Benih Harapan
Karya: Tuhfah Azizah
Tahun 2023 bagi Azizah adalah tahun kehampaan. Hal ini dikarenakan pada 2023 Azizah merasakan udara kota yang terasa menyesakkan, dijejali polusi serta deru mesin tak henti. Kumpulan gedung-gedung menjulang bagai raksasa keji yang matahari yang seakan malu-malu mengintip di sela-selanya. Kehidupan digital yang menjerat semua kalangan umur, alogoritma mengendalikan realitas, dan kebersamaan yang digantikan dengan like dan emoji. Kegembiraan Azizah yang dipetik dari alam, dari senyum tetangga sekitar, dari buku bacaan, sirna digilas roda kemajuan zaman. Hal ini tidak dapat dihindari sebagai dampak kemajuan teknologi yang terjadi di tahun 2023. Azizah adalah seorang wanita muda yang tinggal di kota besar. Azizah merupakan sosok wanita yang cerdas, kreatif, serta memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dia suka membaca, menulis, serta bersosialisasi dengan orang lain.
Suatu sore dalam keputusasaan Azizah tersandung sebuah pameran yang berada di sudut kota. Pameran tua, berdebu, dengan papan kayu lapuk bertuliskan “Kebun Kenangan yang Indah”. Terdorong rasa penasaran, Azizah pun memutuskan untuk masuk pameran tua tersebut. Aroma tanah basah dan dedaunan menyambut kedatangannya. Di ruang remang, lukisan-lukisan kuno terpanjang yang menarik perhatiannya. Bukan pemandangan yang megah, melainkan sawah hijau yang terbentang, anak-anak yang sedang kejar-kejaran sambil tertawa bahagia tanpa adanya beban, dan nenek renta yang sedang menanak nasi di dapur berdinding bilik. Tanpa disadari air mata Azizah mengalir tanpa diundang, ada rindu yang terpenjara dalam hatinya.
Azizah bertemu Pak Tua, pemilik pameran tersebut. Mata pak Tua sangat bening, dan penuh kisah. Mereka berdua berbincang panjang. Pak Tua bercerita tentang masa ketika bumi bersahabat dengan manusia, ketika anak-anak berlumuran tanah dan orang tua bercerita di bawah langit lapang. Azizah tersadar, jika ia tidak hanya merindukan alam, tapi juga keakraban, kemurnian, dan kehangatan. Pak Tua tersenyum sambil berkata “Anak muda, masa depan itu bukan ditunggu, tapi diciptakan. Jika kamu menginginkan kebahagian, kau harus menanam benihnya.”
Azizah terbakar semangat setelah mendengarkan kata-kata Pak Tua tadi. Dia keluar dari pameran tersebut, dan pergi menuju desa kecil di kaki gunung yang bernama Desa Guci. Di desa itu ia belajar bertani, beternak, hidup selaras dengan alam. Dia membangun komunitas kecil, bercocok tanam organik, mengajarkan anak-anak mengenal kesenian, berbagi cerita di bawah bintang. Ada tawa, ada keringat, ada duka, dan ada bahagia yang murni. Di desa kecil ini menjadi tempat tujuan Azizah, semangat dan dedikasi yang dia miliki terpancar dengan sangat jelas. Bersama-sama, mereka bercocok tanam organik, menciptakan lingkungan yang seimbang dan ramah lingkungan. Mereka saling membantu dan berbagi pengetahuan mereka tentang pertanian organik kepada orang- orang sekitar. Dalam komunitas ini, tawa dan keringat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mereka bekerja bersama untuk mencapai keberhasilan dan kebahagiaan yang murni.
Azizah menggunakan teknologi modern untuk menyebarkan pesan damai dan kebaikan yang dia bawa. Melalui media sosial, dia membagikan foto-foto indah tentang kehidupan desa itu. Gambar-gambar tersebut menyentuh hati banyak orang setelah melihatnya. Pesan damai dan kebahagian yang dia sebarkan melalui teknologi menjadi sumber inspirasi dan harapan bagi banyak orang. Kisah Azizah dan komunitas yang ia bangun menjadi inspirasi bagi banyak orang. Semakin banyak orang yang terinspirasi untuk mencari kehidupan yang lebih bermakna, hidup selaras dengan alam, dan menyebarkan kebaikan kepada orang lain. Berita tentang komunitas yang dibangun oleh Azizah dengan semangat dan kepedulian sangat tulus menyebar dengan cepat, dan semakin banyak orang yang terinspirasi untuk bergabung. Mereka datang dengan harapan untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang murni di tengah kehidupan yang serba kompleks.
Suatu hari, kabar tentang komunitas yang dibagun Azizah mencapai telinga Menteri Lingkungan Hidup. Tertarik dengan apa yang dicapai oleh Azizah dan komunitasnya, sang menteri memutuskan untuk mengunjungi desa kecil tersebut. Setibanya di sana, dia terkesan dengan keindahan alam yang sangat terjaga dan kehidupan yang seimbang di sana. Melihat potensi yang dimiliki oleh komunitas ini, pemerintah memutuskan untuk memberikan hibah tanah dan dukungan untuk mengembangkan desa tersebut menjadi desa berkelanjutan. Azizah menerima dengan senang hati tawaran tersebut, namun dia memiliki satu syarat yang sangat penting yaitu teknologi harus dimanfaatkan untuk melestarikan alam, bukan menghancurkannya. Dengan bantuan pemerintah, komunitas Azizah mengembangkan berbagai inisiatif yang bertujuan untuk mempertahankan keindahan alam di sekitar mereka. Mereka menggunakan teknologi untuk mengoptimalkan sistem pengolahan air, meminimalkan limbah, dan mengurangi jejak karbon. Syarat Azizah terhadap penggunaan teknologi untuk melestarikan alam, bukan menghancurkan, melainkan menjadi prinsip yang dipegang teguh oleh komunitas ini. Mereka menyadari bahwa teknologi memiliki potensi besar untuk membantu menjaga keseimbangan alam dan menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. Dalam setiap langkah yang mereka ambil, mereka selalu mempertimbangkan dampak lingkungan dan berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi bumi yang mereka cintai.
Seiring berjalannya waktu, Desa Guci terus berkembang pesat. Mereka berhasil mendirikan sekolah hijau yang menjadi pusat pendidikan lingkungan bagi anak-anak di desa tersebut. Di sekolah ini, anak-anak diajarkan tentang pentingnya menjaga kelestarian alam, praktik pertanian organik, dan cara hidup ramah lingkungan. Keberhasilan komunitas Azizah dalam membangun desa berekelanjutan juga memberi inspirasi kepada perusahaan-perusahaan di sekitar mereka. Perusahaan-perusahaan ini terinspirasi untuk menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan dalam operasional mereka. Mereka mulai menerapkan pertanian vertikal untuk memaksimalkan penggunaan lahan, daur ulang sampah untuk mengurangi limbah, dan transportasi rendah emisi untuk mengurangi polusi udara. Langkah-langkah ini membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan menciptakan kehidupan yang lebih berkelanjutan. Kehadiran Desa Guci ini menjadi teladan bagi banyak orang. Mereka membuktikan bahwa, semangat dan kepedulian yang tulus kita dapat menciptakan perubahan positif dan membuktikan perkataan Pak Tua yaitu “Anak muda, masa depan itu bukan ditunggu, tapi diciptakan. Jika kamu menginginkan kebahagian, kau harus menanam benihnya.”
Tahun 2043, Azizah sudah memasuki usia tua yang bijaksana. Dia duduk dengan tenang di bawah pohon besar yang telah tumbuh bersama dengan komunitasnya selama bertahun-tahun. Di sekelilingnya, anak-anak dan cucunya berkumpul, menikmati kehangatan dan keindahan alam Desa Guci. Saat Azizah melihat sekelilingnya dia merasa bangga dengan apa yang telah dicapai oleh komunitasnya. Kebahagiaan juga terpancar di wajah setiap orang, karena mereka melihat hasil dari upaya kolektif dalam menjaga alam dan menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. Azizah melihat semangat cinta alam yang dia tanamkan dalam diri mereka tumbuh dan berkembang, membawa perubahan positif dalam kehidupan mereka dan orang-orang di sekitar mereka. Dibawah pohon besar inilah yang menjadi saksi perjalanan panjang komunitas ini, Azizah merenungkan betapa pentingnya menjaga kelestarian alam dan menghargai kehidupan di bumi. Dia bersyukur bahwa dia telah menjadi bagian dari perubahan ini dan berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih baik. Dia juga melihat masa depan yang penuh harapan dan keceriaan. Kisahnya di tahun 2023 telah menanam benih cinta dan peduli terhadap alam, dan kini mereka menuai panen kebahagian yang melimpah. Masa depan yang lebih baik telah tercipta, di mana manusia dan alam hidup dalam keselarasan dan kebahagiaan bersama.