Sejenak Hening
Karya: Ahmad Jauhari Umar
Seperti apa yang sudah dikatakan Sapardi dalam puisi Hujan Bulan Juni, bahwasannya tidak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni. Pada bulanitu, tanganku gemetar hebat, darahku mengalir deras, kepalAkupening dan kakiku seperti tak sanggup lagi untuk berlama-lama berdiri. Nenekku, keluargAkusatu-satunya menghembuskan napas terakhirnya setelah tertabrak pengendara mobil tak bertanggung jawab.
****
Dulu Akuadalah pemuda yang sering dicibir oleh warga sebagai sampah masyarakat, sejak kecil Akuhanya tinggal bersama Nenekku di rumah tua yang pasti bocor kalau hujan. Akutidak tau dan tidak peduli dimana kebaradaan Ayah dan Ibuku setelah Nenek bercerita kepadAkubahwasannya Ayah telah menceraikan Ibuku dan mereka hidup dengan pasangan barunya masing-masing, menitipkanku bersama Nenek tanpa memberi biaya hidup sepeser pun pada Nenek.
Setelah lulus dari sekolah, Akumenganggur dan sering kumpul dengan penjudi dan pemabuk di jondol pojok desa. Kehidupanku yang bau akan aroma alkohol itu membuatku lupa dengan permasalahan-permasalahan hidup. Apalagi saat menang judi, dunia seperti milik sendiri biasanya kami menyewa perempuan-perempuan penghibur dan akan mabuk sampai adzan subuh berkumandang hinggalupa kalau barang-barang di rumah Nenek hampir habis terjualkarena keserakahanku.
****
“Jep, nanti malam kita mayoran kata Pak RT.” tiba-tiba Dablo muncul di teras rumah.
“Ada acara apa??” tanyaku.
“Anak Pak RT katanya lulus seleksi perguruan tinggi di Jakarta dan mau ngadain mayoran ngajak kita juga.” lanjut Dablo.
“Oh gitu.”
“Nanti malam ya habis isya.” Tutup Dablo sambil berlalu pergi.
Akusama sekali tidak ingin masuk perguruan tinggi, menurutku menjadi mahasiswa tidak akan berpengaruh dengan pekerjaan kita, toh banyak yang sudah wisuda sampai sekarang masih menganggur. Diperkuliahan mereka hanya adu gaya rambut dan pakaian, berkuliah hanya membesarkan rasa gengsi. Adapun anak Pak RT seumuran denganku Dia sering dipuji oleh orang-orang sekitar. Bukan karena dirinya adalah anak dari RT, tetapi walaupun perempuan Dia adalah pekerja keras dan tidak mengandalkan uang dari orang tuanya. Dia juga sering juara kelas dan jadi delegasi dari sekolahnya ketika ada lomba-lomba pendidikan antarsekolah bahkan antar daerah.
Setelah adzan isya berkumandang, Akulangsung menuju rumah Pak RT. Setibanya disana Akudisambut Bu RT dan dipersilahkan untuk duduk di teras menunggu Pak RT yang belum pulang dari musholla. Setelah menunggu agak lama, langkah sendal jepit lima belas ribuan Pak RT terdengar bertabrakan dengan kerikil.
“Ehhhh..Jepri.” sapanya.
“Pak…” sahutku.
“Tunggu Jep, saya ganti baju dulu, yang lain belum pada datang?.”
“Iya Pak RT, baru Saya saja.”
Setelah itu Pak RT masuk rumah untuk ganti baju, dalam hati Akuberpikir kenapa orang yang dianggap sampah oleh warga ini malah diajak Pak RT untuk syukuran anaknya. Tetapi pikiran itu hilang ketika Dablo dan rombongannya tiba, sepertinya Pak RT tidak ingin terlalu ramai mendatangkan orang-orang. Termasuk Aku, hanya 8 orang yang diundang Pak RT dan semuanya merupakan orang tua yang sudah berkeluarga hanya Akuyang masih bujang disini.
Malam itu kita lalui dengan bercanda dan tertawa. Hanya saja, bagi kami ada yang kurang dari perkumpulan ini. Ya, tidak ada bunyi denting botol anggur disini. Tetapi Akumemaklumi hal tersebut. Ketika malam semakin larut, sebagian orang pulang terlebih dahulu Pak RT pun tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada mereka yang bersedia datang ke rumahnya malam itu. Hanya Aku, Dablo dan dua orang Bapak-bapak yang masih asyik mengobrol di teras rumah Pak RT yang persis di sampingnya kopi yang masih setengah gelas.
“Bagaimana keseharian kamu akhir-akhir ini Jep?” tanya Pak RT tiba-tiba.
“Ya begitulah Pak, sepeninggal Nenek hidupsayaseperti ini ini saja.” Jawabku. Memang ketika Nenek meninggal Akuseperti ingin menangis sejadi-jadinya, tetapi Akutau itu semua tidak akan merubah apapun.
“Kamu pernah ngaji di kuburannya?” lanjut Pak RT.
“Satu kali Pak.”
“Sebenarnya ada yang ingin Saya bicarakan sama kamu Jep. Tetapi berhubung ini sudah larut, jadi kalau kamu mau besok kesini lagi, ya.” Ucap Pak RT.
Dalam perjalanan pulang Dablo menanyakan perihal apa yang Akudan Pak RT bicarakan diteras tadi. Rupanya, Dia memperhatikan kami berdua.
“Bukan apa-apa.” Jawabku. Sejujurnya Akupenasaran apa yang akan dibicarakan oleh Pak RT besokhanya saja dalam situasi ini Akulebih memilih untuk tidur agar besok bisa cepat-cepat ke rumah Pak RT.
****
Pagi harinya, ketika Akusampai di rumah Pak RT beliau sedang asyik menyirami tanaman.
Ketika Pak RT melihatku, beliau langsung mematikan kran dan menyuruhku untuk masuk ke ruang tamu. Akuterkaget ketika di kursi ruang tamu sudah ada Naya, yaitu anak dari Pak RT.
“Pagi, Jepri.” Sapanya.
“Pagi, Nay.” Sahutku dengan sedikit malu.
“Sudah sarapan belum Jep?” ucap Pak RT mengagetkanku dari belakang.
“Ehh sudah Pak.” Akuterpaksa berbohong kala itu.
Setelah sedikit lama kami terdiam, Pak RT pun membuka pembicaraan.
“Sampai kapan kamu begini terus Jep?” pertanyaan itu membuatku tidak betah untuk berlama-lama disini.
“Ehhmaksudnya Pak?” tanyAkupura-pura tidak tau.
“Kamu lupa akan mimpimu Jep?” tanya Pak RT balik.
Saat itu Akuterdiam sejenak dan mengingat masa-masa dimana Akumasih semangat sekolah. Dulu Akuingin menjadi seorang jurnalis. Menurutku, menjadi seorang jurnalis adalah pekerjaan yang hebat mereka memperoleh informasi aktual dan ketika menyampaikanya kepada masyarakat luas dengan gaya bicara dan tulisannya yang tidak biasa, seolah-olah mereka adalah mengetahui segala hal di dunia ini.
Tiba-tiba Naya memberikanku sebuah foto Akuingat betul foto itu diambil ketika kami mengikuti lomba jurnalistik mewakili sekolah kami. Dalam lomba itu, Akumenjadi juara kedua dan Naya menjadi juara pertamanya. Ketika tiba di sekolah, kami disambut dengan hangat oleh jajaran Guru dan Kepala Sekolah bahkan sebagian teman-teman kami pun bersorak ketika kami pulang dengan membawa dua piala yang tingginya hampirsatu meter itu. Kepala sekolah mengatakan kepada kami kalau ini kali pertamanya sekolah menjuarai lomba jurnaistik tingkat nasional. Baginya, ini menjadi salah satu sejarah yang ditulis oleh siswa siswi terbaiknya.
MatAkuberkaca-kaca setelah melihat foto itu. Bagaimana tidak, ketika Akumelihatnya seketika itu pula kenangan-kenangan dan mimpiku di masa itu datang kembali dan seakan-akan mendorong jiwa dan ragAkuuntuk terus mengejarnya. Akupun tertunduk, bagiku sepertinya mengejar mimpi-mimpi yang ku agung-agungkan dahulu sudah terlambat dan mustahil untuk dilAkukan sekarang.
“Saya tidak bisa Pak.”
“Biarkan saja mimpi-mimpi itu tinggal dan menjadi perhiasan di masa lalu saya.”
“Saya sudah tidak ada niatan dan semangat lagi untuk mengejarnya Pak.”
Naya dan Pak RT terlihat kecewa dengan penyataanku. Sejujurnya, bukannya Akutidak mau lagi mengejar mimpi-mimpi itu tapi masalah ekonomi yang membuatku tidak bisa kemana-mana untuk makan sehari-hari saja kadang Akumemohon kepada Haji Durpan pemilik toko material di Desa ku untuk mempekerjakanku. Walaupun hanya serabutan tapi itu sudah cukup untuk menghidupiku, kalaupun sedang tidak ada pekerjaan Akumenjual perabotan peninggalan.
“Sebetulnya Saya minta kamu kesini untuk memberitahukan sesuatu Jep.” Pak RT melanjutkan.
“Apa itu Pak?” tanyAkupenasaran.
“Ada beasiswa perguruan tinggi di Jakarta dan Naya sudah lulus seleksi kemarin, kalau kamu mau kita bisa bantu untuk prosesnya Jep.”
“Tapi Pak, walaupun saya lulus seleksi dan di terima di perguruan tinggi itu Saya tidak ada waktu untuk bekerja dan menghidupi diri Saya sendiri Pak” katAku.
Naya dan Pak RT tersenyum melihatku, ternyata mereka telah mendaftarkanku di perusahaan yang bergerak di bidang jurnalis. Pekerjaan ini fleksibel bisa dikerjakan dimana saja, mereka hanya menyuruhku untuk menulis artikel di website resmi mereka walaupun gajinya tak sebesar karyawan kantor tetapi ini sangat cukup untuk biaya hidupku.
****
Sekarang sudah 2 semester Akudan Naya berkuliah di Perguruan Tinggi itu dan tidak jarang kami mengikuti berbagai lomba kebahasa dan sastraan seperti cipta puisi, cerpen, karya tulis ilmiah dan lain-lain. Tidak henti-hentinya Akuberterimakasih kepada Tuhan yang Maha Esa dan juga orang-orang yang selalu sayang kepadAkuseperti Pak RT dan Naya. Akuberjanji untuk tidak akan menyia-nyiakan perhatian mereka kepadAkudan Akuberjanji pula untuk terus mengejar mimpiku itu.