Kita Pasti Tua
Karya: Nuraini, S.Pd.
Jika kita tua nanti…
Kan kubangun taman kecil depan rumah, agar pohon-pohon yang kita tanam menua bersama
dan menunggu daun yang berguguran dengan indah di bangku. Lalu kau dendangkan lagu
daun jatuh milik Sapardi sambil kusapu di sudut pagi yang merona.
Kita belum tua, katamu…
Karena pohon-pohon terus meninggi, renta, semi kembali dan kita masih mabuk puisi. Kan
kau seduh kopimu sambil asap mengepul di mulut meski kau menyangkal paru-parumu masih
baik-baik saja. Napasmu tersengal dan kau masih bahagia dengan ribuan nikotin
memakanmu.
Sebelum kita tua…
Pastikan kita siram tanaman ini setiap sempat. Kita bikin teh kesukaan dan kopi pahitmu
sambil oleskan balsem penolak tua. Rajin mengisi rekening untuk kita mati nanti. Matiku
matimu butuh uang, agar anak-anak kita tak kelaparan. Menyiapkan kafan seputih dan
sewangi mungkin agar tak kaget saat anak-anak tiba-tiba sendiri.
Kita pasti tua, Pak …
Buang inginmu di loker meja dan simpan rapi-rapi. Biasakan basuh wajah, tangan dan
kakimu agar segar kau dipandang. Sampaikan saja sumpah serapahmu agar tak gondok di
hati. Kita akan merangkumnya di sini: di bait senja, di sekelumit baris buku-buku berdebu,
dan kecupan doa di setiap sujud … karena pohon-pohon terus meninggi, renta, semi kembali
dan kita terus mabuk puisi.
Solo, 6 Mei 2024