Dari Pelajar, Aku Kembali Belajar
Karya: May Lita Wardiya Ningsih
Dingin nya angin pagi, membuat Sebagian manusia di muka bumi ini memilih bersembunyi di balik selimut hangat nya, namun tidak dengan fajar. ia bangun bahkan sebelum adzan subuh berkumandang. Keadaan menuntut ia untuk belajar dewasa sebelum waktunya. Selepas sholat subuh ia laksanakan, ia melanjutkan untuk mempersiapkan dagangan nya yang akan ia bawa bersama nya ke sekolah.
Perjalanan menuju kesekolahan pun bukan suatu hal yang mudah untuk ia tempuh, tidak seperti di kota kota besar yang banyak angkutan umum nya dan jalan raya nya pun ber aspal kan halus, ia pergi menggunakan sepeda tua milik ayah nya, menyusuri setiap sudut kotakan sawah di desa nya. 2 Kilo meter jarak sekolah dengan rumah nya. Sesampai nya di sekolah, fajar tak langsung pergi ke kelas nya, melainkan ia harus menitipkan dagangan nya kepada penjaga kantin sekolah nya. Tak lama setelah itu, Bel Pelajaran pertama pertama pun berbunyi, fajar pun bergegas menuju kelas nya. Hari ini adalah Pelajaran penjaskes, namun karena cuaca di luar tidak memungkinkan untuk fajar dan teman teman kelas nya menuju lapangan, sampai pada akhirnya, bapak Wahyudi, Guru penjaskes fajar memutuskan untuk menggantikan Pelajaran nya dengan menuliskan harapan dan cita cita kemudian dibacakan di depan kelas secara bergiliran atau bergantian.
“baiklah, karena cuaca hujan di luar, dan tidak memungkinkan kita untuk melakukan olahraga di lapangan, jadi untuk hari ini, bapak meminta kepada kalian, kertas yang akan bapak bagikan ini, kalian isi dengan harapan dan cita cita kalian di masa yang akan datang” ujar pak Wahyudi
Selang beberapa menit, seluruh siswa kelas fajar telah menyelesaikan tugas mereka, dan membacakan nya apa yang telah mereka tulis. Ada yang Sebagian dari mereka menuliskan ingin menjadi polisi, tantara, dokter, pilot, pramugari, nahkoda, dan lain sebagai nya. Tapi tidak dengan fajar, ia justru hanya menuliskan cita cita nya ingin menjadi ‘GURU Ngaji” di desa nya. Hal ini membuat hati pak Wahyudi seketika terpanggil untuk bertanya.
“fajar, boleh maju kedepan sekali lagi” pinta pak Wahyudi. Fajar pun dengan setengah malu maju ke hadapan teman teman kelas nya.
“apa alasan kamu hanya ingin menjadi Guru Mengaji nak di desa? Sedang kamu bisa bercita cita lebih dari pada ini sebenarnya? Lihat teman teman kamu, bagaimana mereka bersemangat menuliskan cita cita dan harapan tinggi mereka, tidak kah kamu juga ingin sama dengan mereka?” tanya pak Wahyudi kepada Fajar dengan penuh rasa penasaran
Awal nya setengah malu fajar maju ke hadapan kawan kawan nya, namun keyakinan pada diri nya, bahwa mimpi nya itu pun adalah mimpi besar, maka dengan penuh keberanian, fajar mencoba menjawab dan menjelaskan mimpi besar nya tersebut.
“bapak saya pernah berpesan, bahwa orang besar adalah ia yang mau mengajarkan ilmu nya dengan penuh keikhlasan meski ia berapa di tempat terpencil dan di balik gunung sekali pun”, keadaan kelas yang ramai seketika menjadi hening, seluruh teman teman kelas nya menatap penuh haru, dan mendengarkan dengan penuh keseriusan, kemudian fajar melanjutkan menjelaskan alasan nya
“jika di desa saya sekalipun hanya tersisa satu orang murid untuk belajar, atau kalau pun tidak ada yang mau belajar, maka saya akan mengajar mereka, atau bahkan kepada manusia manusia lain nya di muka bumi ini dengan pena pak”. Serontak suara tepukan tangan pun terdengar dari setiap sudut bangku di kelas tersebut, pak Wahyudi pun seketika menggelengkan kepala nya sebagai bentuk haru dan juga bangga. Tak sampai disitu, fajar mencoba untuk menceritakan perjalanan nya sebagai guru ngaji sejak ia duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai kini ia duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Jarak tempat ia mengajar mengaji dari rumah nya, cukup lumayan jauh. Tak jarang sepeda yang ia naiki sebagai kendaraan untuk ia berangkat mengajar baik baik saja di perjalanan, kadang rantai nya putus, atau bahkan ban nya bocor. Dan tak selalu nya pun keadaan langit yang cerah, terkadang ia kehujanan saat cuaca mendung. Pernah suatu Ketika ia pulang mengajar selepas maghrib, hari itu dia berpuasa sunnah hari kamis, awal perjalanan pulang ia dari masjid ke rumah, berjalan dengan baik. Tapi siapa sangka, di Tengah perjalanan, rantai sepeda nya putus, dan hujan datang dengan tiba tiba, sedangkan perut ia dalam keadaan kosong. Namun halang rintang itu ternyata sama sekali tidak menggoyahkan kesemangatan Langkah nya untuk terus mengajar mengaji, mengajarkan satu demi satu huruf hijaiyyah kepada anak anak kecil bahkan yang berusia remaja di desa nya. Karena bagi nya, satu huruf yang ia ajarkan, jika kelak dapat diajarkan Kembali oleh seorang murid yang ia ajarkan, maka dapat menjadi suatu pahala jariyah baginya yang terus mengalir. Dan besar harapan fajar, bahwa di tahun baru ini, ada banyak lagi anak anak desa nya yang mau belajar mengaji. Karena, dengan cerdas nya para generasi bangsa, dapat membantu mempertahankan dan memajukan kejayaan negara bahkan Agama. Tepukan tangan dari kawan kawan kelas fajar Kembali terdengar ramai, pak Wahyudi pun seketika langsung berdiri untuk memberikan apresiasi berupa tepukan tangan kepada fajar. selang beberapa waktu kemudian, bel waktu istirahat berbunyi, pak Wahyudi sebelum meninggalkan kelas, meninggalkan secercah pesan dalam kertas kecil untuk fajar, yang bertuliskan “temui bapak di kantor setelah jam pulang sekolah nak”.
Seusai bel Panjang yang menandakan selesaikan Pelajaran di sekolah pada hari itu, fajar mencoba melangkahkan kaki nya untuk menemui panggilan pak Wahyudi sebelum ia mengambil tempat dagangan nya ke kantin, sesampai nya di kantor pak Wahyudi, fajar sedikit terkejut, karena ada bapak kepala sekolah disana. Dan ternyata, pak Wahyudi telah menceritakan tentang mimpi dan cita cita fajar kedepan nya. Sontak bapak Saiful (kepala sekolah) memanggil ia.
“masuk lah nak” panggil bapak Saiful kepada Fajar
“bapak sudah mendengar cerita mimpi dan cita cita mu dari pak Wahyudi. Sungguh mulia harapan mu nak. Sungguh tulus perjuangan mu. Kami selaku guru mu, Kembali belajar banyak hal dari mu. Dan sungguh, bukan kami yang mengajari mu, tapi sejatinya, kamu lah yang mengajarkan kami, akan makna perjuangan, ketulusan, kesemangatan juga kesabaran”, sambung pak Saiful menyampaikan omongan nya
“Adapun maksud kami memanggil kamu kesini adalah, kami ada sedikit hadiah untuk mu nak, kami ada sepeda baru untuk mu. Semoga dengan sepeda baru itu, kamu bisa terus mengayuhkan Langkah mu untuk lebih jauh lagi dalam mengajar, dan kamu bisa terus mempertahankan kesemangatan mu itu, bahkan meningkatkan kesemangatan itu di tahun tahun berikutnya. Teruskan pengabdian mu untuk negri dan agama ya nak.” ungkap rasa haru dan terimakasih pak Wahyudi kepada fajar
Rasa sedih bercampur Bahagia juga rasa Syukur yang tak henti fajar rasakan saat itu, tak ia sangka, doa doa yang ia panjatkan di setiap sepertiga malam bahkan sebelum subuh ia rela untuk bangun menyiapkan bahan bahan dagangan demi bisa menabung dan membeli sepeda baru juga Tabungan untuk masa depan, kini Allah kabulkan satu per satu. Ketulusan dan kesabaran juga perjuangan yang selama ini miliki dan jalani, membuahi hasil yang tidak mengkhianati. Bagi nya, hidup adalah perjuangan, dan Dunia adalah ladang berjuang untuk ia mengumpulkan bekal kelak di akhirat, karena dunia hanya tempat singgah, sedangkan akhirat adalah tempat Kembali.
Setelah obrolan fajar dengan pak Saiful dan pak Wahyudi selesai, fajar pun berpamitan untuk bergegas pulang, karena ia harus melanjutkan persiapan mengajar mengaji sore ini. Pihak sekolah pun membantu untuk menghantarkan sepeda baru fajar ke rumah nya.
Dan sore itu, sungguh Langkah fajar dalam mengayuhkan sepeda baru nya penuh dengan semangat. Senyum Syukur yang menghiasai wajah ganteng nya tidak bisa ia tutupi kepada dunia bahkan kepada setiap manusia yang menjumpai nya, mereka seakan tahu bahwa fajar sedang merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Sepeda yang diberikan pihak sekolah ia gunakan untuk mengajar dan menemani setiap Langkah perjuangan nya untuk masa depan. Dan kini, fajar tidak perlu repot repot lagi merasakan khawatir atau was was yang berkepanjangan dalam setiap perjalanan nya dalam mengayuh Langkah sepeda nya, karena ia tak perlu lagi memperbaiki rantai sepeda yang selalu lepas, dan ban sepeda nya yang selalu harus ia pompa sebelum menaiki nya.
Dan dari fajar, pak Wahyudi Kembali belajar dan tersadarkan, akan makna perjuangan dalam mengajar dan mengabdi untuk negri dan agama yang sesungguhnya. Dimana ketulusan dan kesabaran harus terus ditanamkan dalam setiap Langkah perjuangan, serta kesemangatan yang harus terus dipertahankan bahkan ditingkatkan