Merajut Makna di Telatah Usia Senja
Karya: Budianto Sutrisno
Kutatap jam dinding yang terus berdetak tanpa jeda
Jarum panjang berkejaran dengan jarum pendek
Entah rahasia apa yang mereka perebutkan
Menggegas hari berganti hari, tahun pun tekun menimbun pikun
Helai-helai ganih di kepala
Mulai rebakkan rona safa
Pertanda usia mulai menua
Aku tak peduli pada himpunan waktu
Karena dia selalu sajikan ihwal ambigu
Terasa begitu lambat ketika aku dalam penantian dan dukacita
Tapi terasa begitu singkat ketika aku memeluk bahagia
Satu hal yang kutahu, waktu tak jemu menambah hitungan usia
Sekaligus memangkas rentang masa jantung mendegup hidup
Memang, waktu adalah paradoks yang ambigu
Para moyang bilang: masa tua itu saat kebijaksanaan menaklukkan keceriaan
Dan keriput di wajah adalah tanda kebijaksanaan yang suah didapat
Kuingin masa tuaku dibanjur bahagia walau tanpa dia yang sudah tiada
Dia yang dulu suka bersandar di dada
Harum napasnya debarkan jantung rasa sampai hari ini
Memikat hasrat untuk merajut makna
Sejatinya aku harus ikhlas meninggalkan masa lalu
Yang tertoreh larik-larik jazirah resah kepodang malang yang kehilangan sarang
Tak sedikit menyisakan serpih-serpih kepahitan
Tapi kini kutetapkan hati untuk berdamai dengan diri sendiri di telatah usia senja
Hingga kusadar, yang hilir dan banal akan kembali pada muasal
Sayup kudengar suara hati menguliti inti kembara diri
: Sudahkah hidupmu berbuah manfaat bagi sesama?
Getarannya membuatku tak henti berikhtiar menggandakan amal bakti
Dan mekarkan kuntum-kuntum doa
Aku ingin membenahi segala bengkalai
Sebelum almanak usia tiba di titik usai
Sampai aku bersua dengan si dia di alam nirduka
Dalam dekap damai Sang Maha Pencipta
Jakarta, 4 Mei 2024