Mencari ‘Dunia’-ku di Tahun 2023 – Cerpen Syadah Fahrunisa

Bertarung Melawan Nasib

Mencari ‘Dunia’-ku di Tahun 2023
Karya: Syadah Fahrunisa

Tahun 2023 adalah puncaknya. Puncak dari segala perjuangan, harapan, dan mimpi yang terkubur dalam. Memasuki tahun terakhir duduk di bangku sekolah, aku merasa bahwa inilah akhirnya aku terbebas dari belenggu angka-angka menjenuhkan. Tiga tahun sudah aku bergelut dengan nominal ratusan, ribuan, jutaan hingga miliaran. Suara kalkulator yang berbunyi seantero kelas menyampaikan pesan rumit tak berkesudahan, dan terkadang mengundang tangis bila tak sesuai harapan. Akuntansi, begitulah namanya. Selama tiga tahun aku belajar mencintainya, dan selama itu pula usahaku selalu gagal. Setiap kali rasaku mulai tumbuh, di saat itu pula aku dibuat kecewa. Perasaan itu bermula penolakan orang tuaku terhadap keinginanku untuk masuk ke jurusan desain komunikasi visual.

“Nanti kerjanya apa kalau masuk desain? Kamu masuk akuntansi aja yang prospek kerjanya luas.” Begitulah kalimat yang mendasari alasanku memilih akuntansi, yang ternyata tidak berhasil mengambil hatiku selama tiga tahun penuh. Dulu aku dianggap sebagai gadis lugu yang hanya mengikuti kemauanku sendiri tanpa tahu nasib ke depannya. Sedangkan, aku menganggap orang sekitarku memiliki pemikiran kuno. Di zaman sekarang justru profesi dalam dunia desain tak kalah menjanjikannya dengan profesi lain. Mereka saja yang tidak tahu. Tapi, pada akhirnya aku mengalah. Mengubur keinginanku untuk masuk jurusan yang aku impikan sejak lama. Aku pikir, waktu akan mengubah jalan pikirku. Ada jurang lebar antara duniaku yang berbau seni dan mengandalkan kreativitas sebagai jalan pemikiran, dengan akuntansi yang menggunakan logika sebagai dasar berpikirnya. Sampai kapanpun, tidak akan pernah ada kecocokan antara diriku dengan akuntansi.

Di SMK, aku mencoba bertahan. Hingga sampailah di bangku terakhir sekolahku. Kelas 12 diisi oleh berbagai ujian, secara harfiah dan metafora. Masa-masa di kelas terakhir sebagian besar merupakan persiapan menghadapi Ujian Sertifikasi Kompetensi (USK). Dalam sekolah kejurusan, ujian sertifikasi tersebut yang menjadi penentu keberhasilan layaknya Ujian Nasional di SMA. Di sisi lain, aku juga menyiapkan rencana untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN)—yang tidak mulus juga jalannya.

Lagi dan lagi, aku harus dihadapkan oleh pilihan yang membuat tujuanku goyah. Hanya pertanyaan sepele seperti “mau lanjut kuliah atau kerja?” bisa membuatku melamun sampai berlarut-larut. Bukan karena aku tidak yakin ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, melainkan karena harapan tersirat dari orang di sekitarku yang menginginkan aku bekerja terlebih dahulu. Harapan-harapan yang ditaruh pada pundakku membuat aku sulit melangkah menentukan tujuanku sendiri. Dalam hati aku bertanya, apakah dua belas tahun tidaklah cukup bagiku menjadi mandiri dalam menopang ekonomi, setidaknya untuk diri sendiri? Haruskah aku membebankan orang tuaku lagi dengan biaya yang tidak sedikit untuk meneruskan mimpiku ke perguruan tinggi? Namun, Ayah saat itu meyakinkanku bahwa aku harus lanjut kuliah. Ayah melihatku bukan seperti tiga tahun lalu. Kini Ayah memandangku sebagai gadis yang tengah berkembang dan sudah mampu menentukan keputusan. Sehingga dengan mantap aku pun berkata, “Aku ingin masuk jurusan pendidikan bahasa dan sastra indonesia.”

Keputusanku untuk meninggalkan dunia akuntansi sudah kupikirkan matang-matang. Juga dunia desain, yang entah mengapa aku jadi kehilangan minat untuk menggeluti lebih dalam dunia itu dalam perkuliahan. Dunia pendidikan masuk ke dalam impianku sejak lama, berhubungan dengan cita-citaku yang ingin menjadi guru. Profesi itu sempat aku lupakan semasa SMK, mengingat jurusan akuntansi yang kubayangkan akan berakhir dengan bekerja di depan komputer dan duduk di kursi nyaman pada sebuah kantor. Namun, keinginan itu muncul lagi ke permukaan bersamaan dengan diriku yang mulai menemukan dunia baru—dunia sastra.

Bisa dibilang di tahun 2023 aku seperti mengalami krisis pilihan, lagi dan lagi. Aku mulai mempertanyakan kembali apakah pilihanku untuk terjun di dunia sastra merupakan keputusan yang tepat? Kebimbangan itu muncul ketika aku dibujuk guruku untuk mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Walaupun berdasar pendidikan, namun jurusan tersebut belum pernah mampir di benakku untuk menjadi sebuah pilihan.

“Kamu ambil PGSD aja. Nanti kalau anak Bapak jadi kepala sekolah, pas kamu lulus, kamu bisa langsung jadi guru di SD anak Bapak.” Kira-kira begitu kalimatnya. Bujukan tersebut begitu menggiurkan, hingga setelah kupertimbangkan, jurusan tersebut akhirnya kutaruh menjadi pilihan pertama.

Keputusanku untuk menjadikan jurusan PGSD sebagai sebuah pilihan, merupakan awal dalam perjalanan kisahku selanjutnya dalam mencari ‘dunia’ yang sesungguhnya.

o0o

Dalam tiga bulan, hidupku seperti roller coaster. Awal tahun 2023, aku berhasil menjadi siswa eligible, yakni siswa yang terpilih untuk mengikuti seleksi perguruan tinggi jalur prestasi. Senang bukan main, satu kesempatan telah datang bersama peluang. Sesuai rencana, jurusan PGSD aku cantumkan menjadi pilihan pertama dengan jurusan pendidikan bahasa Indonesia pilihan keduanya. Harap-harap cemas menghantuiku sampai pada hari pengumuman tiba.

Aku gagal. Kegagalan pertamaku di tahun 2023. Meluruhkan satu peluang yang mengundang rasa kecewa dan harapan orang di sekitarku. Di fase ini, aku kembali berubah pikiran untuk bekerja terlebih dulu, sementara di sisi lain ingin kembali mencoba pada seleksi ujian tertulis. Diriku mendadak menjadi seorang pesimis, yang tak yakin terhadap apapun keputusan yang akan aku ambil.

Fase itu tak berlangsung lama karena aku memutuskan untuk melanjutkan perjuangan. Sekitar bulan April aku melaksanakan ujian sertifikasi kompetensi dan berhasil mencapai “kompeten” sesuai harapan. Tapi, setelahnya aku belum bisa bernapas lega karena masih ada tujuan yang harus kukejar—lulus seleksi perguruan tinggi. Berbulan-bulan aku mempelajari soal ujian seleksi, dalam jangka waktu itu juga aku memikirkan kembali pilihanku. Jurusan PGSD resmi kuhapus dari pilihan setelah lama merenung. Bukan tanpa alasan. Setelah bertanya pada hati kecilku, ternyata aku tidak benar-benar menginginkan untuk masuk ke sana. Berbagai pertimbangan mengantarkanku pada keyakinan bahwa dunia sastra kini yang menjadi duniaku, dan aku ingin menjadi bagian darinya.

Setelah aku mengikuti ujian seleksi tersebut, jiwa ini kembali dirundung rasa tidak percaya diri. Aku mulai bertempur dengan jalur langit. Doa dan harap yang dibawa embusan angin bergabung dengan jutaan doa yang dipanjatkan hamba-hamba-Nya. Ini kesempatan terakhir, jika gagal aku tak punya rencana lain. Alternatif tujuan pun belum memikirkan. Hidup dalam pengharapan, menerka-nerka, hingga membuatku tak tahan untuk diam menunggu hari pengumuman tiba.

Aku memutuskan untuk bekerja sembari menunggu hasil seleksinya yang masih berjarak tiga bulan lagi. Di tahun 2023, aku berhasil mewujudkan keinginanku untuk bekerja setelah lulus sekolah. Walaupun hanya sementara, kesan dan pengalaman tak akan pernah kulupakan. Terlebih, aku bertemu dengan banyak orang baik, dan dari sana aku melihat pentingnya mendapat relasi.

o0o

Tahun 2023 terbagi menjadi dua fase kehidupan yang berbeda; peralihan dari bangku sekolah menuju dunia perkuliahan. Ya, dunia perkuliahan yang telah aku perjuangkan, akhirnya berhasil kuwujudkan. Penambahan dua suku kata “ma-ha” pada kata siswa telah aku sanding setelah berbulan-bulan hidup dengan harap dan tentatifnya tujuan. Pada akhirnya, aku menginjakkan kaki ke dunia sastra, menyelami kata penuh makna. Selalu terasa indah sampai sejauh ini. Seperti menemukan jati diri, bahwa inilah aku; menjadi mahasiswi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.

Tahun 2023 bagiku adalah tahun perjuangan sekaligus tahun pembuktian. Pembuktian dari apa yang telah disayangkan orang-orang terhadapku dengan aku banting setir dan meninggalkan akuntansi. Mereka menaruh ekspetasi bahwa suatu saat aku akan menjadi seorang akuntan yang setiap harinya berkutat pada bukti transaksi. Aku sadar, duniaku bukan seperti itu. Bukan profesi itu yang aku mau.

“Ambil pendidikan mau jadi guru? Padahal, guru kan gajinya kecil,” ujar seseorang, sedikit membuatku tersinggung.

“Nggak apa-apa, Bu. Memang udah jadi cita-cita saya sejak kecil mau jadi guru.”

“Udah bagus masuk akuntansi pas SMK biar kerjanya enak. Dulu Ibu ngerasain jadi akuntan, gajinya gede.”

Aku hanya tersenyum menanggapi lontaran seperti itu. Bukan satu-dua orang saja yang bilang, terkadang dibandingkan dengan kehidupan mereka, anak mereka. Ah, Jadi begini rasanya hidup yang tidak memenuhi ekspetasi orang. Namun, siapa mereka bisa menghentikan langkahku?

Tuhan maha baik dengan mengabulkan satu persatu doa dan keinginanku. Aku selalu bersyukur mendapat kesempatan yang tak pernah diduga, hadiah dari Tuhan kuyakin. Tanpa pernah terpikir sebelumnya, aku mendapat pekerjaan sampingan yang berhubungan dengan dunia pendidikan dan sastra. Kuliah sambil bekerja, ibarat promo beli satu gratis satu. Dulu antara kuliah dan bekerja menjadi kebimbangan luar biasa bagiku. Tapi sekarang, aku menjalankan keduanya. Aku semakin sadar bahwa tidak semua perkataan orang benar adanya, dan tidak sepenuhnya keputusanku salah. Aku berhasil memenuhi harapanku sendiri, bahkan melebihi dari apa yang kuterka sebelumnya. Pembuktian ini menguatkan orang tuaku bahwa aku bukan lagi gadis kecil yang naif akan masa depannya. Aku punya tujuan, dan inilah yang aku inginkan.

Bonusnya, aku mengikuti organisasi menjadi pengajar TK. Bisa dibilang, ini menjadi obat atas kegagalanku masuk ke jurusan PGSD—yang untungnya aku gagal masuk ke sana. Aku masih memiliki kesempatan mendidik anak-anak, berinteraksi dan mendampingi tumbuh kembang mereka tanpa terjebak dalam dunia yang salah.

Skenario kehidupanku di 2023 sejatinya telah menjadi rencana Tuhan yang paling indah. Di penghujung tahun, aku berhasil mendapatkan sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas dua puisiku, serta memenangkan perlombaan cipta puisi. Dua hal itu melengkapi semester pertama dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaaan.

Tahun 2023 mengajarkanku banyak hal tentang perjuangan, kegagalan, dan yang terpenting adalah pencarian jati diri. Sekaligus meyakini, apa yang sudah menjadi suratan takdir tak mungkin tertukar. Aku yakin, kehendak-Nya akan jauh luar biasa dari yang bisa aku bayangkan sekarang. Tahun ini menjadi gerbang awal perjuangan menapaki ‘dunia’-ku lebih dalam demi impian yang telah menanti di depan sana.

Tagar:

Bagikan postingan

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *