Aku adalah noktah yang tertinggal
Di tengah deret nama bersertifikat
Bukan karena malas mengayuh langkah
Tapi karena pintu bernama kesetaraan
Belum juga rela terbuka
Mereka telah bersayap dalam sistem
Menggenggam gaji dua musim dengan tenang
Sedang aku, berteduh dari hujan tanpa payung
Mengeja harap di lorong sunyi tak berkeadilan
Yang tak pernah benar-benar memihak
”Beban tugas tak memilih pundak,” katanya
Namun entah mengapa selalu jatuh padaku
Sementara sebagian hanya hadir dalam daftar
Tak di ruang dan tak di hati
Tapi tetap diganjar penuh oleh sistem yang kelu
Aku bukan batu yang tak lelah ditempa
Bukan kayu yang tak lapuk oleh kecewa
Aku manusia pengajar akidah, penanam iman
Menyiram jiwa yang tak tercatat dalam angka
Di tanah tandus bernama logika dunia
Ada malam kututup dengan perih dan bisu
Hampir kulepas jubah tanggung jawab ini
Namun, suara kecil melafal ayat tuhan berbisik
Membangunkanku kembali dalam nestapa
Menyadarkanku bahwa ini bukan sekedar profesi
Wahai pemilik palu kebijakan
Apakah penjaga nurani hanya pelengkap halaman?
Apakah nilai sebatas angka dan tunjangan?
Tak apa, biarlah langit yang mencatat
Sebab jalanku bukan panggung semata
Melainkan Mihrab kecil bernama pengabdian