Perjuangan Perempuan Hijab dalam Meniti Cahaya – Cerpen Nurul Hidayah

puisi mencintai diri

Perjuangan Perempuan Hijab dalam Meniti Cahaya
Karya: Nurul Hidayah

Bagaskara bersinar terik. Sinarnya terhalang rimbunnya pepohonan, menyisakan berkas-berkas tipis diselanya. Burung-burung berkicau, bunyi riak sungai beradu dengan bebatuan alam. Di sudut desa yang ramai, ada seorang gadis muda bernama Aya. Berbalut hijab yang memancarkan keanggunan, Aya bukan hanya seorang mahasiswi pendidikan agama islam yang berprestasi, tetapi dia juga merupakan sosok inspiratif yang tumbuh di lingkungan agamis dengan perekonomian terbatas. Aya mempunyai tekad untuk mengubah nasibnya melalui pendidikan di era digital ini.

Aya memulai perjalanannya di dunia pendidikan dengan semangat tinggi meskipun harus menghadapi keterbatasan ekonomi. Di tengah kesulitan ekonomi keluarganya, Aya mengandalkan bakat akademisnya untuk meraih beasiswa. Ia memulai perjalanan sekolahnya dengan tekad bulat untuk memberikan dampak positif pada keluarga dan masyarakatnya. Dengan semangat yang tidak tergoyahkan, Aya melangkah ke dunia pendidikan, mengandalkan bakat akademisnya sebagai kunci membuka pintu menuju masa depan yang lebih baik.

Jauh dari hiruk-pikuk kota yang sibuk, Aya melangkah dengan mantap menuju sekolah, memancarkan kepercayaan diri menembus keramaian jalanan. Pagi itu, Aya melangkah dengan ransel di punggungnya dan senyum di wajahnya. Dia tahu bahwa pendidikan adalah kuncinya untuk membuka pintu menuju masa depan yang lebih cerah. Di tengah heterogenitas yang ada, Aya menjalani kehidupan dengan penuh semangat, berusaha membuktikan bahwa perempuan berhijab dengan perekonomian yang terbatas juga dapat mencapai impian mereka. Di waktu pembelajaran pun aya selalu aktif bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru. Tak jarang dia juga disuruh guru untuk menjelaskan materi didepan kelasnya.

Ketika waktu istirahat tiba, Aya dan sahabatnya yang bernama Ara duduk bersama di taman sekolah mereka. Mereka berbincang sembari menatap awan cerah , membayangkan masa depan yang akan mereka hadapi nanti.
“Ara, aku sering merasa khawatir tentang masa depan, bagaimana ya?” Tanya Aya

“Tenang, Aya. Semua orang pasti merasa seperti itu. Yang penting, kita harus tetap percaya dan berusaha.” Jawab ara

Mereka berdua berbicara tentang impian mereka, aya bercita-cita menjadi dosen sekaligus peneliti untuk mengembangkan ide-ide cemerlangnya dan membantu masyarakat kurang mampu dalam menggapai pendidikan mereka, sementara Ara ingin menjadi pembisnis meneruskan usaha keluarganya.

“Tapi Ara, aku kadang ragu apakah aku cukup bisa.” Imbuh aya

“Kamu hebat, Aya. Ingatlah, setiap langkah kecil kita akan membawa kita lebih dekat pada impian itu.” Sahut Ara

Mereka berdua mendapatkan motivasi satu sama lain, bersiap untuk menghadapi tantangan di masa depan, apalagi ini sudah memasuki tahun 2023, mereka akan memasuki puncak sekolah dan akan segera masuk jenjang perguruan tinggi. Mereka percaya melalui kerja keras dan dedikasi, mereka bisa mencapai impian yang diinginkan.

“Terima kasih, Ara. Semoga kita bisa melangkah bersama menuju masa depan yang lebih baik.” Harap Aya

Mereka berdua tersenyum penuh harapan akan petualangan yang menanti di masa depan mereka.

Perjalanan tak selalu mudah. Dalam prosesnya kadang ada luka, kecewa dan tersesat kearah yang salah, Namun masa depan memang harus diraih walau perih menghadang. Hidup Aya tak pernah lepas dengan yang namanya cemooh dan prasangka. Walaupun begitu, selama perjalanannya di sekolah, Aya tidak hanya membuktikan prestasi akademis yang gemilang, tetapi juga aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan sosial. Ia juga mengembangkan bakat dan minatnya di bidang riset dan penelitian.

Meskipun Aya meraih beberapa prestasi selama sekolah, tantangan sesungguhnya muncul ketika memasuki masa persiapan untuk ujian masuk perguruan tinggi. Keterbatasan fasilitas dan guru pembimbing membuat perjalanannya semakin berat. Namun, Aya memutuskan untuk tidak menyerah. Ia memanfaatkan sumber online dan berbagai buku belajar untuk memastikan dirinya tetap siap menghadapi ujian. Setelah melewati perjuangan yang panjang, Aya berhasil diterima di perguruan tinggi yang diimpikannya.

Hari demi hari Aya lewati dengan setiap pijakan kaki, hari demi hari aya jalani dengan embusan napas. Tiba saatnya perpisahan angkatan sekolah, semuanya menangis sedih dan takut akan perpisahan yang memisahkan kebersamaan. Aya pun takut! Aya pun meneteskan air mata walaupun hanya tetes demi tetes, sahabat- sahabat yang aya anggap bagian dari hidupnya ini akan lenyap dalam pandangannya. Aya terus bertanya pada Tuhan apakah ini benar-benar nyata? Apakah bisa waktu diulang? Aya tidak bisa mendengar Tuhan, tetapi Tuhan pasti tahu yang terbaik untuknya.

Seusai acara, aya pun berfoto-foto dengan sahabat-sahabatnya. Berbagai gaya dilakukan sambil tertawa dan mungkin jadi yang terakhir. Sadar tidak sadar aya melupakan salah satu sahabatnya yang dia sayang. Aya pun lari mencarinya ke sana ke mari, tetapi dia tidak menemukannya di antara sahabat-sahabatnya yang lain. Aya pun bergegas pulang dan berpisah dengan sahabat-sahabat yang lainnya. Setelah sampai rumah aya mulai mengganti pakaian. Setelah itu aya pun pergi lagi untuk menuju rumah sahabatnya itu. Namanya Ara. Ya, Ara Aziza Sabra. Dia tinggi, putih, baik, dan sosok yang penuh cinta kasih dan berpendirian kuat serta penyayang.

Sesampainya di rumah Ara, ayapun mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

Tok…Tok…Tok…

“Asalamualaikum”

Keluarlah ibunya dan bertanya pada Aya , “Cari siapa?” Ucap ibu Ara dengan lembut

“Saya mau ketemu Ara, ada, Bu?” tanya aya

Tiba-tiba jantung aya mulai berdebar kencang saat ibu ara berkata bahwa ara masuk rumah sakit

“Ara sakit apa bu? “tanya aya penasaran

“Dia kena penyakit gagal ginjal” Jawab ibu ara

Aya pun tambah terkejut bahwa Ara terkena penyakit gagal ginjal.

Ibu ara pun bercerita kepadanya kenapa Ara bisa terkena penyakit itu. Sekarang aya merasa menjadi sahabat yang bodoh dan buruk yang tidak memperhatikan sahabatnya yang paling dia sayang itu. Aya merutuki diri dalam hati dengan kesal.

Aya pun pamit dengan ibu Ara “Bu, saya pamit pulang dahulu ya. Bu!!. ucap Aya sambil menampakkan kesedihan.

Ibu ara pun menjawab dengan sedikit linangan air mata “lya Dik, Hati-hati di jalan, besok jangan lupa jenguk Ara biar dia semangat buat sembuh.”

Aya pun menjawab, “lya, bu. Saya selalu doakan Ara biar cepet sembuh.

“Aminn, terimakasih doanya nak!! “ ucap Ibu ara sambil menyalami aya yang ingin berpamitan

Setelah berpamitan, aya pun pulang dengan wajah muram dan kecewa terhadap kesalahan yang dia buat. Keesokan harinya aya berangkat ke rumah sakit tempat Ara dirawat Sesampainya di sana aya langsung memeluk sahabatnya itu.

Ara mengucap, “Ayaaaaa!”

Aya pun hanya bisa diam karena menahan tangis, aya mencoba tersenyum melihat wajah ara yang tampak pucat dan mulai menguning,

“Semangat, Ara. Kamu pasti bisa ngelewatin ini semua,” ucap aya

Aya pun berbincang-bincang bercanda, tertawa, mengingat masa lalu, sampai tak menyadari bahwa malam mulai tiba. Aya harus memaksa dirinya pulang karena orang tuanya pasti juga khawatir, tetapi dalam hati aya masih ingin terus bersamanya.

Ara pun berucap, “Sahabat terakhirku itu kamu. Di awal aku memulai di akhir aku pergi, maafin aku kalau aku punya salah. Cuma itu yang aku bisa ucapkan saat ini.”

“Bukan hanya aku sahabat kamu, ara. Yang lain sayang sama kamu.. aku juga,” ucap Aya.

Di situ akhirnya aya meneteskan air mata. Ara pun tersenyum seakan-akan dia tidak mau ara menangis. Aya pun pamit pulang.

Ara mengucapkan kata perpisahan dengan mengucap, “Aku minta nasi diberi lauk. Aku minta uang dikasih makanan. Aku minta hidup diberikan sahabat!”

Langkah demi langkah aya meninggalkan Ara di ruangannya.

Keesokkan sore harinya. Aya duduk lemas mendengar Ara benar-benar pergi untuk selamanya. Dia meninggalkan semuanya. Aya datang ke rumah Ara dan mengikuti pemakamannya sampai langkah demi langkah meninggalkan ruang abadi Ara. Masih terdengar alunan suaranya di telinga aya sampai saat ini. Dia sahabat terbaik dalam mengejar mimpi. Dia teman terhebat untuk mengejar mimpi. Selamat tinggal, Ara. Selamat jalan, Ara Zerina.

Di tengah keterpurukan, keterbatasan dan rintangan, Aya tetap merasa bersyukur dan tidak pernah menyerah. ia tetap menyadari tanggung jawabnya untuk memberikan inspirasi kepada generasi muda di desanya. Aya mengembangkan program bimbingan belajar untuk siswa-siswa sekolah menengah, membimbing mereka agar tidak hanya sukses akademis, tetapi juga siap menghadapi berbagai rintangan. Aya tidak lupa pada tanggung jawab sosialnya dan memulai program bimbingan belajar, membimbing generasi muda di desanya untuk meraih mimpi mereka. Menurutnya, pendidikan adalah kunci untuk mengubah takdir.

Aya percaya bahwa tekad yang kuat, ketekunan, dan semangat untuk berbagi dapat membawa perubahan positif. Aya ingin mengajarkan kepada anak-anak didesanya bahwa melalui pendidikan dan kepemimpinan sosial, maka akan membentuk masa depan yang lebih cerah, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang-orang sekitar. Keberhasilan sejatinya tidak hanya diukur dari pencapaian pribadi, tetapi juga dari kemampuan untuk memberikan dampak positif pada masyarakat sekitar. Dalam dunia yang semakin terhubung, kebaikan hati dan empati menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.

Tagar:

Bagikan postingan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *