang duduk di teras atas rumahku yang biasa di pakai sebagai basecamp kami untuk menikmati setiap mimpi yang akan kami wujudkan bersama menggapai mimpi kelak di masa yang akan datang. Namanya Jowando dari Flores, biasanya di panggil Jo. Kami bersahabat empat orang, sudah lama dari masih sekolah SLTA dulu sampai sekarang, dia salah satu teman akrab dan curhat yang baik dan pendengar yang tidak bosan walaupun aku bercerita kadang tidak ada ujung, tapi dia selalu mengiyakan setiap ingin yang aku mau. “banyak!”. Dengan PD nya dia menjawabku. “sekarang itu aku sudah punya HP, punya baju carvil, idola semua cewek, ini impianku dari 20 tahun yang lalu, sudah nyobain iga bakar, tau ini dari jepang lho, tidak ada di indonesia, mantan aku banyak, sekarang aja pacar aku setiap kota ada, dan jugaa…”. “Jo maksud aku bukan itu, tapi impian yang kira-kira bisa aku coba dan sebagai gambaran buat aku, supaya aku tidak kayak gini-gini terus Jo.” Memotong penjelasan yang begitu panjang namun itu bukan maksudku. “yaa ini juga kan untuk kamu palajari supaya kamu punya wawasan seperti aku bagaimana rencana kamu kedepannya, nikmati hidup harus dari yang kecil sederhana dulu, baru ke yang lebih besar, dan supaya rasa syukur kita tidak kurang, emang apa kamu tidak merasa lelah hanya berpapasan dengan ruang, tembok dan laptopmu, tanpa mencari udara yang lebih bersih dari itu?”. Tertawa sambil mengejekku, karena memang iya diantara kami berempat mungkin aku yang paling diam, paling sering jadi candaan, namun aku tahu mereka bukan seperti orang biasanya bercanda tapi menjatuhkan. Mereka adalah orang-orang hebat yang harus aku teladani dari setiap masing-masing dari mereka. Doni orang yang paling dewasa, rajin dan berperestasi di antara kami, Dobi kembaran si Doni namun dia agak sedikit bar-bar dari kakaknya, namun di samping itu dia paling baperan dan perhatian di antara kami, setiap apapun yang terjadi dia selalu menjadi terdepan untuk kami. Kemudian Jowando, temanku yang paling iseng dan paling banyak bercanda, ada saja candaan-candaan baru yang membuat kami terhibur olehnya. Dan aku Arfan orang paling dingin di antara mereka, terkadang aku bingung apa dan kenapa mereka mau menjadi temanku, dan tidak jarang juga mereka berbagi cerita untuk ku selesaikan masalahnya, sedang aku saja belum bisa menyelesaikan masalahku sendiri, tapi mereka selalu mengiyakan tanpa perbandingan apa yang aku beri solusi terhadapnya, aku aneh namun nyata.

Kami mempunyai resolusi yang sama, terbang bersama angin bersama debu-debu cerita pilu, bersama kenangan dan petir masa lalu, kami tidak ingin angin itu menjatuhkan kami ketika musim gugur, tidaklah ingin hujan itu akan turun dan membawa arus cita-cita kami ketika mendung sudah ada di atas kepala, kami akan jatuh sedang pada waktunya, dan kami akan gugur pada saatnya. Tekad kami sekuat ombak yang selalu menerjang sekalipun berulang-ulang, tekad kami seteguh batu karang di tengah lautan yang tidak akan pernah bergeser sedikitpun oleh kerasnya ombak atau cercaan dan remehan orang. Kami saling memotivasi untuk mimpi yang selalu pergi tanpa basa basi, kami ingin menjadi orang hebat, bukan karena uang, harta, ataupun tahta, tapi karena kami adalah motivator sekaligus actor dari setiap cerita dan kisah orang lain ceritakan dan kisahkan. Kami terlalu lelah dan bosan kepada orang-orang yang selalu menyebut orang-orang hebat dan terkenal ketika mereka memberikan motivasi, dari itu kami mikir kapan kami akan menjadi bagian dari cerita mereka, sampai kapan nama orang-orang itu akan selalu di sebut, sampai kapan nama itu akan terus di junjung dan di agung-agungkan seperti Thomas Alfa Edison, Albert Einstein, Aristoteles, dan lain sebagainya. Sudah terlalu rapuh tikar yang menjadi landasan tidur kami untuk mengukir mimpi setiap malam, terlalu sakit hati dan pikiran ini berharap tanpa tindakan, apakah kami akan terus seperti ini, apakah takdir memang tertulis dan berhenti di sini?.

“Kawan-Kawan!, Ikuti Aku”. Mengajak mereka ke teras atas rumah kemudian memberikan selembar kertas dan polpen. “sekarang tulis impian kalian sebanyak-banyaknya, kemudian buatlah jadwal dari kalian baru bangun sampai tidur lagi, kalian mau berubah kan!?”. Tanyaku. “aku belum mengerti maksudmu?”. Dobi bertanya dengan kebingungan. “tulis saja dulu, lagian tidak sulit kan?”. “ yaa dah yaa!”. Pasrah sekali rupanya si Jo dengan apa yang aku suruh. Masing-masing dari kami menulis apa yang aku intruksikan.
Begitu banyak impian dan harapan sebanyak waktu dan kesempatan yang terabaikan, namun mampukah kita mewujudkan semuanya sedang usia kita masih menjadi rahasia tuhan, kenapa tidak. Masalah terwujud ataupun tidaknya tergantung bagaimana ridho dan kehendak Tuhan. Setidaknya kami sudah berjuang dengan niat dan tekad yang tangguh dan utuh, bukan menjadi orang yang nyerah karena lelah yang selalu datang tanpa arah. Sudah cukup hari kemarin, tahun kemarin, dan waktu kemarin menjajah akal sehat, dunia tempat persinggahan sudah terlalu gelap dengan pengandaian dan tunda menunda, hidupku terlalu lama terbelenggu dengan kepasrahan yang terus menderu. Setelah kami selesai menulis impian dan jadwal itu aku menjelaskan kepada mereka. “kawan-kawan!, tahu apa yang aku maksud dari semua ini?”. “tidak, emang apa?”. Doni menjawab dengan nada agak kurang setuju. “mulai besok pagi kita akan sama-sama melakukan kegiatan sesuai jadwal yang kita buat, kemudian tandailah impian-impian yang sudah kalian capai di kertas ini”. “maksud kamu, kita tidak boleh melakukan suatu tindakan kecuali yang ada di jadwal ini?”. “Yaa”. “hhh.., kamu gilaa atau apa?, kenapa harus terobsesi sekali dengan masa depan?, jujur sejak awal aku tidak pernah setuju dengan usulan-usulamu sebelumnya, namun aku selalu diam, karena aku bisa atasi, tapi kali ini tidak!, kamu sadar gak, usulan kamu tidak ada yang pernah terima dari awal, kamu hanya memaksa dan membuang waktu saja, lakukan inilah, lakukan itulah, apalagi ini, kamu hanya mementingkan egomu sendiri tanpa memikirkan kebahagian kami”. Doni membantah usulanku. Baru kali ini aku melihat dia marah dan membentak sekeras dan sesombong ini. “Don, maksud aku bukan gitu, dengar dulu!”. “ide apalagi yang akan kau sampaikan, lelucon apalagi yang akan kau buat untuk kami?”. “bentar, menurut aku idenya Arfan ada benernya sih, kayak ada gambaran perubahan untuk kedepannya”. Kata Jo membelaku. “kalian bertiga sama saja, dasarr bocah!” ,“sudahlah aku laper mau makan”. Beranjak pergi menuju warung tempat biasa kami makan kalau jam istirahat. “ tunggu Don, kamu bilang kami bocah maksud kamu apa, jangan mentang-mentang kau lebih tua dari kami, lebih pintar dan lebih bisa dari kami, terus seenaknya saja bilang kami bocah?, kamu sadar tidak dengan kata-kata kamu?, dewasa tapi kok mikirnya sedangkal itu?, dewasa tapi tidak bisa selesaikan masalah dengan kepala dingin, apakah itu yang namanya dewasa?”. Bertanya Jo dan menghentikan langkah Doni pergi ke warung makan. “ohh, berani sekali kamu ngomong kayak gini, sudah berhasil pula rupanya dia mencuci otakmu dengan masa depan yang tidak jelas arahnya?”. “sebenernya mau kamu apa ahh?, sekarang kamu fikir kenapa Arfan selalu memberikan motivasi kepada kita, dia selalu berinovasi dan kasih peluang kepada kita kayak gini, fikir broo!, kita tidak selamanya muda, kita tak selamanya sehat, dan kita tidak selamanya hidup bergantung pada orang tua, sedang kita belum mampu mandiri, hidup mandiri, kerja keras sendiri, orang tua tak selamanya ada, ada waktunya tuhan akan memanggilnya!, kita bisa apa aah?, mau sampai kapan hidup begini terus dengan waktu sia-sia, rebahan, nge-game, kesana-kesani, nikmati terotoar sepanjang jalan kehidupan, kamu tahu, ini adalah bukti kalau Arfan peduli sama kita, dia tidak mau melihat sahabatnya bernasib sama dengan orang tuanya, dia tahu makna persahabatan yang sesungguhnya, dia dewasa bukan bocah Don, coba kamu ingat-ingat lagi, mana pernah Arfan membuat kamu sakit hati, mana pernah Arfan membuat kamu terbebani, malah dia yang selalu memberi arahan semangat supaya tidak putus asa dengan masalah-masalah kehidupan ketika kamu dalam kondisi dan keadaan yang sangat terpuruk, tidak ingatkah kau, ketika orang tuamu menyuruhmu pergi dari rumah, kemudian Arfan membantumu dan menyuruhmu tinggal di rumahnya, kemudian menjadi penengah dan menyelesaikan masalah antara kamu dan keluargamu?”. Dengan nada menantang Jo kepada Doni sambil menjelaskan semua apa yang sudah aku lakukan. “sudahlah Jo, sudah ayook pergi, Bii ayook!”. Aku mengajak Jo dan Dobi pergi meninggalkan doni yang membuang muka, namun dari raut wajahnya kelihatan merasa bersalah dan menyesal atas kata-katanya.

Berhari-hari kami cuek kepada Doni seakan sudah tak kenal lagi, membuang muka ketika dia berusaha untuk menatap. “ Jo, gimana ini?, kasian Doni kelihatannya dia sudah menyesal dan mau minta maaf kayaknya?”. “sudahlah Fan, biarkan dia yang sendiri datang dan minta maaf, kalau dia memang benar-benar sadar”. Sambil menikmati makanan tiba-tiba Dobi datang menyampaikan maaf Doni kepada kita. “kawan-kawan, salam dari kak Doni, bahwa dia menyesal atas apa yang dia katakan hari kemarin itu, dan dia mau minta maaf, gimana ini?”. “suruh aja datang sendiri, ngapain kirim-kirim maaf, emangnya maaf sama dengan pentol di COD-kan, maaf apa itu?”. Kata Jo memberi jawaban kepada Dobi. “Bii, suruh nanti dia ke tempat biasa kalau dia memang masih sahabat kita”. Pinta Jo kepada Dobi. “kak!, kata kawan-kawan kakak di suruh ke tempat biasa nanti pas pulang sekolah”. Dobi memberitahukan apa yang di katakana Jo kepada Doni. “ok”. Kata Doni langsung pergi ke tempat biasa yaitu teras atas di rumah Arfan. “ Fan, Jo!”. Menyapa ragu. “ yaa?”. “aku kesini untuk minta maaf atas apa yang aku katakan beberapa hari yang lalu, terutama kepada Arfan, dan aku juga berterima kasih kepada Jo yang sudah membuat aku sadar atas pikiranku yang terlalu dangkal untuk memikirkan kehidupan selanjutnya, aku sadar, apalagi aku adalah anak pertama akan menjadi tulang punggung keluarga ketika orang tua sudah tidak bisa apa-apa, atau kurang tenaga, lebih-lebih nanti kalau mereka sudah tiada, aku benar-benar tidak mengerti atas apa yang aku katakan kemarin, maafkan!, aku ingin sukses bersama kalian, ingin terbang bersama mimpi yang sudah kita rangkai bersama-sama”. Dengan nada sedih dan penuh sesal dia meminta maaf kepada kita. “Don, kami tahu, kamu bukan orang yang seperti kami ekspetasikan, kemarin kamu hanya terbawa emosi karena kamu ada masalah kan sama Nila?”. “apa?, kalian tahu darimana?”. Dengan heran mendengar perkataanku. “Bii, cerita dong tentang kakak barumu yang cantik itu!?”. Candaku merubah suasana sedih menjadi riang dan kondusif. “ohh, ternyata kalian punya cctv ya sekarang canggih lagi, dasar kalian”. Tertawa kami seakan menjadi semangat baru untuk tujuan hidup yang lebih baik, bahagia dan indah. “kalian janji akan melaksakan jadwal yang sudah kita buat kemarin kan?”. Pintaku pada mereka. “janji dong”, dengan suara serentak menyetujuinya. “tahu tidak apa maksud aku itu?”. “apa?”. “kalian tahu orang-orang hebat yang pernah kalian dengar?, rahasia mereka adalah bagaimana dia menjalankan dan mengatur waktu dengan baik, dan mentargetkan suatu tujuan setiap apa yang di inginkan. Sekarang atur waktu sebaik-baiknya waktunya untuk berubah meresolusi untuk masa depan yang lebih indah. “Siapppppppp!?, siiiaaaaaappppp!!!”.

Itulah ceritaku di tahun sebelumnya mempunyai resolusi setiap tahun yang selalu dimulai dengan harapan dan rencana-rencana baik untuk tahun berikutnya. Namun tidak banyak itu hanya wacana dan sekadar agenda yang belum terlaksana. Mau sampai kapan itu kan berlanjut, mau sampi tua atau mau saampai ketika sudah tidak ada kesempatan lagi untuk berbuat?. Mari sadarkan diri dunia sekarang sudah retak olek panasnya maksiat hidup yang terus di ulangi. Keadaan semesta sudah tidak aman, coba lihat gunung meletus di mana-mana, banjir di setiap kota, bahkan gempa bumipun sudah keliling di setiap tempat. Apakah semua itu belum bisa menjadi peringatan?. Apakah tuhan harus memberikan langsung tanda-tanda itu kepadamu, ataukah kamu yang harus menjadi aktor peran dari semua kejadian itu?. Pikirkan!, bukankah orang yang baik dan paling beruntung adalah orang yang belajar dari masa lalu untuk lebih baik dari hari sebelumnya?.

Tagar:

Bagikan postingan

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *