KKN Seumur Hidup
Karya: Dhiya Jauza Hanun
Suatu sore dibulan Desember 2023, aku ingat itu adalah hari pertama program rumah belajar dari kelompok KKN kami, sejenis les untuk pelajar sekolah dasar dan menengah. Sore itu desa Way Kanan hujan cukup lebat, kami mengira anak-anak sekitar tidak akan datang, sebab itu kami santai-santai saja. Namun salah dugaan kami, sekitar setelah asar, anak-anak itu datang. Mereka datang dengan celana yang digulung selutut, tas dipunggung, payung ditangan juga senyum semangat diwajah mereka. Ramai mereka datang, sekitar 10 orang mungkin. Datang mengucap salam dengan semangat da tawa kas anak-anak. Segera kami persilahkan masuk, setelah membagi sesuai jenjang, segera kami memulai sesi belajar sore ini.
Melihat semangat belajar mereka, datang ramai-ramai dengan senyum meski hujan seperti sore itu, aku tertegun. Ada yang tercubit hatiku, ingat dulu sewaktu usia mereka, aku malas-malasan belajar, seringkali mencari alasan atau bahkan pura-pura sakit, padahal guru privatku yang datang ke rumah. Dulu, sering juga aku privat dengan murung, sebab merasa terpaksa.
“Kak, Aini belum dia belum bisa baca kak.” Ucap seorang anak berjilbab biru pada temanku, Shafa, sebagai tutor siswa kelas 3 SD. Sore itu mereka akan belajar membaca puisi.
“Oh gapapa, nanti kita belajar membaca juga ya Aini, selain Aini ada yang belum bisa baca, teman-teman?” Tanya Shafa selanjutnya. Beberapa anak mengangkat tangan. Sejenak kami saling lirik, sebelum Shafa kembali melanjutkan belajar mereka.
Beda lagi di jenjang kelas 6 SD, Rafa yang mengajar Bahasa Inggris.
“Teman-teman ada yang tau Bahasa Inggrisnya hari Senin?” Tanya Rafa. Mereka menggeleng, dan selanjutnya menjawab asal pertanyaan Rafa tadi. Lagi, kami saling lirik.
Sore itu kami lebih banyak mengobrol dengan mereka, rencana belajar sesuai materi seperti yang diajarkan disekolah kami tunda, kami harus siapkan dan sesuaikan lagi dengan mereka. Sore itu dilanjutkan dengan Rafa yang menawarkan diri membacakan buku untuk mereka. Mereka antusias mendengarkan, bahkan bertanya atau sesekali bergurau tentang dialog tokoh yang sedang dibaca Rafa. Beruntung dari awal datang kami sengaja membawa satu buku bacaan untuk anak anak. Setelah Rafa menutup cerita sore itu, beberapa anak antusias membaca buku yang kami bawa, mereka bilang jarang melihat buku bacaan seperti ini. Dan lagi, kami saling lirik.
Setelah makan malam, kami berdiskusi tentang program sore tadi. Mendiskusikan kondisi anak-anak disini, yang sangat berbeda dengan anak-anak seusia mereka dikota kami. Tentang anak-anak yang belum bisa membaca padahal sudah duduk dibangku kelas 3 atau bahkan mungkin ada yang lebih dari itu. Tentang anak-anak yang bahkan belum tahu Bahasa Inggris dasar seperti nama-nama hari, Binatang maupun nama-nama buah.
Semua dikelompok kami memang berasal dari kota, sungguh merasakan banyak sekali perbedaan yang bahkan membuat kami kaget meski telah dibekali pada pra-KKN. Menuju desa ini memang sangat jauh dari kota bahkan kabupaten, melewati hutan-hutan, baru sampai disini. Listrik dan sinyal internet pun masih sulit. Tapi kami tak menyangka perbedaan pengetahuan dan Pendidikan disini akan sangat berbeda dengan dikota. Diluar sana anak-anak seusia mereka bahkan ada yang olimpiade sampai internasional. Diluar sana anak-anak seusia mereka sedang sibuk mencari alasan untuk tidak les atau privat. Tapi hari itu, di desa ini, anak-anak itu belum banyak tahu, bahkan mungkin jauh dari kata tahu. Padahal semangat belajar mereka seperti ini.
Diskusi malam itu berbuah jalan keluar untuk masalah pengetahuan di des aini, mulai dari metode ajar, target capaian dan lain sebagainya. Kami bertekad setidaknya sampai masa KKN kami usai, kami mampu memajukan pengetahuan anak-anak bersemangat itu. Dan bila mampu bahkan kami ingin setelah KKN bisa tetap ada yang melanjutkan.
Setelahnya aku berusaha mencari sinyal, berniat menghubungi bunda juga beberapa kawanku. Ku ceritakan pada bunda kejadian sore tadi, dan memintanya mengirimkan buku-buku yang ada dirumahku, sebab bunda memang hobi sekali membelikan kami buku-buku sejak kami masih kecil.
“Nanti abang kabari lagi ya bunda, abang cari tahu dulu, kalua kirim paket kesini bisanya sampai mana, soalnya abang ga pernah liat kurir juga disini.” Jelasku.
“Iya, kabari aja, bunda sambil siapin buku-bukunya.”
Begitu juga kawan-kawanku, ku eritakan pada mereka, kondisi disini. Beberapa bahkan mencarikan Solusi untukku, seperti informasi relawan Pendidikan dan lainnya.
Tekadku memajukan desa ini, khususnya pengetahuan dan anak-anak, semakin matang dengan datangnya banyak cahaya kemudahan untuk membantu mereka. Sedih rasanya, kami di kota bergelimpang pengetahuan, fasilitas memenuhi, bahkan mencari apa saja mudah, sementara disini, mereka sungguh masih jauh dari kondisi itu. Rasanya hari itu aku sangat bersyukur denga napa yang aku punya sejak aku lahir hingga hari itu, sebab aku jauh sekali dari kata cukup bahkan. Dan rasa syukur itu membuatku memiliki rasa kewajiban berbagi dengan anak-anak disini.
10 tahun berlalu, dan tekadku hari itu masih tetap ku uhsahakan sampai hari ini. Sesekali aku Kembali kesana, untuk sekedar mengantar buku baru, atau sekedar menyapa relawan dan warga disana. Sesekali juga bersama teman sekelompok KKN dulu. Bersyukur sekali, dengan izi tuhan,
setiap tahun selalu ada relawan yang dengan senang hati mengabdi untuk pengetahuan desa itu. Bersyukur sekali, dengan izi tuhan, banyak orang baik yang ikut membantuku berkomitmen tentang kemajuan ini. Bersyukur sekali, dengan izi tuhan, masih banyak orang yang sadar akan pentingnya Pendidikan dan pengetahuan untuk seluruh anak bangsa dimanapun ia berada.