Muda dan (Mungkin) Benar – Yosua Ludwieg

puisi guru

Muda dan (Mungkin) Benar
karya: Yosua Ludwieg


Kubuka tasku dan kumasukkan map coklat berisi dokumen-dokumen penting itu. Aku berangkat diiringi oleh doa dari kedua orang tuaku. Ini adalah sebuah momen yang menegangkan bagiku, karena aku di bulan Juli ini masih berstatus mahasiswa tingkat akhir. Layaknya mahasiswa lain aku juga masih berkutik dengan skripsi, meskipun hanya tinggal acc dari dosen pembimbing dan mencari hari untuk sidang. Tapi jujur saja lowongan dari dosenku untuk menjadi guru kimia di salah satu SMA ini sangat menggiurkan, apalagi mereka menerima mahasiswa tingkat akhir sepertiku.

Sesampainya di sekolah itu, aku melapor pada satpam layaknya tamu pada umumnya.

“Selamat pagi, Mas! Silahkan kalau mau mendaftar PPDB bisa ke ruang TU.” sapa satpam itu

“Selamat pagi, Pak! Tapi mohon maaf, sebenarnya saya ingin melamar menjadi guru kimia.”

“Mohon maaf, Pak. Saya kira siswa ingin daftar” jawabnya diikuti dengan tertawa kecil

“Silahkan langsung saja ke ruang TU” sambungnya

Kulangkahkan kakiku ke ruang tata usaha. Seorang ibu yang tampak masih muda menyapa dengan ramah dan menawarkan bantuannya. Aku jelaskan maksud kedatanganku untuk melamar sebagai guru kimia.

“Wah mas ingin melamar? Tampangnya masih muda, saya pikir siswa baru” katanya dengan penuh antusias.

Bukannya berniat memuji diri sendiri, tapi memang bisa dikatakan bahwa wajahku tidak tampak seperti mahasiswa tingkat akhir. Mungkin ini merupakan pemberian Tuhan, pikirku.

Beberapa hari kemudian aku mendapatkan chat dari yayasan untuk melakukan wawancara panggilan kerja. Tentu saja kusiapkan outfit terbaikku ketika berjumpa dengan ketua yayasan, karena prinsipku bahwa pendidik dinilai juga berdasarkan tampilan luarnya. Ketika berjumpa dengan ketua yayasan, aku sudah menebak respon yang akan diberikan

“Masih muda ya”. Meskipun begitu tetap kuberikan jawaban terbaik pada setiap pertanyaan yang terlontar dari kepala yayasan. Aku sangat optimis dengan hasil yang akan kudapat.

Tiga hari kemudian aku dikejutkan dengan notifikasi yang berasal dari pesan kepala yayasan. Ya.. seperti prediksiku, aku diterima menjadi pendidik di SMA tersebut. Hal yang cukup membuatku terkejut adalah aku akan menjadi guru kimia tunggal. Kisahku menjadi gurupun dimulai.

17 Juli 2023 adalah hari pertama masuk sekolah di tahun ajaran baru. Aku sengaja datang lebih awal untuk melihat siswa-siswa di SMA ini. Beberapa siswa menatapku dengan penuh tanda tanya, sedangkan aku hanya bisa tersenyum menyapa mereka. Bel masuk berbunyi dan seluruh siswa, termasuk kelas X yang sedang MPLS, dikumpulkan di lapangan untuk melakukan apel. Kepala sekolah memberikan amanat dan membuka tahun ajaran baru.

Aku mengamati tingkah laku siswa dari barisan para guru dan aku dikejutkan ketika kepala sekolah memanggilku untuk maju ke depan. Kepala sekolah memintaku untuk memperkenalkan diri di hadapan para siswa. Aku memang terbiasa berbicara di depan umum, tapi kejutan dari kepala sekolah berhasil membuatku terbata-bata saat memperkenalkan diri.

Alhasil aku mencoba untuk memberikan sedikit candaan pada perkenalanku, tapi itu tidak berhasil justru tatapan siswa semakin aneh padaku.

“Apa ini generasi yang berbeda? Apakah mereka tidak bisa paham jokes receh ini” batinku.

Kelas pertamaku dimulai. Kali ini aku masuk di kelas XI. Jujur aku cukup bingung dengan apa yang harus kulakukan. Aku kembali memperkenalkan diri dengan sedikit membawa candaan, karena memang aku suka hal-hal yang berbau komedi. Beruntungnya tawa kecil nampak di wajah mereka. Aku mulai masuk ke dalam materi. Seperti umumnya guru baru, aku begitu semangat dengan segala ilmu yang aku dapatkan di perkuliahan dan ingin aku terapkan di kelas. Selama perkuliahan ilmu yang kudapatkan hanya sebatas teori, memang ada praktik sewaktu PPL tapi kondisi ini sangat berbeda. Sewaktu PPL tentu saja aku masih didampingi oleh guru pamong, tapi saat ini kondisi berbeda 180 derajat. Aku guru kimia tunggal dan aku yang mengatur jalannya semua kelasku.

Aku mulai mengajar. Kelas ini terdiri dari dua puluhan siswa dan hampir 50% siswa adalah siswa ADEM dari Papua. Sebuah tantangan baru bagiku. Jiwa idealisku kembali berkecambuk, aku menyamaratakan materi kepada semua siswa dan menuntut tuntutan yang tinggi tanpa melihat kebutuhan dan kemampuan siswa. Sesekali kutatap wajah mereka, sebenarnya aku tahu mereka masih nampak bingung. Tapi karena aku harus mengejar materi dan tuntutan jam. Hal ini berlangsung hingga aku menyelesaikan satu bab materi. Huh betapa egoisnya diriku.

“Fitri, Irfan, Carissa” kupanggil setiap siswa sembari membagikan nilai ulangan harian. Nilai yang cukup miris sebenarnya, tapi inilah kemampuan mereka.

“Lho pak ini gak ada tambahan? Kita sudah belajar lho pak” debat salah seorang siswa

“Iya pak materinya bingung pak” sambung siswa lain

“Kan sudah saya jelaskan semuanya dari awal bab hingga akhir” jawabku menangkis setiap perdebatan dari mereka

“Iya itu kan bagi bapak, bagi kami susah” kata seorang siswa diikuti riuh siswa

Segera kukoondisikan kelas dan segera melanjutkan materi pembelajaran. Tapi pikiranku tak bisa tenang, suara-suara itu terus menyelimutiku kepalaku.
‘Itukan menurut Bapak’ kata-kata ini membuatku tidak bisa tidur. Aku kembali merenung. Banyak hal yang aku pelajari di kampus telah kuterapkan, tapi mengapa semua tampak berbeda? “Apakah aku terlalu idealis?” itulah yang ada di pikiranku. Menjadi guru di usia yang masih muda memang begitu sulit, terkhusus dengan keinginan menjadikan sebuah kelas menjadi kelas yang ideal.

Aku menceritakan seluruh keluh kesahku kepada salah satu guru yang kebetulan adalah seorang guru di sekolah penggerak bernama Pak Dedy. Kuceritakanlah semua pengalamanku sejak melamar hingga prose belajar mengajar. Bukannya kata semangat malah tawa yang cukup keras yang keluar. Tawanya justru membuatku lebih bingung.

“Nak… kamu di kuliah pakai kurikulum apa?” Tanyanya

“Di kuliah belajar pakai kurikulum 2013” jawabku

“Sekarang kelas XI menggunakan kurikulum apa?

“Kurikulum merdeka pak”

Jawabanku meruntuhkan semua idealismeku. Aku ingat siswa yang kuajar adalah siswa dengan kurikulum merdeka.

“Nak… kurikulum merdeka itu berprinsip pembelajaran berdiferensiasi” jelas pak Dedy

“Apa lagi ini? Aku tidak pernah mendengarkannya” pikirku

Pak Dedy menjelaskan seluk beluk kurikulum merdeka kepadaku. Pikiranku benar-benar dibukakan oleh beliau. Kini aku paham bahwa kurikulum merdeka justru menguntungkan khususnya dengan kemampuan siswa yang berbeda-beda. Pak Dedy memberikan langkah langkah praktis yang harus kulakukan dalam melakukan kegiatan pembelajaran selanjutnya.

Aku kembali masuk ruang kelas XI dengan rasa penuh percaya diri. Seperti biasa, aku mepresensi dan menyapa seluruh siswa. Satu hal berbeda yang aku lakukan hari ini adalah memberikan asesmen awal kepada siswa. Pertanyaan yang kuberikan bukanlah pertanyaan sulit, melainkan pertanyaan sederhana. Berangkat dari hasil ini kukelompokkan siswa menurut kebutuhan dan kemampuan mereka dan inilah yang menjadi dasar aku untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Materi yang kuberi lebih bersifat intisari, sedangkan siswa dengan kemampuan lebih aku berikan materi pengayaan. Semua berjalan dengan sangat baik dan kegiatan pembelajaranku lebih bervariasi. Pada akhir bab kuminta siswa untuk menggambarkan emosi mereka selama belajar di bab ini. Kebanyakan dsri mereka memberikan emotikon bahagia dan senang. Senyum yang sama juga nampak di wajahku dan kututup pembelajar dengan perasaan penuh bahagia.Ternyata selesai lulus dan kemudian menjadi guru dalam usia muda bukan berarti semua sudah benar dan baik. Seyogyanya guru adalah mereka yang tak pernah berhenti belajar hingga akhir hayatnya.

Kembali aku bertemu dengan pak Dedy dan kuceritakan semuanya kepada beliau. Beliau kembali tertawa, namun kali ini dia tertawa dengan diikuti tanda jempol pada salah satu tangannya.

“Tapi pak ada satu lagi yang membuat saya bingung” kataku

Beliau memberikan ekspresi penuh pertanyaan

“P5 bagaimana ya pak, saya ditunjuk menjadi koordinator P5” sambungku

“Hahaha… gampang sini sini saya jelaskan”

Tagar:

Bagikan postingan

3 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *