Teman–Teman Hebatku di Kelas – Cerpen Nunu Amir

puisi guru

Teman – Teman Hebatku di Kelas
Karya: Nunu Amir


Hujan masih mengguyur hingga pagi ini. Aku bersiap berangkat ke tempat mengajarku. Seperti biasa aku selalu berangkat bersama suami. Kami satu arah hingga suamiku bisa mengantarku terlebih dahulu sebelum lanjut berangkat ke kantor. Sarapan dan segala keperluan sudah aku siapkan tak lupa untuk anak – anak lelakiku yang juga bersiap berangkat ke sekolah. Anak-anakku sudah duduk di sekolah menengah atas jadi mereka bisa berangkat sendiri dengan mengendarai motornya masing – masing.

Suasana hujan membuat jalan sedikit macet. Para pengendara motor seakan balapan supaya cepat sampai di tempat tujuan. Hampir saja mobilku menyerempet pengendara motor yang tanpa memberi tanda terlebih dahulu langsung menyalip kami. Untungnya suamiku bisa mengatasinya. Berkendara di jalan memang butuh kehati – hatian.

Satu notifikasi masuk ke telepon genggamku. Ada sebuah pesan dari salah satu orang tua murid di kelasku. Beliau mengabarkan bahwa anaknya agak terlambat datang ke sekolah dikarenakan menunggu hujan agak reda baru akan berangkat. Sang anak memintanya untuk mengabarkan ke aku karena khawatir mendapat hukuman dariku jika datang terlambat. Aku tersenyum membacanya dalam hati aku bersyukur bahwa muridku sudah paham aturan sekolah bahwa datang harus tepat waktu, padahal dia baru kelas satu SD.

Tiga puluh menit perjalanan akhirnya tiba di sekolah. Sebuah sekolah yang berlokasi di Depok. Kulihat beberapa guru piket tetap bertugas menyambut murid – murid dengan senyum yang santun . Mereka berbaris di teras kelas. Tak lupa Pak Narto dan Pak Asep dari bagian kebersihan sigap mengelap lantai agar tidak licin dan aman untuk dilalui. Sekolah kami memiliki aturan melepas sepatu sebelum masuk ke kelas. Hal ini dilakukan agar kelas selalu bersih dan nyaman untuk belajar dan bermain.

Setelah bersalaman dengan rekan – rekan guru yang sudah hadir,lalu tanda – tangan absen aku segera masuk ke kelasku. Di sana sudah ada beberapa murid yang menyambutku. Mereka berebut mencium tanganku. Senang rasanya bisa berjumpa dengan mereka.

Aku mengajar di kelas satu. Dengan karakter murid – murid yang berbeda – beda peralihan dari sekolah taman kanak – kanak masuk ke sekolah dasar tentunya dibutuhkan kesabaran dalam mendidik mereka. Di kelas aku tidak sendirian. Aku ditemani oleh rekanku,Bu Sekar.

Rachel muridku yang selalu ceria mendekatiku. “Apa kabar,Bu Nurul hari ini? Katanya sambil memonyongkan bibirnya menambah gemas melihatnya. “Alhamdulillah Bu Guru sehat dan bahagia,” kujawab sambil tersenyum dan membetulkan jilbabnya yang miring. “Bu,Serly menangis tuh,” sambil menunjuk temannya. Kudekati kursi Serly. Anak ini memang sangat lembut perasaannya. Dari awal masuk dia sering menangis jika ada hal – hal kecil mengusik hatinya. “Ayah dan ibu berantem lagi,ibu teriak – teriak sambil memukul ayah. Ayah dan ibu nakal,”. Ah, bukan sekali ini saja kudengar Serly bicara seperti ini. Aku belum pernah bertemu orang tuanya karena setiap berangkat sekolah Serly selalu diantar oleh nenek dan kakeknya. Sang nenek selalu mengatakan bahwa ayah ibunya sangat sibuk dan hanya pulang seminggu sekali itu pun jika urusan kerjanya sedang santai. “Serly tidak usah sedih,ya. Mungkin ayah dan ibu sedang lelah. Sekarang senyum ya,Bu Guru ada game baru hari ini,”. Kupeluk dan kuusap kepalanya. Serly tersenyum. Rachel langsung menemani. Dia membacakan sebuah cerita untuk Serly. Selain ramah,Rachel memang sangat peduli dengan teman – temannya.

“Assalamu’alaikum,Bu Nurul,” tiba – tiba Andre sudah ada di sampingku. Anak ini memang selalu mengejutkanku. “Wah,kacamata baru nih,”ujarku pada Andre. Muridku yang satu ini memang gemar sekali bergaya. Setiap hari ada saja gayanya bak model. Sepertinya Andre berbakat di bidang itu. Pernah suatu ketika dia ikut lomba futsal di sekolah. Saat teman – temannya sedang sibuk mengoper bola supaya gol,tiba – tiba dia duduk di tengah lapangan sambil bergaya layaknya model. Alhasil wasit langsung teriak mengingatkan,”Ayo,main nanti gawangmu bisa kemasukan gol.”. Sontak teman – teman yang menonton bertepuk tangan buat Andre. Kalau ingat itu aku suka ketawa sendiri. Percaya dirinya sangat bagus. “Ini kacamata dari oma aku,Bu. Aku tambah ganteng kan,Bu Guru,” ujarnya sambil menggunakan kacamata dengan bingkai biru itu. “Pasti!” kujawab singkat sambil mengacungkan jempol buatnya.

Sambil menunggu murid yang lain datang,aku mulai menyiapkan perlengkapan mengajarku. Hari ini kami akan belajar tentang macam – macam kalimat dalam Bahasa Indonesia. Untuk materi ini aku memilih model pembelajaran Team Games Tournament, Aku pilih metode ini karena mampu meningkatkan keaktifan murid – muridku di kelas, suasana kelas juga lebih menyenangkan, dengan adanya permainan yang sesuai dengan karakter anak – anak yaitu senang bermain.

Di luar masih hujan. Satu persatu murid – muridku mulai berdatangan. Omar tergopoh – gopoh masuk ke dalam kelas. Setelah mengucap salam dia berlari menuju tempat duduknya meletakkan tasnya di kursi dan sepatunya di rak, lalu kembali menghampiriku. “Maaf,Bu aku lupa salaman,” ujarnya sambil meraih tanganku dan mencium punggung tanganku. Omar muridku yang paling semangat. Setiap ada lomba – lomba di sekolah, Omar paling pertama yang daftar, Dia juga pandai menyemangati teman – temannya. Saat pertandingan tarik tambang agustusan, Omar yang menjadi penyemangat buat teman – temannya. Dia mengingatkan agar jangan takut saat lawan terlihat lebih kuat. Dengan teriakannya, dia mampu membuat teman – temannya menyingkirkan rasa takutnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam lebih lima puluh menit. Sepuluh menit lagi menjelang bel masuk. Kuberdiri berjalan ke depan pintu kelas. Kulihat Bu Sekar baru datang. Dia melepas jas hujannya dan langsung menyalamiku. Bu Sekar tidak pernah terlambat walaupun rumahnya jauh. “Macet sekali di jalan,saya sempat kena semburan air dari motor lain,” ujarnya. Kubantu Bu Sekar membawa tasnya ke kelas. Dia melanjutkan ke belakang untuk menyimpan jas hujannya.

Di belakang Bu Sekar kulihat Danish baru datang ditemani oleh ibunya. Kusapa dia dan ibunya. Danish lanjut melepas sepatunya lalu masuk ke dalam kelas menyimpan tas dan sepatunya. Danish muridku yang unik. Saat beberapa minggu di awal masuk Danish sering kali teriak. Dia terlihat gugup dan belum dapat beradaptasi dengan lingkungan kelas. Danish pun belum berani untuk bermain bersama teman – temannya di kelas. Setiap kondisi kelas sedang aktif, Danish tiba – tiba teriak. Dia tidak suka suasana berisik. Saat tidak bisa membuka botol minum pun dia akan teriak. Setiap bel pulang dia akan menangis kencang jika dilihat ibunya belum datang menjemputnya. Butuh beberapa minggu buat aku dan Bu Sekar mengatasi kondisi Danish. Dengan pendekatan yang lembut dan kordinasi dengan teman – teman di kelas alhamdulillah dalam waktu satu bulan Danish sudah mampu nyaman di kelas. Teman – temannya pun ikut berperan membantu Danish jika Danish kesulitan. Aku dan Bu Sekar sangat bahagia melihatnya. Dan yang lebih membanggakan Danish berani tampil dalam lomba membaca puisi saat acara Pekan Bahasa di sekolah. Walaupun belum dapat juara tapi Danish sudah membuktikan bahwa dirinya mampu tampil percaya diri.

Bel berbunyi tepat pukul tujuh. Semua muridku sudah hadir. Walaupun hujan ternyata mereka tetap semangat ke sekolah. Aku jadi teringat kejadian bulan lalu. Beberapa hari sebelum lomba Pekan Bahasa ada beberapa muridku yang sakit. Mereka sudah beberapa kali kami latih di kelas mempersiapkan diri untuk lomba ini. Ada berbagai lomba yang akan mereka ikuti. Puisi, gerak dan lagu, speliing bee, dan lomba fashion show. Aku dan Bu Sekar sangat sedih karena pastinya mereka yang sakit tidak akan bisa ikut lomba. Ternyata prediksi kami salah. Murid – muridku lengkap masuk. Mereka hadir karena tidak mau melewatkan momen lomba tersebut. Aku dan Bu Sekar sangat terharu melihat semangat mereka .

Kami memulai pelajaran dengan membaca doa dipimpin oleh ketua kelas kami yaitu Jafran. Kelas dibuka dengan membaca beberapa surat pendek. Murid – murid membacanya dengan khusyu. Dalam hatiku selalu berdoa semoga murid – murid hebatku kelak menjadi orang – orang sukses yang dapat memajukan negeri ini. Menjadi guru bukan sebuah karir tapi pengabdian untuk mewujudkan generasi yang cerdas dan berakhlak mulia.

Tagar:

Bagikan postingan

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *